Terdengar kabar dari
kampung. Kakak iparku mengirim pesan. Singkat saja. "Mama sakit".
Begitulah mereka di kampung di sekitar bulan Februari. Kadang untuk membeli
pulsa seharga 7000 rupiah saja, sulitnya minta ampun. Bukan karena malas untuk
membeli tapi memang karena tidak ada uang. Sudahlah. Kalau mau bahas tentang
kampungku mungkin butuh kertas ribuan lembar. Kembali tentang mama. Setelah
mendapat pesan itu, tiba_tiba hariku terasa gelap. Pikiranku berantakan.
Jatungku berdebar. Wajah tulus mama melintas. Wanita hebat yang pernah kukenal.
Usianya memang sudah uzur. 74 tahun. HP_ku berdering dan saya semakin
ketakutan. Kakak sulungku menelphon. "Mama baik_baik saja", katanya
tenang. Kakak memang begitu. Dia tidak mau mencerita kesulitan atau persoalan
di kampung kepada kami adik_adiknya di rantauan. Menurut kakak, lima hari
terakhir ini mama selalu mengeluh kesakitan pada lambungnya. Terasa perih dan
menikam. Sulit tidur dan nafsu makan berkurang. Tapi sekarang sudah agak
membaik. Beberapa ramuan tradisional dari Ema Hanes terlihat mujarab. Mendengar
kabar itu, mendung hatiku cerah kembali.
Bagiku, mama adalah
segalanya. Saya selalu siap melakukan apa saja untuk kebahagiaan dan kebaikan
mama. Untuk nama seorang mama Margareta Naul, terasa tidak bisa diwakili
ratusan bait puisi. Mama adalah matahariku. Bicara soal mama bukan berarti
mengesampingkan apalagi menomorduakan bapa. Namun, untuk kali ini saya ingin
fokus tentang mama. Dalam satu kesempatan, mama bercerita tentang dua buah
mimpi miliknya dan sulit dilupakan. Yah...semacam mimpi terindah dan paling
berkesan dalam hidupnya. Mimpi itu tentang saya dan kakak saya nomor 4. Tentang
saya, mama bermimpi melewati sebuah kali. Katanya, perjalanan itu hendak ke
rumah nenek. Tapi belum sampai tujuan, gelombang banjir badang mendekat. Mama
histeris dan berjuang menyelamatkan diri. Pada rusuk tebing berlicin, ia
berjuang sekuat tenaga menghindar. Sebuah suara tiba_tiba muncul dari puncak
tebing itu. Suara orangtua yang tdk dikenalinya. "Ulurkan tanganmu".
Mama terselamatkan. Kepada orang tua itu mama bertanya, "Apakah bapa
melihat Ory? Ia anak bungsuku". Ory adalah nama pertamaku. Nama
kesayangan keluarga. "Kamu jalan saja. Ia ada di sana"', jawab
orangtua itu. Tak lama berselang, mama mendapatiku di atas pohon yang besar.
Mama tersadar kembali dari mimpinya saat saya turun mendapati mama. Mimpi ini
akhirnya membuat mama selalu optimis jika suatu saat, saya bakal menjadi orang
hebat walau tak harus menjadi seorang penjabat. Tanpa disadari, mimpi mama adalah
hidup saya. Ketergantunganku secara psikologis pada mama sangat tinggi. Mama
adalah bentuk lain dari diriku. Mama adalah "roh" yang membuatku ada
dan berarti.
Saya menghabiskan
masa kecil dan Sekolah Dasar (SD) di Regho. Sebuah kampung kecil di Kabupaten
Manggarai Barat_Flores. Kampung tua tempat dulu bertahta seorang Dalu (Mungkin
untuk saat ini jabatan Dalu setara dengan Gubernur. Wakil pemerintah pusat di
daerah) yang membawahi beberapa wilayah kekuasaan). Di sini juga terdapat
dua buah obyek wisata kebanggan Manggarai Barat. Watu Timbang Raung dan gua
Nisi Ketek. Nanti saya akan ceritakan pada kalian tentang kedua obyek wisata
ini. Walaupun tidak setenar Komodo tetapi kedua obyek wisata ini memiliki
cerita mistik yang sarat makna. Tujuh tahun saya di bangku SD. Tahan kelas di
kelas 2 SD, membuat saya trauma. Kata wali kelasku, saya belum lancar bicara
dan membaca. Mama sangat meneteskan air mata saat mendengar saya tahan kelas.
Hatiku teriris. Mulai saat itu, saya menjadi seorang yang sangat ambisius dan
sangat mandiri. Di bangku kelas IV dan V, saya selalu mewakili sekolah untuk
mengikuti perlombaan khususnya soal publik speaking (berpidato dan berpuisi)
dan mengarang. Masa SMP adalah masa tersulit dalam hidup. Sekolah sambil
bekerja sebagai pemberi makanan babi di biara susteran ditambah dengan waktu
liburan yang hanya sekali dalam setahun membuat saya semakin mengerti tentang
kesederhanaan, kesetiaan, kemandirian dan hidup hemat. Hingga saat ini, kepada
semua keponakan, mama bercerita tentang saya jika bicara mengenai beberapa hal
di atas. Itulah mama. Sekali ia percaya, susah untuk dilupakan. Daya ingatnya
sangat hebat. Dia mengenal baik, tentang kami dan segala macam pengalaman
pribadi kami dengannya. Dia tidak mudah ditipu tetapi selalu memaafkan orang
yang menipunya.
Cerita ini tidak
bisa mewakili semua hal tentang mama. Bagai matahari yang hanya tahu memberi,
itulah mama untuk kami anak-anaknya. Lima bersaudara kami hadir bersama dan
seorang diantara kami pergi mendahului kami ke Surga. Kepada kami, beliau
menghadiahkan dua orang anak (putra dan putri). Mama baik-baik saja. Itu yang
ingin saya dengar dan rasakan. Mama baik-baik saja. Tahu kenapa? Karena saat
ini, saya baik-baik saja. Terima kasih mama.