Monday, 9 July 2012

Soal Bekal

Berbicara tentang bekal, imajinasi kita sudah tertuju pada sebuah perjalanan jauh yang melelahkan. Bekal dalam konteks segala zaman memiliki nama, simbol dan arti sendiri. bekal untuk seorang masyarakat tradisional berbeda dengan seorang yang hidup pada zaman modern demikian halnya konsep bekal untuk seorang pengusaha berbeda dengan konsep bekal seorang akademisi. Mungkin untuk masyarakat radisional bekal adalah bahan makanan yang dijunjung dan dipikul. Sementara untuk masyarakat modern mungkin berupa sepotong kartu kredit atau ATM. Sementara itu bekal untuk seorang pengusaha diidentikkan dengan uang dan barang material sementara untuk seorang akademisi bekal adalah ketajaman intelektual dalam beranalisa dan berpikir kritis dan komprehensif. Lalu bagaimanakah konsep bekal untuk seorang yang beriman? Apakah bekal itu terletak pada kemahiran dalam menghafal ayat-ayat Kitab Suci, aktif dalam kehidupan mengereja atau terletak pada status dan pakaian tertentu seperti pemimpin gereja/jemaat dan jubah? Jawabannya tentu berdasarkan kadar dan kualitas iman pribadi. Pada kesempatan ini saya mengajak kita untuk bercermin pada konsep bekal dalam kehidupan iman keagamaan versi Yesus. Diceritakan oleh penginjil matius bahwa suatu ketika Yesus mengutus para murid untuk sebuah perjalan misi. Yesus berpesan “Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di situ seorang yang layak dan tinggallah padanya sampai kamu berangkat. Apabila kamu masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke atasnya, jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Mungkin kita mengamini bersama kalau bekal satu-satunya untuk perjalanan dan perjuangan misi kerajaan Allah yakni iman. Dalam tugas yang dipercayakan kepada para murid, Yesus mengingatkan mereka untuk tidak memikirkan soal perbekalan mereka. Tentunya dalam hal ini bekal yang bersifat lahiriah dan fana. Mereka tidak perlu mengkhawatirkan semua itu. Suatu hal yang menarik bahwa sebagai utusan para murid percaya penuh pada Yesus yang mengutus mereka. Dan sebaliknya, Tuhan juga menaruh perhatian besar pada para utusan-Nya. Tuhan akan memperhatikan kebutuhan mereka dan Tuhan juga akan melindungi mereka. Yang terutama adalah bahwa mereka menjadi utusan yang sungguh-sungguh sehingga sebanyak mungkin orang mendengar warta keselamatan itu. Yesus mengingatkan bahwa akan ada yang menerima mereka tetapi akan ada pula yang menolak mereka. Para utusan Yesus harus siap mengalami kenyataan seperti ini. Tetapi pada “hari penghakiman” Tuhan akan mengadakan perhitungan: yang menolak tawaran itu akan menanggung hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang dijatuhkan Tuhan atas Sodom dan Gomora. Perjuangan kita dalam usaha untuk mapan dalam segala hal baik ekonomi, politik sosial dan ilmu hendaknya jangan sampai mengganggu apalagi menghambat persiapan kita untuk menyiapkan bekal bagi kehidupan kita diakhirat. Bekal-bekal lain seperti harta, pangkat, kejeniusan dan sebagainya adalah factor pendukung bagi sebuah bekal untuk kehidupan abadi yakni iman kita yang utuh dan hidup pada Yesus Kristus. Ketahuilah iman itu bukan sesuatu yang lahiriah tetapi suatu yang bersifat batiniah. Kualitas iman akan senantiasa terpancar dalam sikap hidup yang penuh kedamaian, kesederhanaan, solidaritas dan penuh kekeluargaan.
Share:

SOAL PERANAN

Setiap orang bisa, mampu dan seharusnya menjalani suatu peran tertentu. Tanpa sebuah peran, hidup itu seperti bayang-bayang, tanpa orientasi dan sasaran. Anda, saya dan semua orang tentunya memahami dan mengerti apa itu peran. Peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama. Peran lebih enak didekatkan dengan kata peranan yang berarti sebuah prihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini meruapakan rangkaian peraturan-peratuatran yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. Dengan demikian peranan lebih dekat dengan kata status dimana terdapat hak, kewajiaban atau tanggung jawab tertentu. Dalam kotbah di atas bukit, Yesus bersabda: “Kalian ini garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah dapat diasinkan? Tiada gunanya lagi selain dibuang dan diinjak-injak orang. Kalian ini cahaya dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya cahayamu bersinar di depan orang, agar mereka melihat perbuatanmu yang baik, dan memuliakan Bapamu di surga.” Tahukah kita sekalian tentang fungsi sebuah garam? Fungsi garam bukan hanya untuk menyedapkan rasa pada makanan, tetapi juga untuk mengawetkan daging atau ikan. Semntara lampu adalah sarana ampuh untuk menumpas kegelapan dan kedinginan. Lalu bagaimanakah hubungannya dengan peranan kita sebagai murid-murid Kristus. Hemat saya, panggilan kemuridan, dengan kesaksian hidupnya yang bermutu, mengawetkan dunia dari kehancuran karena dosa. Dan lagi, pola hidup mereka yang baik, menyinari orang-orang yang hidup dalam kegelapan. Ketahuilah saudara/iku, seekor burung dapat disebut burung jika ia terbang, sekuntum mawar disebut mawar jika ia mekar dan seorang manusia yang memiliki jati diri dan sunggu disebut manusia jika ia mencinta. Apa yang terjadi jika burung itu tidak bisa terbang, mawar tak mampui mekar dan manusia tidak lagi saling mencinta maka identitas mereka sebagai burung, mawar dan manusia serentak dipertanyakan.
Share:

SOAL HATI

Penghormatan kepada Hati Yesus Yang Mahakudus sudah mulai berkembang sejak abad VII dan semakin tersebar luas setelah penglihatan-penglihatan Santa Margareta Maria Alacoque (1647-1690). Pada tahun 1856, Paus Pius IX memasukkan Pesta Hati Kudus Yesus dalam penanggalan liturgi. Melalui perayaan ini, kita diajak untuk menghormati dan mensyukuri cinta serta belas kasih Allah yang memancar dari Hati Yesus yang Mahakudus seraya memohon agar kita dapat mengambil bagian dalam kekudusan hati-Nya sehingga kita pun mempunyai kasih yang berkobar kepada Tuhan dan sesama. Bacaan-bacaan pada Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus ini menegaskan bahwa cinta dan belaskasih Allah kepada kita itu kekal dan tanpa batas. Meskipun kita adalah manusia berulang kali jatuh ke dalam dosa, membangkang dan meninggalkan Allah, tetapi Ia tetap setia dan hati-Nya penuh belas kasih. Cinta dan belas kasih Allah itu mencapai puncak dan kepenuhannya dalam diri Yesus Kristus yang mengorbankan diri-Nya di kayu salib demi keselamatan kita. “Di dalam Dia, kita beroleh keberanian dan jalan menghadap kepada tahta Allah” (Ef 3:12). Pengorbanan diri Yesus yang didasari oleh cinta dan belas kasih-Nya membuka jalan keselamatan bagi kita. Maka, kita diajak untuk “memahami betapa lebar dan panjangnya, dan betapa tinggi dan dalamnya kasih Kristus; juga supaya dapat mengenal kasih Kristus itu, sekalipun melampaui segala pengetahuan” (Ef 3:18-19). Pada saat Yesus mengorbankan diri-Nya di kayu salib, ketika lambungnya ditikam dengan tombak, mengalirlah darah dan air (Yoh 19:34). Peristiwa ini begitu penting dan ditekankan oleh Yohanes sampai ia mengatakan, “Orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya" (19:35). Peristiwa ini menjadi lambang yang menyatakan arti wafat Yesus di kayu salib, yang dapat dimengerti dengan baik kalau kita dapat menangkap lambang-lambang yang dipakai. Dalam perayaan Ekaristi, saat persiapan persembahan, Imam mencampurkan air ke dalam anggur yang akan dikosekrir menjadi Darah Kristus. Pada saat pencampuran itu, Imam berdoa, “Sebagaimana dilambangkan oleh pencampuran air dan anggur ini, semoga kami boleh mengambil bagian dalam keallahan Kristus yang telah menjadi manusia seperti kami”. Melalui tindakan simbolis ini, kita diajak menghayati penjelmaan Kristus, Sang Putera Allah, yang menjadi awal karya penyelamatan-Nya. Dengan penjelmaan-Nya itu, Ia tinggal di tengah-tengah kita sampai akhirnya Ia wafat bagi kita. Wafat-Nya itulah yang menjadikan kita dapat mengambil bagian dalam keallahan-Nya sehingga kita “dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (Ef 3:19). Artinya, dengan wafat-Nya, Kristus menebus kita dan menganugerahi kita kehidupan kekal, yaitu kehidupan abadi bersama Allah sepenuhnya dan selama-lamanya. Perayaan Hati Kudus Yesus mengajak kita untuk merenungkan pengalaman hidup kita yang sungguh diper-hati-kan oleh Allah dengan kasih-Nya yang tanpa batas. Ia rela mengorbankan diri demi kesalamatan kita. Semoga, dengan iman akan kasih Tuhan yang tanpa batas itu, kita berani mengarungi samudera kehidupan yang penuh liku dan perjuangan ini. Kasih itu juga mendorong dan menggerakkan hati kita untuk selalu siap membagikan kasih kepada sesama kita. Yesus yang lembut dan murah hati, jadikanlah hati kami seperti hati-Mu!
Share:

SOAL PROSES

Proses adalah sebuah alur untuk menggapai dan meraih sesuatu. Melangkahi proses adalah sikap tidak santun yang berujung pada kegagalan dan kegalauan. Kecenderungan yang mencemaskan dalam masyarakat modern sekarang ini adalah gaya hidup yang doyan melangkahi proses. Orang ingin cepat-cepat kaya, ingin besar dan sukses secara tiba-tiba atau ingin dikenal tanpa harus memperkenalkan diri dalam satu cara. Dalam lingkungan anak muda, ada kecenderungan berpikir, mengikuti proses adalah cara lama yang sudah out of date/ketinggalan zaman. Apa yang terjadi, banyak perhatian dan energi yang terkuras percuma untuk mengejar ketinggalan dan cepat-cepat ingin meraih cita-cita dan merebut prestasi. Waktu kuliah yang seyogianya delapan semester, dibuat hanya lima semester walau harus mengorbankan kesehatan, relasi yang berantakan dan menjadi pribadi super sibuk. Rupanya menjadi manusia sibuk atau super sibuk dianggap sebagai gaya hidup bergensi. Bandingkan saja gaya hidup seorang pengusaha atau seorang artis. Manusia bukan lagi mengejar waktu tetapi dikejar waktu. Dengan kata lain melangkahi proses membuat manusia teralienasi dan terasing dari dirinya sendiri, sesama dan Tuhan. Penginjil Markus hari ini menampilkan cerita Yesus soal sikap seorang anak muda yang ingin melangkahi proses. Anak muda yang mau mengikuti Yesus rupanya telah menyedot banyak energy hanya karena perhatiannya yang terlampau besar pada kekayaan dan prestasi namun tanpa dilandasi oleh sebuah fondasi iman yang kokoh dan matang. Ia menganggap diri mampu untuk melakukan semua perintah Allah seperti perintah jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri dll. Hal ini menyata dalam jawabannya terhadap pertanyaan Yesus soal butur-butir perintah Allah. Ia menjawab “Semua itu sudah kuturuti sejak masa mudaku”. Tersirat sebuah harapan untuk mendapat pujian dari Yesus. Namun apa yang terjadi, Yesus justru menantang agar ia harus menjual semua yang dimilikinya seperti harta kekayaan, kebebasan dan keinginan pribadi untuk dapat mengikuti Yesus. Anak muda itu akhirnya memilih untuk pergi karena takut kehilangan harta kekayaan dan popularitas pribadi. Mimpi terbesar yang dimiliki hampir sebagai besar anak muda dewasa ini yakni menjadi pegawai negeri sipil. Status PNS menjadi hal yang membanggakan walau tanpa disadari bahwa birokrasi dan struktur yang kaku dan berbelit-belit dalam tubuh pemerintahan telah membunuh semangat kreatifitas dan daya juang seseorang. Apa yang terjadi bila lowongan PNS sangat sedikit di tengah meluapnya para pencari kerja? Pengangguran terdidik semakin menjamur di tengah banyaknya peluang usaha dalam bangsa yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Bercermin dari kenyataan ini, maka sebenarnya generasi bangsa sekarang adalah generasi bermental intan, cari gampang dan tak punya nyali dalam berwirausaha. Hal ini juga menyata dalam kehidupan beriman. Banyak yang menjual bendera agama dan iman untuk memiliki kemudahan dalam hal ekonomi dan politik. Tuhan dijadikan modal promosi untuk kenyamanan dan popilaritas pribadi. Hari ini Yesus menyadarkan kita sekalian bahwa menjadi murid Yesus bukanlah soal like dislike tetapi soal keyakinan dan komitment yang kuat untuk memperjuangkan kebenaran dan kesejahteraan umat manusia seluruhnya. Ketahuilah, hal terbaik yang anda lakukan kepada orang lain bukan memberi kekayaan yang anda miliki tetapi memberi sesuatu sehingga ia memperoleh kekayaannya sendiri.
Share:

SOAL UPAH

Upah dan kerja adalah dua hal yang berbeda tetapi memiliki hubungan yang sangat erat. Upah dan kerja berkaitan erat soal hak dan kewajiban. Dengan demikian kita tidak mempunyai sedikitpun alasan untuk memintah upah selagi kita mengabaikan kewajiban kita dalam kerja. Akhir-akhir ini pembicaraan tentang upah dan kerja telah menjadi hal yang selalu actual untuk dibicarakan. Banyak orang mengeluh karena upah yang diterimanya tidak sebanding dengan banyaknya waktu dan beban kerja yang dijalaninya. Tetapi tidak sedikit orang yang mengeluh karena upah yang diberikan terasa tidak sepadan dengan kualitas kerja dan hasil yang diterima. Dari sini dapat dilihat bahwa perang dingin antara pekerja dan pemilik modal terus berlanjut dan tidak akan pernah berakhir. Bandingkan saja cerita tentang revolusi industry di Inggris beberapa abad lalu. Lantas? Bagaimanakah upah kita sebagai seorang murid Kristus. Apakah upah yang bakal diterima oleh seseorang yang mendermakan diri untuk kerajaan Allah? Penginjil Markus menceritakan bagaimana Petrus mengungkapkan keprihatinannya, betapa tidak gampang untuk memperoleh kehidupan kekal. Setelah Yesus berkata betapa sukarnya orang kaya masuk Kerajaan Allah, berkatalah Petrus kepada Yesus, “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau.” Maka Yesus menjawab, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, barangsiapa meninggalkan rumah, saudara-saudari, ibu atau bapa, anak-anak atau ladangnya, pada masa ini juga ia akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak-anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan; dan di masa datang ia akan menerima hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir,dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.” Petrus menyatakan bahwa bersama dengan teman-temannya yang lain, ia telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus. Mereka telah menjadikan Yesus satu-satunya kekayaan mereka. Yesus lalu memberi kepastian bahwa mereka yang dengan sukarela meninggalkan segala-galanya akan mendapatkan kembali seratus kali lipat, dan pada masa yang akan datang mereka akan mendapatkan jaminan hidup kekal. Yesus adalah segala-galanya bagi kita. Keberanian dan komitmen kita adalah hal yang mesti dimiliki ketika kita menyatakan “ya” atas tawaran kasih Yesus. Menjadi pelayan Tuhan tidak bisa disamakan dengan lapangan kerja yang berkaitan dengan upah. Mengutip pernyataan Paulus yakni upah kita adalah tanpa upah. Bila kita menyamakan karya pelayan dengan lapangan kerja maka yang terjadi adalah sebuah kekosongan yang mengerikan. Kita kehilangan orientasi dan arah dalam karya-karya pelayanan kita. Sekali lagi jubah bukanlah simbol status sosial yang dihubungkan dengan prestasi dan ekonomi tapi sebaliknya jubah adalah simbol kesederhanaan dan pelayanan tampa pambrih kepada semua orang. Iman dan kepercayaan kita adalah hiburan terbesar dalam menempuh ziarah pangggilan kita sebagai murid-murid Kristus.
Share:

SOAL KEHADIRAN

Arus transportasi dan komunikasi zaman ini telah membawa kemudahan bagi manusia dalam usaha dan karya. Dunia terasa begitu kecil bagai sebuah dusun mungil yang mudah dijangkau dan ditapaki. Kita semua pasti sangat berbangga dan puas walau ditaburi banyak kecemasan dan ketakutan. Arus transportasi dan komunikasi yang begitu pesat ternyata bukan hanya memberi banyak kemungkinan bagi manusia dalam berekspresi tetapi juga bisa menjauhkan yang dekat. Aktus kehadiran telah menjadi pristiwa langka dan sulit dibuat. Kehadiran diri personal dapat saja diwakili oleh selembar amplop berisi uang atau sebungkus kado hadiah. Bandingkan saja pengalaman berbagai kelompok arisan dalam masyarakat. Banyak anggota yang merasa tidak wajib hadir asalkan saja kewajibannya menyetor uang arisan dipenuhi atau yang sedikit lebih santu biasanya mengutus seseorang yang dapat mewakili. Atau juga soal keharan kita dalam ibadat atau misa kudus. Orang merasa tidak wajib hadir dengan sebuah alasan klasik dan murahan, toh Tuhan ada di mana-mana. Padahal kehadiran kita adalah tanda sekaligus merupakan berkat dsan kegembiraan bagi orang lain. Kehadiran tidak bisa diidentikkan dengan kado dan uang tetapi soal nilai sopan santu dan penghargaan. Kita diminta atau diharapkan hadir karena kita begitu berharga di mata sesama kita. Di hari pesta Maria mengunjungi Elisabet ini saya ingin mengajak kita untuk bercermin pada spiritualitas kehadiran seorang Bunda Maria. Apa dan bagaimanakah nilai kehadiran yang sejati? Penginjil Lukas hari ini menampilkan cerita cinta tentang bagaimana Maria mengunjungi Elisabet saudaranya. Dua orang bersaudara ini sebenarnya dalam keadaan cerita hidup sama-sama unik dan menarik. Maria mengandung dari Roh Kudus sementara Elisabet mengandung seorang anak diusianya yang sudah usur. Secara ilmiah dan manusiawi status kandungan dari dua bersaudara ini sulit diterima. Bagaimana seorang perempuan mengandung tanpa kehadiran seorang laki-laki yang dapat disebut suami atau bagaimana mungkin bisa mengandung dalam usia yang sudah lanjut. Semuanya membingungkan tetapi sangat nyata dan real. Kunjungan Maria kepada saudaranya Elisabet merupakan cerita biasa dan lumrah. Sesama saudara biasa dan harus saling mengunjungi. Mungkin yang perlu didalami secara lebih mendalam yakni soal inisiatif dan esensi dari sebuah kunjungan. Tentunya yang menjadi penginisiatif dari cerita ini yakni Maria dan esensi dari kunjungan itu yakni soal kehadiran semata. Maria mengunjungi Elisabet dan bukan sebaliknya Elisabet mengunjungi Maria. Lebih dari itu salam kehadiran Maria menggetarkan jiwa Elisabet dan anak dalam kandungannyapun melonjak penuh kegirangan. Ada apa ini? Apakah sebuah kebetulan atau ada hal lain dari nilai sebuah kehadiran? Mungkin kehadiran kita kita tidak seheboh seperti kehadiran seorang Maria sebagaimana yang dialami Elisabet, tetapi kita patut bertanya diri sejauhmana kita telah berinisiatif untuk mengunjungi orang lain dan bagaimanakah dampak lanjut dari kunjungan kita. Tentunya kunjungan kita tidak disambut meriah seperti lazimnya kunjungan kerja para pejabat pemerintah atau kunjungan kerja seorang pejabat gereja seperti Paus, Kardinal atau Uskup. Inti dari spiritualitas kehadiran Maria yakni kerelaan kita untuk mau mengnjungi dan memberi rasa aman, tenang dan gembira bagi orang yang kita kunjungi. Jangan sampai kehadiran kita membebankan orang lain atau bahkan membuat orang merasa tersakiti. Ketahuilah kunjungan tidak selalu diidentikkan dengan buah tangan atau oleh-oleh tetapi duduk mendengar keluh kesah dan rintihan hati sesama sudah merupakan bentuk dari sebuah spiritualitas kehadiran Maria. Hari ini kita menutup bulan Maria tetapi bukalah hatimu sebab Bunda Maria senantiasa datang dan merangkul jiwamu menuju hati terkudus Yesus.
Share:

Soal Hidup Keagamaan

Negara Indonesia adalah negara beragama bukan negara agama. Beragama artinya memiliki banyak agama dan hal itu diakui dalam butir pertama pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Namun siapa yang pernah menduga kalau agama-agama di Indonesia telah ditunggangi oleh berbagai kelompok kepentingan. banyak oknum yang berjuang untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan politik mengatasnamai agama. Isu-isu keagamaan biasanya sangat santer menjelang pesta demokrasi / pemilihan umum. Bahkan ada tega dan berani mengunakan kesempatan beribadah dan berdiri di atas mimbar Sabda, berbicara tentang hal yang berkaitan dengan politik. Tidak bisa dipungkiri bahwa berbicara tentang iman tidak terlepas dari diskusi soal ekonomi dan politik, tetapi perlu diingat, iman adalah perkara batiniah yang bersifat sangat pribadi, bukan sesuatu yang mesti diperagakan secara bombastis ala orang Farisi pada zaman Yesus. Dalam konteks Indonesia, pemandangan yang menggelikan terjadi. Orang tidak segam-segan mengunakan pakaian keagamaan untuk mengejar dan menuding yang lain kafir. Dalam khotbah di bukit Yesus berkata“Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kalian tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Kalian telah mendengar apa yang disabdakan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya, harus dihukum! Barangsiapa berkata kepada saudaranya: ‘Kafir!’ harus dihadapkan ke mahkamah agama, dan siapa yang berkata: ‘Jahil!’ harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Sebab itu jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah, dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dia di tengah jalan, supaya lawanmu jangan menyerahkan engkau kepada hakim, dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya, dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar utangmu sampai lunas.” Kita sering menganggap sikap terhadap sesama sebagai perkara yang sepele, remeh, tidak perlu dikaitkan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, misalnya ketika sedang berdoa dan semacamnya. Atau sebaliknya ada orang yang mengira doa dan persembahan dapat membereskan konflik dengan sesama di mata Tuhan. Tentu saja perkiraan dan pandangan ini tidak benar; maka Tuhan meluruskannya dengan memberikan pengajaran-Nya. Memang mempersembahkan korban itu sangat mulia dan luhur karena memperlihatkan sembah sujud dan bakti kita kepada Tuhan. Tetapi, semua itu tak ada artinya bila orang juga melakukan kejahatan terhadap sesamanya, seperti kekerasan fisik: membunuh, dan bahkan kekerasan non fisik: menghina, mengcacii-maki. Walaupun ia rajin membawa korban persembahan, orang seperti ini tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Bagi Tuhan hubungan manusia dengan sesamanya itu sangat menentukan dan mewarnai hubungan manusia dengan diri-Nya. Oleh karena itu, korban persembahan dan doa bukan hanya sekadar upacara ritual yang lahiriah atau dilakukan dalam kemunafikan seperti halnya orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Ketahuilah saudara dan saudariku, hati yang bersih menjadi syarat mutlak bagi seseorang yang hendak mempersembahkan korban dan amal kepada Tuhan dan sesama. Maka Tuhan menuntut agar orang terlebih dahulu membersihkan hatinya dengan cara memperbaiki kembali relasi yang retak dengan sesama, atau berdamai lebih dahulu dengan sesamanya, sebelum menghadap Tuhan.
Share:

SOAL KEMAUAN

Kisah sukses kebanyakan orang selalu berawal dari sebuah kemauan. Hal ini ingin menegaskan sebuah pernyataan bahwa dimana ada kemauan pasti ada jalan. Dalam sebuah kemauan akan terbuka sebuah inisiatif, alternative, solusi dan kreatifitas. Lalu apa itu kemauan? Bagaimana kemauan itu bisa dilukiskan dalam berbagai alur kisah sukses? Mungkin perlu disadari bahwa kemauan sebenarnya keinginan teguh dalam diri yang didukung oleh sebuah komitmen dan daya juang. Tanpa sebuah komitmen dan daya juang maka kemauan tidak lebih dari sebuah angan semata yang bersifat fatamorgana. Kemauan berasal dari sebuah kata kehidupan yakni mau atau ingin. Itu berarti semua orang mempunyai hasrat atau mimpi yang mau atau ingin diraih. Namun sekali lagi kemauan atau keinginan dalam diri harus didukung oleh sebuah orientasi yang jelas dan tegas. Kita tidak bisa menginginkan kesuksesan dalam usaha dan karya atau dalam bidang akademis tanpa didukung oleh sebuah sikap dan gaya hidup disiplin, hemat dan memiliki berdaya juang. Kemauan untuk maju dan sukses dalam usaha dan karya serta gemilang dalam hal akademis hampir sama bentuknya dalam kisah kemauan seorang beriman untuk dekat dengan Tuhan penciptanya. Iman bukanlah sesautu yang terberi tanpa sebuah perjuangan untuk menjernihkannya dalam satu cara. Iman yang tidak dipugar atau dimurnikan akan berujung pada dua ekstrim yang menakutkan yakni radikalisme agama dan atheisme modern. Kemauan untuk selalu dekat dengan Tuhan harus dijabarkan dalam berbagai sikap hidup baik dalam doa maupun relasi yang dibangun dengan orang lain. Doa tanpa sebuah relasi yang baik dengan orang lain adalah bentuk kemunafikan yang mengkerdilkan diri sendiri. Penginjil Matius menampilkan cerita Yesus soal kemauan seorang perempuan yang menderita penyakit pendarahan untuk menjamah jumbai jubah Yesus. Kemauan untuk mendekati dan mejamah jubah Yesus bukanlah sebuah gerakan reflex yang tanpa maksud dan tujuan. Ia menjamah jubah Yesus karena didorong oleh sebuah keinginan untuk sembuh. Memang terasa sulit dimengerti, sebuah kesembuhan terjadi hanya dengan menjamah jumbai jubah tetapi justru pada saat itulah ia mempertontonkan sebuah kualitas iman yang kokoh kepada Yesus dan semua orang. Kepadanya, Yesus berpesan, teguhkanlah hatimu sebab imanmu telah menyelamatkan kamu. Lain halnya dengan kadar iman kebanyakan orang yang tertawa sinis ketika di rumah Yairus Yesus mengatakan “Anak ini tidak mati tetapi tidur”. Dengan ini mau menegaskan bahwa iman yang hidup akan terlukis dalam sebuah sikap penyerahan, kerendahan hati dan kepasrahan pada penyelanggaraan Allah. Iman atau kepercayaan itu mempunyai kekuatan yang dahsyat. Ia dapat menyembuhkan. Ia dapat menyelamatkan. Agar iman dapat tumbuh dan kokoh kita senantiasa berusaha mendekatkan diri dengan Allah. Kemauan untuk mendekatkan diri dengan Allah memampukan kita untuk bertahan dalam situasi sulit sekalipun. Iman dan kepasrahan kepada Allah selalu dituntut dari kita, walaupun tidak selalu sempurna. Kita dapat menyuburkan iman lewat doa-doa di rumah, misa atau ibadat di gereja, di lingkungan dan ikut aktif menggereja dan bermasyarakat. Rasul Paulus mengingatkan kita agar dalam kehidupan beriman kita juga memperhatikan kepentingan sesama, khususnya kaum miskin dan terpinggirkan. Solidaritas kepada kaum miskin itu bukan supaya mereka mendapat keringanan, tetapi terutama supaya ada keseimbangan. “Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis: “Orang yang mengumpulkan banyak tidak kelebihan, dan orang yang mengumpulkan sedikit tidak kekurangan”. Di sini ditekankan sikap mau berbagi dengan sesama dan kepedulian kita terhadap sesama, rasa senasib sepenanggunangan seperti yang diteladankan oleh Yesus. Kita telah dibaptis dalam nama Yesus Kristus. Kita telah dipersatukan dengan-Nya. Maka kita dapat membedakan kebenaran dan kejahatan. Segala sesuatu yang benar dan kekal berasal dari Allah, sedang segala kejahatan yang mengakibatkan kehancuran berasal dari setan. Oleh karena itu dalam segala keadaan kita mempergunakan iman sebagai perisai agar kita selamat.
Share: