Saturday, 28 January 2012

SOAL KETIDAKWARASAN

Penampilan dan gaya bicara yang tidak biasa dan melewati batas normal, biasanya langsung dituding sebagai orang yang tidak waras atau gila. Sikap orang terhadap yang tidak waras atau gilapun sangat beragam. Ada yang tega menyakitinya, mengolok-olok dan menertawainya. Tapi tidak sedikit orang memilih jalan untuk menghindar walau ada yang datang menjamah dan menolongnya. Dari berbagai sumber yang terpercaya, dapat diketahui bahwa hampir sembilan puluh persen orang yang tidak waras atau gila diakibatkan bukan karena faktor gen atau bawaan sejak lahir tetapi puncak tekanan batin oleh beragam persoalan dan kesulitan hidup seperti kemiskinan, kegagalan usaha dan karier, putus cinta, kekerasan seksual, kalah dalam percaturan politik dan sebagainya. Dalam konteks cerita Yesus hari ini mengenai tudingan sanak keluarga Yesus bahwa Yesus sudah tidak waras lagi terasa perlu untuk dipahami bahwa dalam bangsa Israel, tindakan seseorang adalah gambaran sikap dan cara pandang sebuah keluarga besar bahkan satu bangsa. Nama baik kelaurga besar menjadi tanggungjawab setiap pribadi. Oleh karena itu, setiap pribadi harus benar-benar menjaga bibir dalam berbicara dan mengatur langkah dalam bertingkah laku agar jangan sampai mencemarkan nama keluarga. Sepak terjang Yesus dalam masyarakat khususnya mukjizat atau tanda-tanda heran yang dibuatnya membuat banyak orang terkagum-kagum termasuk keluarga besar Yesus karena kehormatan dan harga diri mereka diangkat. Namun apa yang terjadi ketika Yesus selalu membuat soal dengan pemimpin Yahudi dan ahli-ahli taurat? Bukan Yesus saja yang disindir dan dibenci oleh pemimpin agama Yahudi dan pengagum setia hukum taurat tetapi juga sanak keluarganya. Maka dengan mengatakan bahwa Yesus tidak waras lagi maka sanak kelaurga Yesus tidak terseret dalam persoalan Yesus dan harga diri mereka sebagai keluarga tetap terjaga. Terlihat jelas bahwa seseorang dikatakan tidak waras atau gila bukan karena ia sungguh tidak waras atau gila tetapi hanya karena penampilan, gaya bicara dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan kebiasaan umum. Perlu diketahui bahwa kebenaran, kelogisan dan kebaikan tidak ditentukan oleh seberapa banyak orang mengakuinya tetapi terletak pada akal sehat dan hati nurani. Ketakutan terbesar dalam masyarakat kita adalah apa yang dinamakan banalisasi kejahatan. Kejahatan yang dilakukan dengan tahu dan mau oleh sebagian besar masyarakat maka pada gilirannya diakui sebagai tindakan biasa, wajar bahkan dinilai sebagai tindakan yang baik. Sebagai contoh, ketika korupsi diperankan oleh sebagian besar pejabat publik maka tindakan korupsi akan menjadi banal, biasa dan wajar sehingga sulit untuk dikendalikan lagi. Bandikan sikap seorang Sokrates, bapak filsafat yang menyalakan pelita di tengah pasar pada siang siang hari sebagai simbol bagimana kebenaran itu sulit dicari dalam sebuah lingkup masyarakat yang acuh tak acuh terhadap ketimpangan sosial. Yesus tampil dalam sebuah masyarakat Yahudi para ahli taurat dan pemimpin agama Yahudi yang salah menjabarkan hukum taurat. Yesus mau agar hukum taurat bukan menjadi hukum yang kaku tetapi mesti dijabarkan dalam konteks kehidupan masyarakat. Pemimpin agama dan ahli taurat, merasa terganggu dan menuding Yesus sebagai pembangkang tradisi dan merendahkan kewibawaan bangsa Yahudi. Maka tidak ada cara lain bagi keluarga Yesus agar terluput dari kemarahan publik selain mengatakan bahwa Yesus tidak waras lagi. Dengan mengatakan demikian maka keamanan dan posisi mereka terjaga termasuk keamanan diri Yesus sendiri. Lalu bagaimanakah dengan kita. Apakah kita terseret dalam gaya dan arus masa walau harus kehilangan hati nurani dan jati diri. Ketahuilah memperjuangkan sebuah kebenaran dan memproklamasikan kebaikan mesti dimulai dalam diri sendiri. Kebenaran dan kebaikan itu mesti ada dalam diri sendiri sehingga dapat terpancar dalam tutur kata dan tindakan kita.
Share:

TENTANG KESUNYIAN

Bagi seorang yang malas berpikir kecenderungan untuk menyamakan term kesunyian dan kesepian sangat tinggi. Baginya kesunyian hanyalah bentuk lain dari kesepian, atau kesepian bersinonim dengan kesunyian. Padahal kesunyian sangat berbeda baik dalam arti, makna maupun aplikasinya. Dalam dan melalui kesunyian, seseorang dalam menembus waktu, melitasi yang manusiawi menghadap yang Ilahi atau gerbang masuk dari yang provan menuju yang transenden. Dalam kesunyian segala kreatifitas yang produktifitas dapat terjadi. Bandingkan kehidupan para rahib yang menghabiskan waktu untuk mencari dan mengejar kesunyian atau boleh bertanya pada penyair dan seniman, darimanakah mereka menimba inspirasi selain dari sebuah kesunyian? Lalu apakah itu kesunyian? Kesunyian adalah keabadian. Dalam sebuah kesunyian segala yang misteri tersingkap sebab Allah adalah kesunyian itu sendiri. Lalu bagaimanakah dengan kesepian. Kesepian tidaklah lebih dari sebuah kehampaan. Suasana tersudut tanpa sebuah kreatifitas dan produktifitas. Kehidupan seorang yang kesepian seperti bayang-bayang yang tanpa nama dan tujuan. Tidak ada tempat yang tepat bagi seorang yang mengalami kesepian di dunia ini selain harus memutuskan untuk segera meninggalkan dunia ini secepatnya. Ketahuilah ketidakmampuan seseorang mengejar, meraih dan memiliki kesunyian akan berakhir pada kesepian. Cerita Yesus yang ditawarkan kepada kita hari ini, mengajak kita untuk menyingkap misteri kesunyian dalam sebuah benih. Semua benih dari berbagai jenih pohon harus tertanam di dalam tanah sebelum akhirnya membelah diri dan membentuk kehidupan baru. Ada yang butuh waktu berminggu-minggu tetapi adapula yang hanya butuh waktu berhari-hari. Berdasarkan penelitian ilmiah dan pengalaman harian seorang petani, malam hari adalah saat yang tepat dan tampan bagi sebuah bulir mendaur diri untuk kemudian menumbuhkan kehidupan baru. Semua itu berlangsung sangat alamiah dan misteri. Kesunyian adalah jawabanya. Hari ini Yesus membandingkan Sabda Allah dengan sebuah biji sesawi yang dari segi bentuk sangatlah kecil dan sederhana dari jenis biji-bijian lainya. Tetapi ketika ia tumbuh, maka ia menjadi pohon terbesar dari semua jenis pohon. Yesus berani menyamakan kerajaan Allah itu dengan biji sesawi dan hati kita adalah tanahnya. Sabda Allah itu menetap dan hidup dalam diri manusia yang mencintai dan berusaha memiliki kesunyian. Hanya dalam kesunyian sebuah bulir dapat membelah diri dan bertumbuh demikian halnya dengan Sabda Allah dapat hidup dan bertumbuh dalam hati yang damai, tenang, sabar dan penuh persaudaraan. Kesunyian dapat mendaur segala bentuk depresi, rasa kecewa, marah dan putus asa dan menjadikan diri kita lebih tenang, mudah menemukan solusi dan menghindari persoalan baru. Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu menjadikan kesibukan dalam tugas atau karya sebagai alasan bagi kita untuk tidak menemukan kesunyian dalam diri. Kita banyak menghabiskan waktu di tempat kerja, di depan televise atau di tempat hiburan ketimbang berada beberapa menit dalam gereja atau ruang doa untuk menimba inspirasi dari Allah dalam kesunyian. Allah adalah kesunyian karena segala sesuatu ia ciptakan berdaya guna, kreatif dan produktif termasuk diri kita manusia. Maka tentang usaha mencari kesunyian dapat dikatakan bahwa ketika kita memulainya dengan sebuah kepastian maka kita akan berakhir dalam keraguan tetapi jika kita memulainya dengan keraguan dan bersabar di dalamnya maka kita akan berakhir dalam kepastian. Oleh karena itu kembalilah ke dalam diri dan temukan kesunyian sebab di sana ada dia yang sedang menunggu dan merindukan kita yakni Tuhan sendiri.
Share:

MOAL MURID

Dalam konteks kehidupan modern sekarang ini, hampir pasti semua orang mengalami sebuah pengalaman menjadi murid. Predikat murid selalu mengaindaikan kehadiran seorang guru. Kita tidak bisa berbicara tentang murid tanpa sosok seorang guru. Demikian halnya, kita tidak bisa disebut guru tanpa kehadiran seseorang atau sekelompok murid. Reaksi terhadap pengalaman menjadi murid untuk setiap pribadi sangat berbeda dan bervariasi. Ada yang berbangga dan sangat gembira pernah menjadi murid dari seorang guru atau lembaga tertentu. Predikat alumni selalu menggetarkan hatinya agar kembali bernostalgia ke masa lalu di lembaga bersangkutan bersama teman-teman dan para guru. Namun tidak sedikit orang yang menundukkan kepala sebagai ungkapan penyesalan karena pernah diatur dan ditempa terlalu dengan kasar oleh guru atau lembaga tertentu. Ia menutup diri sambil mengutuki masa lalu dan berusaha keras menghilangkan semua pengalaman sakit hati, trauma dan putus asa saat berpredikat menjadi murid dari seorang guru atau lembaga tersebut. Bandingkan kisah tragis dan sadis para mahasiswa IPDN beberapa tahun lalu. Namun tidak seorangpun yang berani menolak dan menyangkal bahwa ia pernah menjadi murid. Sebuah pohon tidak pernah langsung berbuah sesaat ia ditanam. Itu berarti segala proses, dinamika dan situasi mesti dilewati untuk mencapai kematangan diri baik secara psikologis, intelektual, moral maupun spiritual. Pengalaman kita menjadi murid dalam kehidupan provan menjadi dasar bagi kita untuk mengakui dan merasa diri sebagai murid dalam kehidupan spiriritual. Iman Kristiani telah menempatkan kita sebagai seorang murid Kristus. Yesus adalah guru dan Tuhan telah menunjukan diri sebagai guru yang baik, sumber panutan, inspirasi dan keselamatan bagi kita para murid-Nya. Yesus sang guru telah mengalami banyak derita, penolakan bahkan tergantung di kayu salib untuk membela dan menyelamatkan nasib kita para murid-Nya. Tiada kasih yang lebih besar dari aksih seseorang yang menyerahkan nyawa bagi sahabat-sahabatnya. “Pergi dan mewartakan injil ke seluruh dunia” merupakan pesan atau wasiat akhir sang guru dan telah memberi roh atau semangat baru bagi para murid perdana untuk mewartakan kasih Allah. Walaupun dalam perjalanan waktu, agama Kristen terpencar oleh beragam pandangan teologis, tetapi kita tetap satu dan sama karena diinspirasi Sabda dan yaya hidup sang guru ilahi yakni Yesus sendiri. Kita terlahir dan diharapkan untuk tetap menjadi murid Yesus sampai ajal menjemput. Satu hal yang membanggakan bahwa dari segi kuantitas, agama Kristen memiliki jumlah pengikut terbanyak dari jumlah umat manusia sejagat walaupun hingga sekarang belum mendapat bukti yang cukup akurat apakah jumlah tersebut sebanding dengan kualitas diri setiap pribadi yang menyebut diri Kristen. Sepak terjang para murid perdana yang militan untuk membawa terang besar dari Yesus di tengah-tengah bangsa yang berada kegelapan hendaknya menjadi inspirasi dan semangat kita pada zaman ini. Kita patut berbangga dan bersyukur oleh hadirnya berbagai konggregasi dalam gereja. Hal ini menujukkan bagaimana Roh Kudus tetap bekerja hingga sekarang ini. Mereka diutus ke seluruh pelosok dunia setelah melewati masa pembinaan dan pendidikan bertahun-tahun bahkan sampai belasan tahun. Oleh berbagai tuntutan, kita mungkin tidak mau dan tidak mampu menjadi biarawan-biarawati tetapi hendaknya kita mempunyai komitment yang sama untuk mau dan mampu menjadi murid Yesus yang setia. Di tengah dunia yang semakin plural, satu hal yang mesti disadari bahwa usaha kita sekarang ini bukan lagi mengumpulkan sebanyak-banyaknya orang untuk menjadi Kristen tetapi berusaha agar baik diri kita sendiri maupun sesama orang Kristen sungguh-sungguh menjadi seorang Kristen. Ketahuilah Identitas kita sebagai orang Kristen bukan sesuatu yang tertulis tetapi sesuatu yang dihidupi
Share:

SOAL WASIAT

Aneka gejala sosial seperti tren gugat-mengugat, penyerobotan, pembakaran dan pembunuhan dapat dijadikan contoh bagaimana selembar surat wasiat bernilai ganda. Bukan hanya soal kepemilikan tetapi juga soal harga diri. Demi sejengkal tanah dan harga diri, keluarga dan suku banyak orang berani menantang panah, tombak, parang dan peluru. Hampir tidak ada cara yang cukup bijak dan netral dalam mencari solusi terhadap gejala sosial ini selain perlunya infentarisasi dan sertifikasi atas semua hal. Selain itu terasa penting bagi negara untuk mengakomodir segala bentuk dan jenis hukum adat dari masyarakat setempat. Tidak semua kebenaran mesti ditunjukkan dalam sebuah pembuktian tertulis seperti hitam di atas putih. Biasanya persoalan menyangkut warisan suku atau leluhur terasa sulit diselesaikan di gedung pengadilan tetapi akan terasa mudah dan adil bila diselesaikan dalam sebuah rumah adat. Dengan demikian saya hendak menegaskan bahwa salah satu ciri pemimpin atau orang tua yang baik dan bijak adalah ketika ia meninggalkan pesan atau surat wasiat baik berupa wasiat lisan maupun tertulis. Bila wasiat diapahami sebagai sebuah pesan atau wejangan maka Kitab Suci merupakan sebuah buku wasiat. Narasi-narasi kehidupan dari Allah yang diwartakan para nabi mengajarkan banyak hal dan meningalkan aneka pesan bagi kita zaman ini. Hari ini penginjil Lukas menampilkan wasiat atau pesan Yesus kepada para murid untuk pergi dan mewartakan kasih Allah ke seluruh penjuru kota. Mereka diutus bukan dalam bentuk rombongan besar supaya boleh berhura-hura, saling mengharapkan dan bersembunyi dalam kelompok. Bukan pula diutus untuk pergi sendiri-sendiri sehingga boleh menyuburkan sikap munafik dan egois. Tetapi Yesus mengutus para murid untuk pergi berdua-dua sehingga dapat menumbuhkan sikap saling percaya, menjalin kerjasama dan memupuk sikap persaudaraan dan pengorbanan. Selain itu kepada para murid Yesus menekankan pentingnya kesadaran sebagai seorang utusan. Itu berarti segala pesan dan wewenang yang hendak disampaikan jangan sampai keluar jalur seperti mengurangi atau menambahkan pesan baru yang merupakan hasil kreatifitas pribadi. Nama dan pesan dari dia yang mengutus hendaknya dijaga dan diutamakan. Lebih dari itu Yesus berpesan agar jangan membawa apa-apa agar tidak kehilangan jati diri oleh sesuatu yang dipikul tetapi hendaknya pergi dalam kekosongan agar bisa diisi dan dilengkapi. Menyadari diri sebagai murid Yesus yang setia, kita diajak untuk mengenal diri kita sebagai murid yang diutus. Tidak ada hal lain yang kita pikirkan dan yang kita rasakan selain wasiat atau pesan tunggal Allah yakni membawa sebanyak-banyaknya orang pada pelukan kasih Allah. Mereka yang menjadi sasaran perutusan kita hendaknya merasa aman, damai dan bahagia dengan kehadiran kita. Bila kehadiran kita menjadi alasan bagi orang untuk menghindar dan menyempitkan mata tanda kebencian maka identitas kita sebagai orang Kristen mesti dipertanyakan kembali. Ketahuilah meski anda menyembunyikan pikiran buruk dalam diri anda, tetap akan terpancar kekuatan kelam. Pikirkan tentang cinta sebab meski tidak diucapkan tetapi dunia akan terasa lebih terang.
Share:

TENTANG KEWIBAWAAN

Kewibawaan adalah life style atau gaya hidup yang dicari dan dibanggakan banyak orang. Semua orang mampu dan pantas untuk menampilkan diri sebagai pribadi yang berwibawa. Dengan menujukkan diri sebagai orang berwibawa maka identitas pribadi dan harga diri dengan sendirinya diakui oleh yang lain. Semakin kita menampilkan diri sebagai orang yang berwibawa maka semakin besar peluang bagi kita untuk mempengaruhi orang lain. Demikian sebaliknya semakin pudar kewibawaan seseorang maka ia tidak mendapat perhatian publik dan bukan tidak mungkin diabaikan dalam arus relasi sosial. Lalu apa sebenarnya kewibawaan?. Banyak yang memahmi kewibawaan sebagai seorang yang selalu tampil rapi, bercelana tisu dan berbaju lengan panjang. Selalu mengenakan sepatu, berkaca mata dan berjalan tegak dengan raut wajah yang tegang. Ada yang lain selalu mengidentikkan kewibawaan dengan status sosial yang dimiliki. Semakin tinggi peran yang diemban maka dengan sendirinya ia adalah seorang pribadi yang berwibawa. Akhir-akhir ini, dimana banyak orang mengaitkan harga diri dan martabat seseorang dengan kekayaan, maka yang berwibawa adalah orang yang memiliki uang atau barang materi lainnya. Hemat saya kewibawaan itu adalah gaya hidup dan tutur kata yang pantas dijadikan sumber panutan bagi banyak orang. Seorang pemulung yang jujur dan rajin, sangat berwibawa ketimbang seorang pejabat berdasi tetapi korup. Cerita Yesus versi penginjil Markus menampilkan cerita Yesus tentang bagaimana Yesus menujukkan kewibawaannya untuk mengatur alam. Angin kencang yang menampar sehingga membuatnya mengamuk dan menggetarkan jantung para murid yang bersantai di atas perahu. Yesus yang terlelap kelelahan dibangunkan secara paksa untuk menenangkan alam yang kasar. Dengan sebuah kalimat yang penuh wibawa dari Yesus “Diam, tenanglah” segalanya tunduk dan menurut termasuk alam yang boleh dibilang tak punya hati dan rasio. Di sini Sabda Yang meluncur dari mulut Yesus memiliki kekuatan yang mampu menembus segalanya. Kepada para murid yang bungkam ketakutan dan kekaguman Yesus butuh sebutir iman. Iman selalu menyelamatkan. Kita manusia tidak akan pernah mampu menyaingi kewibawaan Yesus. Ketaatan Yesus pada kehendak Bapa-Nya membuat ia sangat berwibawa dihadapan manusia dan alam. Tetapi ketahuilah sebagai murid mungkin kita tidak mampu menyamakan kewibawaan Yesus tetapi kita bisa mendekati kewibawaan Yesus. Garam itu harus asin sebab kalau sudah tawar maka tidak ada gunanya lagi selain dibuang atau diinjak orang. Oleh karena itu pengertian kewibawaan yang paling sederhana yakni adanya kesesuaian antara apa yang diucapkan dengan apa yang kita lakukan. Segala bentuk kata sambutan, pidato dan kotbah memiliki kekuatan selagi kita mampu membahasakan apa yang kita katakan dalam hidup harian. Seorang anak akan menuruti nasihat orang tua dan menjadi anak yang baik kalau orang tua mampu menunjukkan teladan hidup yang patut diteladani. Kewibawaan itu tidak hanya terletak pada apa yang ditampilkan dan yang diucapkan tetapi juga disetai dengan gaya hidup kita sehari-hari.
Share: