Saturday 4 December 2010

KAMAR ITU....


D
i sini...di kamar ini, kugores cerita untuk mengubah prosa kehidupan menjadi lagu dan senandung penuh pujian, dengan iringan musik yang diciptakan malam untuk dinyanyikan pada siang hari. Di sini, kerinduan cinta membuka selubungnya dan menerangi lubuk-lubuk hati. Sebuah jendela, menyerahkan kamar ini pada dunia. Bulan yang menyinari kedalamnya mau lebih banyak tahu, sudah puluhan bahkan ratusan orang bernyawa di sini. Aku salah satunya. Yah...sudah hampir dua minggu aku menghuni kamar rumah sakit  berukuran enam kali tujuh meter yang berada di ujung timur kota ini. Kuyakini saja kalau kamar ini terlalu sempit buat meniup sebuah nyawa.
            Seberkas cahaya lampu neon menerobos dari balik tirai jendela lalu membisikkan sebuah kisah, tentang cinta yang ditinggalkan di sudut hati ini. Aku diam menikmati dalam hening. Tanpa sadar air mataku mengalir, mengingat kisahku, mengingat perihku. Aku hanya bisa  menatap ke langit-langit kamar. Kupanjatkan sebuah doa. “Tuhanku…aku datang dengan berlinang air mata. Aku merasa kuat dalam sakitku. Bahwa Engkau masih mencintaiku. Engkau juga memberiku sejuta rasa buat menyadarkan aku bahwa aku hanyalah seorang manusia yang memiliki batas ketahanan jiwa…..”
            Dari kamar ini ingin kurangkai sederet kisah, bersama rembulan yang selalu setia menemani kesendirianku dengan kehangatan sinarnya. Kudendangkan irama cinta dalam keresahan jiwa yang kian sempurna. Walau terasa perih kucoba membuka,  lembaran kisah cinta  yang terabaikan. Di relung hati yang bisu ini, Vina hadir bagai sepucuk zaitun di setiap datangnya musim semi. Dinding kamar ini kujadikan selembar kanvas, tuk goreskan rasa untuk sebuah nama, Yosevina Adrianty Sukardi.     
Vina....aku tak tahu mengapa aku rindu. Aku tak tahu mengapa aku resah, bila kau tak ada disampingku. Biarkan aku menemanimu walau hanya sebentar saja. Biarkan aku memiliki walau hanya dalam angan semata. Vina....aku tahu memang tak mungkin, bila mentari menyinari dasar lautan dan aku tahu memang tak mungkin, bila mentari menyatu dengan dunia sedangkan ada sang rembulan di sisinya. Namun Vina… salahkah bila aku mencinta, karena aku masih seorang laki-laki yang memiliki segengam rasa untuk dapat berbagi kasih denganmu. Salahkah bila aku memuja, walau engkau datang bagai pelangi senja di hatiku. Salahkah bila aku tak kuasa menahan rasa untuk berjumpa denganmu dalam waktuku yang tinggal sesaat saja.
            Aku adalah anak bungsu dari lima bersaudara dari sebuah kota di ujung barat Pulau Bunga ini. Hampir tiga tahun aku berada di kota ini ‘tuk merajut mimpi masa depan dalam dunia pendidikan. Vina adalah teman kuliahku. Kami saling berkenalan pada saat kegiatan OSPEK dua tahun yang lalu. Berpikir kenapa aku menyukai dan merindukannya? Itu adalah penyakit bahkan ketika sedang hujan, hujan pun tidak bisa mendinginkan cintaku padanya. Ketika aku bersamanya, malam hari terasa siang. Sekarang aku percaya perasaan ini dapat kulihat dengan mata tertutup. Aku mencintainya. Namun....aku selalu berusaha memendamkan perasaan ini karena aku sama sekali tidak yakin untuk mendapatkan cintanya. Kalaupun terjadi, itu hanyalah sebuah kebetulan kalau tidak mau dibilang mukjizat. Di mataku, Vina adalah gadis yang terlalu sempurna dan spesial. Ia cantik, pintar dan berbakat dalam banyak hal seperti musik, menulis, olahraga dan seni teater. Sementara aku hanyalah seorang pria kalem yang tidak berekspresi. Kemampuan intelekku tidak segemilang Vina. Aku hanya bisa membiarkan semuanya mengalir bersama irama waktu karena aku takut kehilangan dia hanya karena sebuah pengakuan.
            Suatu pagi yang cerah di pertengahan bulan Februari, aku diajak Vina untuk menghadiri pesta ulang tahun sahabatnya. Saat itu merupakan kesempatan pertama bagiku untuk berdua dengan Vina, gadis pujaanku. Kuboncengi Vina dengan motor ge-el-pro biru milikku sebagai hadiah dari bapa dan mama karena aku  telah menamatkan diri dari Sekolah Menengah Atas tiga tahun silam dengan hasil yang cukup memuaskan. Acara ulang tahun itu ternyata hanyalah sandiwara yang telah dilakoni Vina secara sempurna. Hari itu adalah Hari Valentine. Tiba-tiba hatiku terasa perih karena hanya aku yang tidak memiliki pasangan sementara di sudut kanan ruangan itu, nampak Vina sedang bermesraan dengan Rinyo, kekasihnya. Aku segera meninggalkan ruangan yang telah membuat aku tersudut dan terhina. Rasa benci, kecewa, cemburu, malu dan menyesal berbaur menjadi satu. Kulajukan sepeda motorku dengan kecepatan tinggi dan berharap agar rasa perih dan pedih di hati ini hilang bersamanya. Tiba-tiba sebuah tikungan tajam menghadangku dan.....akupun terjatuh hingga tidak sadarkan diri. 
            Untuk sebuah nama, Yosevina Adrianty Sukardi, cinta yang kupuja selama ini kuingin mengucapkan terima kasih untuk semua rasa, aku bahagia walau hadirmu hanya sementara. Mungkin aku tak bisa menggapaimu di alam nyata karena engkau hanya sekedar fatamorgana. Karena itu, biarlah aku merengkuhmu di setiap mimpi dalam tidurku di kamar ini. Biarlah kumenggapaimu dalam angan selama hidupku. Aku diam dalam kesendirian. Mulutku gagu…jiwaku tak kuasa meronta. Aku letih oleh semua tawa dan sandiwaramu, hingga kini aku tak bisa lagi membedakan antara kenyataan dan fatamorgana..        
Vina cintaku.... Biarkan semuanya ini berakhir, jangan hancurkan duniaku lagi…Biarlah kuhirup sedikit keindahan di sisa hidupku. Aku dambakan nirwana. Kumohon....biarkan pelangi harapanku itu menghiasi hariku karena hanya itu yang kumiliki bersama satu bintang yang selalu berpijar untukku. Aku rindu…namun aku ragu…Aku tak pernah pantas untuk mendapatkan cintamu.
            Aku adalah mendung yang selalu menggantung. Dalam kehidupanku sekarang  cinta hanya pantas kulihat tanpa bisa kusentuh… tanpa bisa kumiliki…Mungkin hingga nanti…Biarlah kugantung kisah cintaku..Pada langit malam…yang selalu datang dalam mimpi dan sadarku.



Share:

1 comment:

  1. Selamat Jalan Vina...semoga kamu bahagia bersamanya....

    ReplyDelete