Thursday 29 December 2016

Cakrawala di Muara Benenain

Prolog. 
Mengalir saja. Tanpa hambatan, tanpa paksaaan. Itulah sungai Benenain. Sungai ini mengalir di sepanjang jarak 135 kilometer. Tentunya jauh lebih panjang dari Sungai Noelmina yang hanya 97 kilometer. Walau kedua sungai ini terdapat di pulau Timor, namun sungai Benenain jauh lebih dikenal dari sungai Noelmina. Tahu kenapa? Mungkin bukan soal panjang alirannya tetapi cerita tragis di dalam pusaran aliran itu. Sudah beratus nyawa menghilang di sekitar muara Benenain. Cerita banjir dengan segala kerugian di dalamnya adalah cerita klasik yang hampir dirasa biasa dan biasa-biasa saja. Masyarakat di sekitar muara sungai Benenain terlihat betah dan “enjoy”. Tidak heran penyair muda Malaka, Robert Fahik mengekalkan sunggai Benenain dalam novel beraroma tragis sekaligus penuh romantis. “Seperti Benenain, Cintaku Terus Mengalir Untukmu”. Aliran sungai yang terhitung ganas itu, kenudian dilihat dalam aliran cinta. Ah... nanti akan kuceritakan makna terdalam dari novel ini. Kali ini tentang Cakrawala di muara Benenain.
Tentang sungai Benenain selalu mendulang cerita harapan sekaligus keputusasaan. Yah, mungkin bisa dilukiskan dalam fondasi pemikiran masyarakat China. Alam semesta ini digolongkan menjadi dua yaitu baik dan buruk. Baik mencerminkan sifat Yang dan buruk mencerminkan sifat Yin seperti diungkap dalam kitab klasik Taoisme (Tao te Ching) sebagaimana dikutip oleh McCreery (dalam Scupin, 2000:289).
Lalu bagaimanakah kosmologi Cina ini, dipadukan dalam cerita Benenain? Benenain di musim kemarau, pasti bercerita tentang tumpukan ribuan kubik pasir yang bisa diambil begitu saja dan dijual dengan harga yang sangat menguntungkan. Di sisi lain, ada bagian cerita walaupun tidak mewakili semua, tentang kekeringan yang meresahkan dan berdampak pada gagal panen. Bagaimana bisa dibayangkan, kekeringan justru terjadi di muara sungai besar seperti Benenain?  Lain cerita di musih hujan. Setiap menit, ribuan pasang mata terarah ke gunung Mutis. Jika ada tumpukan awan gelap kehitaman di sana, maka tak lama lagi sebuah banjir badang segera datang. Batu, kayu, rumput dan lumpur, pasti dibawa serta. Setiap orang dituntut untuk berjaga-jaga. Minimal bisa menyelamatkan diri atau keluarganya. Saat banjir datang dan berlalu, ratapan akan kehilangan keluarga atau harta adalah suasana pilu yang menyayat hati. Sementara itu, dari kampung tetangga terdengar cerita tentang hasil perkebunan yang berlimpah. Beragam jenis buah-buahan segar dari daerah sekitar Benanai, dirasakan oleh masyarakat hampir seluruh daratan pulau Timor bahkan hingga ke pulau Flores dan Alor. Mungkin ini pula yang menjadi alasan mengapa, masyarakat setempat sulit untuk meninggalkan daerahnya. Mereka ingin tetap berada di tanah leluhurnya.  Gemuruh banjir yang ganas dan menakutkan, terasa biasa dan biasa-biasa saja.
Kota Betun, yang berjarak tak jauh dari jembatan Benenain, ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Malaka. Pusat pemerintahan, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Sebagai ibukota Kabupaten termuda di Provinsi NTT, Betun butuh waktu dan biaya untuk berbenah dan perlahan pembangunan terus mengeliat. Menata pembangunan yang terencana dan tepat sasar demi mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, memang salah satu maksud hadirnya UU otonomi daerah. Malaka memang butuh waktu, energi dan biaya untuk membangun khususnya pembanguanan di bidang pendidikan. 

Cakrawala Datang
Pagi masih belia. Dari Kota Sari Kefamenanu, saya didampingi wartawan Cakrawala Kabupaten Kupang, Yupiter Lionati beranjak  menuju Betun. Mobil APV hitam sengaja dipilih untuk menaklukan medan jalan yang katanya, berlubang banyak. Demi memotong jarak tempuh, jalur Nurobo adalah pilihan tepat. Di sepanjang jalan, wajah masa depan bangsa banyak terlihat dalam seragam merah-putih. Menatap wajah mereka yang polos, terbayang kembali masa kecilku yang penuh semangat dan gairah. Sesaat melirik pin bertulisan “ I Love Guru” yang melekat di dada, Handphond-ku berdering. Bapak Paulus Nahak, S.Pd, selaku ketua panitia kegiatan pelatihan menulis karya ilmiah guru memberi kabar. “Peserta sudah ada dan sedang menanti kehadiran bapak”, katanya singkat. Tiba-tiba wajah guru-guruku dari semenjak Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) datang melintas. Kebanyakan dari mereka sudah berumur, ada yang pensiun dan beberapa yang lainnya sudah meninggal dunia. Para guru yang telah mengajar dan mendidikku. Akhir-akhir ini banyak yang mengeluh dan pasrah, ketika mereka harus menunjukkan profesionalismenya sebagai guru dalam bentuk karya tulis. Pemerintah tuangkan itu dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PerMenPAN-RB) No. 16 / 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Guru-guruku kebanyakan kandas di golongan IV/A bahkan beberapa diantaranya masih terkantung-kantung di golongan III/C. Belum lagi dengan nasib guru-guruku yang saat ini masih berstatus honor daerah dan komite?
Di pelataran Kota Betun, kami disambut udara panas yang menyengat. Padahal Betun berada di pesisir pantai. Kemanakah angin bertiup? Berhenti sejenak dan menukar pakaian adalah keharusan sebelum menuju SDK Betun 1 tempat kegiatan yang dimaksud. Kami langsung diterima Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Malaka, Dra. Yosefina Matilda. Puluhan peserta yang ada, adalah para guru agama senior. Ada yang satu atau dua tahun lagi pensiun. Mereka meminta bahkan memohon agar tim Media Pendidikan Cakrawala NTT bersedia mendampingi mereka menulis. “Pak Gusty, kami hampir menyerah. Jika hanya sekadar untuk kenaikan pangkat tanpa ada kosekuensi lanjut terkait tunjungan dan sebagainya, mungkin sebaiknya kami begini saja. Kami harus akui kalau kami jarang menulis sebentuk karya tulis ilmiah. Kami para guru agama apalagi sudah berumur begini, lebih banyak membaca Alkitab dan beberapa jenis buku doa yang lain. Itupun kalau tidak sibuk di sekolah atau di rumah. Adoh...pusing”, ungkap seorang peserta.
Tanpa menunggu lama, Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Malaka, Dra. Yosefina Matilda membuka kegiatan dengan resmi. Dinamika pendampingan penulisan karya ilmiah dimulai. Kali ini tentang Karya Ilmiah Populer. Apa yang harus tulis, bagaimana harus memulai dan kapan harus diakhiri adalah teori singkat dari proses pendampingan ini yang hanya menelan waktu dua puluh menit. Puluhan jam tersisa adalah kegiatan menulis. Pendampingan dari orang per orang untuk menghasilkan tulisan sebanyak 800 kata. Di hari pertama, kebanyakan peserta hanya bisa mendapatkan judul dan sedikit pendahuluan. Kesabaran, ketelitian dan strategi menciptakan suasana rileks dan nyama, sangat dibutuhkan dalam proses pendampingan ini. Itulah gaya tim Media Pendidikan Cakrawala NTT. Nada-nada keakraban terselib dalam humor kocak yang membuat peserta terbahak dan untuk sesaat lupa menulis. Tiga hari penuh, dalam proses mendampingan ini akhirnya menuai hasil yang mencengangkan. Para peserta yang adalah guru-guru senior itu, bisa menulis karya ilmiah. Mereka bisa karena mereka adalah guru. Mereka menulis persolaan yang ditemukannya saat mengajar siswa/siswinya di kelas, mencari akar dari persoalan itu dan akhirnya menulis beragam langkah-langkah konkrit atau metode sebagai sebuah solusi.
Hujan turun ke kota Betun. Lebat dan lama. Udara panas diawal kedatangan Cakrawala berubah sejuk dan nyaman. Aroma ilmiah terasa sudah. Beberapa sekolah menengah siap menjadi sekolah binaan Media Pendidikan Cakrawala NTT. Kerinduan dan penantian yang panjang selama tiga tahun akan hadir sang Cakrawala terjawab sudah. “Kami sangat bangga atas kesempatan istimewa ini. Ternyata keraguan bahkan ketakutan kami selama ini tidak benar. Kami bisa menulis. Media Pendidikan Cakrawala NTT datang dan menjawab kebutuhan kami. Kami berharap, jangan biarkan kami sendiri lagi. Kami sudah tua tapi kami masih mau belajar. Dalam waktu tidak lama di awal tahun 2017, kami mau mengundang cakrawala. Dalam Alkitab, memang sudah tertulis. “Allah menaruh semua itu di cakrawala untuk menerangi bumi (Kej, 1:17)”, ungkap Gaspar Ulu, guru Agama Katolik SMPN 1 Malaka Timur. 

Epilog
Mengalir saja dan biarkan semuanya terinspirasi. Media Pendidikan Cakrawala NTT datang dan selalu siap bersinergi dengan siapapun dan lembaga manapun. Tujuan dan maksud hanya satu yakni bersinergi membangun pendidikan, menyambut generasi emas NTT 2050. Dengan demikian sasaran bidik cakrawala jelas yakni literasi pendidik dan peserta didik. Guru dan siswa harus biasa dan bisa menulis. Guru yang digugu dan ditiru harus mampu memberi telada atau formator bagi siswa untuk membaca dan menulis. Siswa jangan pernah berkata “saya masih muda, baca dan tulis nanti dulu.” Jika itu yang dipikirkan maka dunia tidak akan pernah mau mengenalmu. Bukankah dengan membaca kita mengenal dunia maka menulis adalah cara cerdas untuk dikenal dunia? Jika Benenain itu ada dan mengalir dalam maksud ganda, baik dan buruk seperti dalam kitab klasik Taoisme (Tao te Ching), maka cakrawala NTT bukanlah demikian. Media Pendidikan Cakrawala NTT datang dan membawa hujan harapan dan rasa optimis para guru dan anak-anak NTT. NTT bisa, Indonesia jaya.

Benenain dan Cakrawala tetap ada dan terus mengalir. Namun Benenain tidak akan pernah merubah wajah cakrawala yang bertengger di atasnya. Benenain adalah realitas alam yang “bergantung” pada posisi cakrawala. Itu artinya, merubah wajah Malaka bukan oleh sunggai Benenai tetapi oleh cakrawala pendidikan. Generasi muda Malaka yang cakrawala (cakap, kritis dan berwawasan luas) adalah penentunya. Hemat saya, pendidikan adalah fundasi utama penggerak pembangunan daerah. Pemerintah, sekolah, orangtua dan stakeholders pendidikan lainya, harus bersinergi membangun pendidikan. Cakrawala telah datang dan ingin selalu bertengger indah di muara Benenain. Salam Cakrawala.
Share:

Monday 25 July 2016

Cakrawala NTT, Kami Rindu



Media Pendidikan Cakrawala NTT telah memberi aroma ilmiah di lembaga pendidikan NTT. Media ini memberi model dan konsep yang tepat dalam rangka mengakarkan literasi (baca-tulis) di kalangan guru dan siswa-siswi. Untuk kedua kalinya media ini mengunjungi sekolah kami. Terus terang kami rindu. Kami rindu untuk terus didampingi dan kami rindu tulisan para guru dan anak-anak termuat di majalah pendidikan kebanggaan masyarakat NTT ini. Pernyataan ini datang dari kepala sekolah SMA Kristen Payety,  Maria Yuliana Galla, S.Pd saat membuka kegiatan pelatiahan jurnalistik dan karya ilmiah guru tahap II di aula SMA Kristen Payeti (25/7/2016).
                Menurut Yuliana, kegiatan pelatihan penulisan karya ilmiah bagi guru dan jurnalistik bagi siswa-siswi sangat penting karena bersentuhan langsung dengan kebutuhan guru dan siswa. ”Atas nama dewan guru dan komite sekolah, saya mengucapkan selamat datang kepada tim Cakrawala NTT. Dalam rangka membumikan budaya literasi di sekolah ini, kami menyambut baik dan mendukung penuh bagi kelangsungan dan keberlanjutan kegiatan ini. Saya berharap, para siswa dan guru dapat mengunakan kesempatan ini sebaik mungkin. Memang saya sedikit kecewa karena dari berbagai edisi yang diterbitkan, belum ada karya anak-anak dari sekolah ini. Saya sangat yakin, ini  bukan kesalahan media tetapi kekurangan anak-anak kami. Saya berharap, akan banyak karya yang muncul setelah pelatihan tahap II ini”, tanda Maria Yuliana.
                Sementara itu, Nimrot Ndjunkambani selaku koordinator divisi formasi Media Pendididkan Cakrawala NTT wilayah Sumba Timur menjelaskan keseluruhan proses kegiatan pelatihan karya ilmiah dan jurnalistik di wilayah Sumba Timur. Menurutnya, kegiatan ini didukung penuh oleh pemerintah khususnya dari dinas P dan K Provinsi dan dinas PPO Kabupaten Sumba Timur. “Dalam proses pelatihan tahap II, banyak sekolah di Sumba Timur yang berniat untuk bergabung. Kami akan memulai kegiatan pelatihan ini dari sekolah-sekolah dalam kota untuk selanjutnya menyebar ke sekeolah lain di luar kota seperti sekolah-sekolah di wilayah timur dari Kabupaten Sumba Timur. Tim yang datang kali ini adalah pak Gusty Rikarno selaku pemimpin umum dan pak Robert Fahik selaku editor dan kepala divisi jurnal. Kita berharap makin banyak guru yang naik pangkat dan siswa/i semakin terampil dalam hal menulis”, ujar Nimrot.
                Kegiatan pelatihan karya ilmiah dan jurnaliatik di SMA Kristen Payety, berlangsung penuh semangat dan antusias baik dari siswa-siswi maupun para guru. Sebagaimana yang tertera dalam MoU antara Media Pendidikan Cakrawala NTT dan SMA Kristen Payety berlangsung selama dua hari. Untuk pelatihan menulis tahap II ini berlangsung dari tanggal 25-26 Juli 2016.  

Share:

Friday 22 July 2016

Mengakarkan Literasi di NTT



Tanggal 5-9 Maret 1990 di Jomtien-Thailand, 115 negara dan 150 organisasi bertemu dan menggelar  Konferensi  Dunia membahas Education for All (EFA) atau Pendidikan Untuk Semua (PUS). Koalisi besar berkolaborasi datang pemerintah nasional, masyarakat sipil, kelompok pemerhati pendidikan maupun lembaga pembangunan seperti UNESCO dan Bank Dunia. Semuaya berkomitmen meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulan semua.
Moment Hardiknas 2 Mei 2016, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Anies Baswedan mencoba menawarkan konsep PUS tersebut kepada masyarakat Indonesia. Menurutnya, pemerintah tidak bisa sendirian dalam menuntaskan masalah pendidikan. Dalam seluruh kebijakan  pembangunan pendidikan, pemerintah atau birokrasi harus terbuka untuk belajar dari masyarakat. Kementrian pendidikan dan Kebudayaan, memilih untuk merayakan kebangkitan pendidikan Indonesia dengan semua pihak. Banyak sekali kelompok masyarakat yang sudah dan sementara berkreasi memajukan pendidikan. Tidaklah berlebihan jika birokrasi belajar dari masyarakat. (Kompas, edisi 30 Mei 2016)

Konsep PUS di NTT Masih “Abu-Abu”
            Dari tahun ke tahun, masyarakat NTT selalu mengelus dada menahan malu. Hasil kelulusan Ujian Nasional (UN) tahun 2016 jenjang SMP/MTs berada pada urutan 31 dari 34 provinsi dan jenjang SMA/MA berada pada urutan 34 dan jenjang SMK pada urutan 26.  Kualitas pendidkan NTT masuk dalam kategori “Zona Merah”. Dosa siapakah ini? Siapa yang pantas menjadi ”kambing hitam”. Apakah pemerintah pusat yang hanya menganggarkan dana hanya 1,56 persen atau setara dengan Rp 36.700 per-siswa untuk setiap tahunnya? Apalah artinya Rp. 36.700 untuk sebuah kualitas pendidikan. Untuk membeli tas sekolah saja tidak cukup.
Ataukah dosa pemerintah Provinsi NTT yang seolah “memandang sebelah mata” pembangunan pendidikan NTT? Bagaimanakah kelanjutan program revitalisasi Gong Belajar? Apakah ini hanya sebatas sebuah seruan moral? Konsep revitalisasi Gong Belajar dalam bentuk pemusatan jam belajar peserta didik seyogianya harus dipertegas sesuai konteks lingkungan sekolahnya. Selain itu, memaksimalkan peran guru melalui Kelompok Kerja Guru (KKG), MGMP, Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), dan pengembangan model pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM) di sekolah dan mengelola sekolah dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS) tidak boleh sebatas seruan. Harus ada regulasi yang diikuti dengan sangsi yang jelas.
Ataukah dosa para guru? Hasil Ujian Kompetensi Guru (UKG) yang berlangsung secara nasional, banyak guru  termasuk para guru di Provinsi NTT memiliki peringkat di bawah rata-rata nasional. Bagaimana bisa keluar dari zona merah kalau gurunya saja tidak berkualitas? Ataukah ini dosa orangtua dan masyarakat? Apakah tugas mendidik anak yang seharusnya menjadi tugas orangtua dilimpahkan kepada guru? Bagaimana mungkin orangtua serta-merta mem-polisikan guru yang sedang menjalankan tugasnya untuk mendidik anak? Hmm...Teruslah mencari “kambing hitam” dan kita tetap berada pada posisi “Zona Merah”.
            Saya menilai, pemerintah, sekolah, komite dan masyarakat masih berjuang dan bekerja sendiri. Belum ada kolaborasi yang jelas dan tegas. Dinas P dan K Provinsi dan dinas PPO Kabupaten/Kota jarang mengadakan rapat koordinasi kecuali waktu menjelang UN. Tidak heran jika revitalisai program Gong Belajar tidak sampai ke tingkat satuan pendidikan. Selain itu, pihak sekolah dan komite jarang berjalan bersama. Dari hasil investigasi Cakrawala, masih ada sebagian pihak sekolah belum melihat komite sebagai mitra. Pihak komite dibutuhkan jika ada hal yang berhubungan dengan uang. Ini adalah cerita kita sekaligus derita kita. Konsep PUS di NTT masih ‘abu-abu”.

Mengakarkan Konsep PUS, Wujudkan Program Literasi Masuk Sekolah
            Kementerian Pendidikan dan Kebuadayaan (Kemendikbud), melalui Dijen Guru Tenaga Kependidikan (GTK) memberi contoh bagaimana mengakarkan PUS di NTT. Para kepala bidang TK-Paud, SD-SMP dan SMA/SMK dari seluruh dinas PPO Kabupaten/Kota se-NTT. Para kepala bindang ini diajak untuk berkreasi dan berkolaborasi untuk mendapatkan para guru hebat. Guru profesional, kreatif dan inovatif. Tutor sebaya dalam lingkungan para guru wajib diterapkan melalui program Guru Pembelajar. Konkritnya, guru mendampingi guru. Oleh karenanya, pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten berkolaborasi wujudkan mimpi yang sama yakni menigkatkan mutu-kualitas pendidikan di NTT.
            Lalu bagaimanakah mengakarkan PUS dalam konteks gerakan literasi masuk sekolah? “Roh” kurikulum 2013 mengamanatkan guru sebagai fasilitator. Guru harus berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. (Bdk, Wina Senjaya (2008). Dengan demikian, banyak ilmu pengetahuan diperoleh dari kebiasaan membaca.  Ketrampialan dan ketajaman daya analisis seseorang tercermin dari keseringan membaca. Karena itu, salah satu upaya meningkatkan mutu-pendidikan NTT sekaligus membawanya keluar dari zona merah, gerakan literasi masuk sekolah mutlak diperlukan.
            Media Pendidikan Cakrawala NTT sebagai sebuah lembaga independen dan salah satu kelompok masyarakat peduli pendidikan NTT telah berpikirr, bekerja dan berjuang berkolaborasi, wujudkan gerakan literasi masuk sekolah. Media yang bernaung di bawah Lembaga Cakrawala NTT ini telah memiliki lima divisi yakni divisi informasi, formasi, penyiaran, jurnal dan website. Dari divisi informasi, kami mencetak majalah pendidikan yang terbit dua minggu. Saat ini, setiap edisinya, mencetak ribuan eksemplar yang berisi berita pendidikan, tulisan para guru dan siswa/i se-NTT. Puji Tuhan, dari divisi ini telah membantu sekian banyak guru dan memperoleh SK kenaikan pangkat. Selain itu, dari divisi formasi kami membantu sekian banyak guru, para mahasiswa dan siswa/i menulis. Materi pelatihan berupa penulisan karya ilmiah (Tulisan ilmiah populer & PTK) serta jurnalistik dan sastra. Hingga kini tercatat 102 sekolah binaan media ini yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT. Demikian halnya dari divisi jurnal, website (www.cakrawalantt.com) dan penyiaran. Khusus untuk divisi penyiaran, kami bekerjasama dengan Lembaga Penyiaran Publik RRI Kupang. Program acara “Bedah Editorial Media Pendidikan Cakrawala NTT” mau mengajak seluruh kompenen masyarakat untuk berpikir dan berbuat sesuatu demi meningkatkan mutu pendidikan di NTT.
            Media Pendidikan Cakrawala NTT telah bekerjasama dengan pihak sekolah, universitas, lembaga keuangan seperti koperasi dan pihak pemerintah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten kota. Artinya kami sudah bekerja. Namun pengalaman pahit mengajarkan kami banyak hal. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta dinas terkait, belum semuannya menyadari tentang pentingnya kolaborasi program pembangunan pendidikan khususnya dalam hubungan gerakan literasi masuk sekolah. Gerakan kami adalah sunyi. Jawaban yang sama dan membosankan muncul saat “Mengemis” kerjasama. “Tidak ada anggaran” atau “anggaran tidak cukup”. Bahkan ada yang spontan menjawab “Kami belum berpikir soal itu. Literasi itu apa?” Apakah benar tidak tahu soal literasi, Tidak ada anggaran atau kalaupun ada, tetapi bentuknya bagaimana? Kami tidak tahu.

Sederetan Rekomendasi Sebagai Solusi
            Membangun pendidikan adalah tugas semua komponen masyarakat. Pemerintah, sekolah, komite dan masyarakat umum harus berpikir dan ber-aksi memajukan dunia pendidkan NTT. Mencari “kambing hitam” adalah pekerjaan seorang “dungu”. Kreatifitas dalam sebuah kolaborasi yang matang adalah adalah solusi cerdas dan bijaksana. Pendidikan jangan pernah dijadikan sebagai kendaraan politik yang hanya berusia lima tahunan. Tentang bagaimana kualitas manusia NTT lima puluh tahun dari sekarang ditentukan oleh kebijakan seorang Gubernur, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NTT, Kepala Dinas PPO kabupaten/kota, kepala LPMP yang sedang berada di tampuk pimpinan saat ini.  Berkacalah dari pesan Menteri Anies Baswedan dimana pemerintah tidak bisa sendirian dalam menuntaskan masalah pendidikan. Dalam seluruh kebijakan  pembangunan pendidikan, pemerintah atau birokrasi harus terbuka untuk belajar dari masyarakat.
            Dalam konteks mengakarkan PUS demi wujudkan program literasi masuk sekolah, saya menyarankan beberapa hal :
            Pertama, Gubernur harus mengelurkan Pergub soal wajib baca satu jam setiap hari atau dua jam dalam seminggu di lembaga pendidikan. Para guru dan siswa/i wajib membaca. Oleh karena itu, sebagai urutannya, dinas P dan K provinsi dan dinas PPO kabupaten/kota menghimbau bahkan mewajibkan pihak sekolah berlangganan dengan majalah pendidikan sebagai mitra promosi atau sosilaisasi berbagai program pemerintah dan sekolah. Selain itu, mendorong para guru untuk meningkatkan profesionalismenya dengan kegiatan pelatihan penulisan karya ilmiah.
            Kedua, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan NTT berkoordinasi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk mengangkat seorang Duta Literasi NTT. Bersama pemerintah, beliau mengkampanyekan literasi dalam beragam bentuk kegiatan seperti seminar, pelatihan menulis dan sebagainya. Mutu pendidikan harus ditingkatkan dalam bentuk kerjasama dan kolaborasi yang memiliki arah dan tujuan yang sama. Anak NTT butuh orang-orang yang mampu memberi motivasi dan dorongan untuk terus melangkah maju menuju generasi melek literasi.
Ketiga, Pihak sekolah dan komite mendorong kesadaran anak untuk mencintai almamater dengan menyumbangkan satu judul buku di setiap tahun ajaran baru. Buku-buku tersebut disumbangkan ke pepustakaan sekolah. Dengan demikian, sumber bacaan atau refrensi menulis semakin banyak di perpustakaan sekolah. (*)


Share:

Darurat Hukum Perlindungan Guru


Hari hampir siang. Tim cakrawala tiba di halaman salah satu sekolah negeri menengah atas Kota Kupang. Beberapa siswa masih sibuk “ngobrol ria” di halte yang tidak jauh dari halaman sekolah. Seorang staf guru mendekat. Menegur lembut seraya memohon agar para siswa tersebut segera masuk kelas. Jawaban tak biaya datang spontan dari salah satu siswa, “sante saja pak”. Mereka bahkan terkekeh-kekeh saat sang guru membiarkan mereka begitu saja. UU Perlindungan Anak yang secara yuridis melarang adanya tindakan kekerasan terhadap peserta didik.
Ini adalah salah satu dari sekian banyak cerita miris tentang nasib guru. Para guru berada pada persimpangan jalan sebagai pengajar dan pendidik. Guru yang bertugas membantu mempersiapkan para peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan berakhlak mulia seringkali berada pada situasi dilema. Namun jika dibiarkan terus maka situasi dilema para guru ini justru perlahan menghantar mereka pada sikap tidak peduli atau “cuek”.
“Mengapa harus pusing mengurus anak-anak yang susah diatur. Toh, mereka juga bukan anak kandung saya. Tugas saya hanya masuk kelas, menyajikan materi pelajaran dan memberi tugas. Tugas saya sebagai guru selesai. Apakah mereka mengerjakan tugas, memproleh nilai rendah, tidak disiplin, tidak tahu sopan-santun, malas dan sebagainya, itu bukan urusan saya. Tugas saya hanya mengajar bukan mendidik. Dari pada harus kehilangan kesabaran demi mendidik mereka, kita naik tangan sedikit, eh... pada akhirnya berurusan dengan kepolisian. Persetan di situ, kau mau jadi baik bersyukur kalau tidak terserah”, tegas seorang guru yang tidak mau menyebutkan namanya.
Mengenai situasi ini, pelaksana harian ketua umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Unifah Rosyidi mengatakan guru resah dan khawatir dalam menjalankan perannya sebagai pendidik. Sejumlah guru yang beritikat mendidik anak tetapi dengan cara yang dinilai melanggar hak anak dilaporkan ke polisi oleh orangtua siswa. Menurutnya, jika ada guru yang khilaf atau kurang sabar dalam menjalankan tugas, mohon pekerjaan guru tersebut dihormati. Mereka jangan langsung ditahan jika dilaporkan sepihak oleh orang tua. (Kompas, 23 Juni 2016-hal.12)
Selaian itu, Prof. Dr. H Samsul Nizar MA, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Pekan Baru menilai UU No 20/2003 menuntut pencapaian kualitas yang maksimal, menuntut pendidik menjadi profesional, seyogyanya diiringi dengan adanya UU Profesi Pendidik. Meskipun dalam UU No 14/2005 secara tegas telah melindungi profesi guru dan dosen, namun dalam tataran implementasi kekuatan UU tersebut masih tak terlihat berkontribusi terhadap nasib guru/dosen sebagai tenaga pendidik. Untuk itu, sudah saatnya jika guru/dosen membangun kekuatan solidaritas untuk mendorong pemerintah memperbaiki kondisi kerja guru/dosen dan melindungi profesi mereka dengan kekuatan hukum yang jelas.
Alexandra Taus, S.Pd, selaku kepala SMPK Putra Xaverius-Kefamenanu berkisah tentang pengalaman rekan gurunya yang terpaksa berurusan dengan pihak kepolisian. Orangtua siswa melapor rekan gurunya dan menuduh melakukan kekeran fisik kepada anaknya. Alexandra menyayangkan sikap orangtua yang tidak terlebih dahulu menyampikan padanya selaku kepala sekolah jika ada hal-hal yang berurusan dengan para siswa.
”Setiap kali penerimaan murid baru, pihak sekolah selalu duduk bersama dengan para komite sekolah dan menandatangani beberapa kesepakatan termasuk soal aturan penanganan pelanggaran mulai dari pelanggaran ringan hingga pelanggaran yang berat. Bahkan ada orangtua yang mengatakan untuk anak-anak yang susah diatur, silahkan bapa/ibu beri sangsi asal jangan sampai berdarah atau bengkak. Namun, saya juga selalu ingatkan para guru untuk mendidikan siswa dengan lembut dan sabar. Pukul mereka bukan karena emosi tetapi supaya dia tahu apa yang menajdi kesalahannya”. tandas Alexandra.
Sikap orang tua/masyarakat yang mulai mengalami pergeseran dalam memandang profesi guru. Mereka terlalu banyak menuntut guru agar dapat mengahantakan peserta didik sebagai masyarakat terdidik namun tidak seiring dengan penghargaan dan perlindungan yang diberikan. Padahal banyak orangtua yang tidak mengerti soal mengajar dan mendidik. Tugas mengajar yang menjadi kapasitas guru akhirnya tersita untuk mendidik siswa yang sebenarnya meruapakan kapasitas dan tugas orangtua. Seorang anak yang malas, tidak tertib, tidak disiplin dan sebagainya adalah bentuk konkrit kegagalan orangtua. Dia (orangtua) tidak ‘becus” mengurus dan mendidik anak. 
Substansi UU No 14/2005 telah memuat perlindungan terhadap guru atas profesinya Dalam UU No 14/2005. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa Pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Adapun maksud Perlindungan Profesi yang diamanatkan dalam UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen adalah perlindungan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugasnya. Namun, implementasi terhadap UU tersebut masih belum terlaksana. UU tersebut lebih banyak disoroti sebagai kekuatan hukum atas peningkatan kesejahteraan guru/dosen, Sementara perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kesehatan, dan/atau resiko lainnya.

Langkah Solutif
            Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan selalu berproses dan bermuara pada  peningkatan kualitas intelektual dan karakter anak. Karenanya, dalam segala jenjang pendidikan kegiatan intra-kurikuler selalu berimbang dengan kegiatan ekstrakurikuler. Artinya guru membawa dua peran sekaligus yakni sebagai pengajar dan pendidik. Dengan demikian revitalisasi UU No.14/2005 mutlak diperlukan. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kesehatan, dan/atau resiko lainnya perlindungan hukum terhadap guru harus dimplentasi secara adil dan benar. Kekompakan dan sikap solidaritas guru untuk percepatan revitalisasi undang-undang tersebut sangat penting. Harus ada sebuah “reaksi” bersama terhadap beberapa kasus yang menimpa nasib sesama guru. Bukankah hukum itu diproduksi untuk kenyamanan dan ketertiban bersama?

Selain itu, ada beberapa langkah yang kiranya diperhatikan guru dalam menghadapi murid yang bersalah. Pertama, perlu memberikan laporan kepada orang tua murid perihal prilaku anak mereka dengan cara pemanggilan secara langsung. Tahapan ini dilakukan sebanyak 2 kali dengan ikut melibatkan guru Bimbingan Konseling. Langkah ini sangat penting dan mendasar. Bila perlu, kalau ada orangtua yang tidak mengindahkan surat panggilan, maka siswa tersebut sebaiknya dikembalikan kepada orangtuanya untuk beberapa waktu agar dididik dan diarahkan. Kedua, bila selama 2 kali pemanggilan tidak menunjukan perubahan dan kerjasama yang baik, maka orangtua bersama pihak sekolah menandatangani surat di atas materai untuk mengalihkan tugas mendidik orangtua kepada pihak sekolah dengan mencantumkan beberapa butir kesepakan seperti seorang guru bisa memberikan hukuman dengan beberapa syarat seperti, hukuman tidak pada tempat yang vital, hukuman dilakukan dalam bentuk yang mendidik, hukuman dilaksanakan secara adil dan ikut mempertimbangkan aspek psikologis peserta didik. Ketiga, jika tidak ada perubahan maka sebagaimana sebuah rumah sakit akan menolak seorang pasien yang sakit parah dan dirujuk ke rumah sakit lain. Pihak sekolah dapat mengembalikan anak tersebut ke pihak orangtua untuk dicarikan “pengobatan” altenatif. Hal-hal teknis untuk langkah ini bisa berupa kriteria kenaikan kelas dan kelulusan jangan hanya soal nilai yang tertera di atas kertas tetapi juga mempertimbangkan sikap dan karakter anak. Dewan guru berhak memutuskan hal tersebut.
Share:

Dear Thilda

Sudah dua malam sekembali menghantarmu di tempat tugas, saya sendiri di rumah. Televisi itu menemaniku. Datang membawa beragam berita dan program acara. Kubiarkan tetap hidup, saat saya menyibukkan diri mencuci piring dan pakaian. Saya sudah mengisi kulkas dengan berbagai jenis makanan dan sayuran. Beberapa orang ibu di pasar mulai mengenalku. “Istri bapak di mana? Pak masih bujang ya? Aduh... kasihan. Kenapa tidak cari pembantu saja? Itulah sederet pertanyaan yang sudah terbiasa kudengar. Tersenyum saja, sudah cukup membuat mereka diam. Beberapa tahun sebelum bersamamu, saya selalu bangun pukul 08.00 pagi. Tetapi tidak untuk sekarang. Saya mulai menirumu. Bangun pukul 05.30 dan langsung duduk berdoa. Sayang, selama ini belum ada yang datang bertamu. Biskuit kongguan itu masih utuh. Mungkin ada yang berpikir, pak Gusty itu orangnya sibuk sehingga tidak datang bertamu. Atau, mereka sibuk ya? Sudahlah, nanti saya telphon beberapa teman dekatku dan mengundang mereka datang di rumah kita.
Dear Thilda ...
            Mengingat dirimu, membuat saya tersenyum sendiri. Kamu punya segudang cara untuk menghiburku. Kadang kamu membuat diri tanpak konyol hanya supaya saya bisa terpingkal-pingkal. Bagiku, kamu itu bukan hanya seorang istri tetapi juga adik perempuan dan sahabat sekaligus. Hmmm....teringat kembali hari bahagia kita beberapa bulan lalu. Bersumpah, untuk sehidup-semati di hadapan Tuhan dan umat-Nya. Rasanya seperti mimpi. Tapi, ini nyata. Kamu adalah jawaban atas doa-doa kecilku. Awal Desember 2015 kita bertemu dan memutuskan menikah menjelang paskah 2016. Empat bulan kita berpacaran saat kamu hadir dengan segala kekurangan dan kelebihanku. Kamu adalah akhir pencarianku. Satu hal yang selalu membuatku bangga ketika kita mau mengakui bahwa kekurangmu akan menjadi kelebihanku dan kelebihanmu adalah kekuranganku.
Dear Thilda ...
Cincin nikah ini masih melingkar di jari manisku. Aku akan membawanya hingga maut datang menjemput. Ada namamu terukir di sana. Saat bersama ke sekolahmu beberapa hari lalu, anak-anak datang memberi salam. “Selamat pagi ibu guru”. Hatiku bergetar. Kamu adalah seorang istri dan guru. Rasa bangga dan haru padamu menjadi satu. Sayang, saya tahu tugas menjadi seorang guru itu tidak mudah. Kamu mengajar dan mendidik anak dari berbagai latar belakang kehidupan. Yah...Satu bulan lagi anak kita lahir. Kamu akan membagi waktu untuk mengajar dan mendidik anak kita dengan anak-anak didikmu di sekolah.
Dear Thilda ...

            Kupang dan Kefamenanu bukanlah sebuah jarak yang dekat. Waktu tempu empat jam setiap akhir pekan, bukanlah perkara mudah. Tapi, apakah itu yang membuatku mengeluh dan enggan mengunjungimu? Tidak. Saya akan terus menghitung jam dan hari untuk segera bertemu dengamu. Dalam sendiriku di sini, hanya ada satu nama. Dan itu adalah namamu. Aku akan tetap menunggu waktu itu tiba. Bersamamu di kota ini selamanya. Sesuai pesanmu, saya akan selalu menghindari makanan berminyak, minum air putih yang banyak dan mengkonsumsi buah-buahan. Jaga kesehatanmu dan bayi kita. Rinduku selalu untukmu ...
Share:

GERHANA DI MATAMU

Mobil traver Timor Oeste meluncur perlahan membelah bentara tanah Timor yang rata dan yang ditaburi bukit-bukit berpadang sabana. Dipinggir jalan selalu disirami wangi cendana yang harum semrbak. Perlahan-lahan matahari turun seakan hendak menciup kaki langit di ufuk barat, semantara remang senja merayap dan kurasa bagaikan tangan ajaib meraba kulitku dan tiba-tiba meremas hatiku. Alunan lagu Tetun-portu berdengung halus dan membuat aku terbuai untuk masuk ke alam mimpi sehingga tidak mengetahui kehadiran seseorang di sampingku. Lama aku tertidur sampai akhirnya aku tersadar ketika mobil mini itu di hadang oleh sebuah tikungan tajam dan membuat kepalaku menyentuh lembut bahu kanannya. Ketika mengangkat mata dan membuka mata, jantungku berdetak kencang oleh beragam perasaan yang menggerogoti hatiku. Untuk kedua kalinya aku menggosok kelopak mataku sampai aku sungguh yakin kalau yang berada di sampingku sungguh seorang anak manusia yang amat cantik dan manis. Dari sekian tempat yang kukunjungi, baru kali ini aku melihat gadis seperti bidadari yang turun dari khayangan. Kecantikannya seakan menjadi sempurna ketika kaca mata mungil berminus satu setengah bertengger di ats hidungnya yang mancung.
Namun ada seseuatu yang terpancar dari balik kaca bening itu, sayu dan hampa seakan menyimpan segudang duka, kecewa dan sakit hati yang amat dalam. Kuakui bahwa diriku seorang yang amat rileks dan dalam waktu sedetikpun aku dapat bergaul dengan seseorang meskipun belum kukenal sebelumnya. Tetapi kali ini aku sungguh tak mampu dan hampir menyerah untuk memperkenalkan diri padanya. Suasana dalam mobil itu sangat hening dan sesekali aku mendengar klaksosn mobil itu menyapa setiap tikungan yang dilewatinya. Aku berusaha untuk kembali memejamkan mata tetapi setiap kali aku mencobanya seketika itu juga muncullah niat untuk memandang matanya itu. Akhirnya dengan keberanian yang tersisa akau berani membuka percakapan dan di dahului dengan gesekan kaki dan batuk-batuk ringan sekadar menarik perhatiannya. “Hai...kamu hendak ke mana?” tanyaku sekenanya. Ia menatapku dengan tajam disertai raut wajah yang serius seperti mengganggu naga yang sedang tertidur pulas. “Apa urusanmu dengan aku? Ke mana aku pergi tidak terlalu penting buatmu. Atau mobil ini milik moyangmu sehingga harus mengetahui tujuanku?”. Demikian suaranya hadir dan membuat aku bingung dan cengar-cengir karena malu. Dengan pengetahuan yang ada aku berusaha tenang.
Keheningan kembali hadir dalam mobil itu, hingga kemudian ia melanjutkan lagi. “Mengapa kamu harus repot denganku? Apa kamu suadah tidak ada kerja lagi? Apa kamu berpikir kebebasan ini hanya milikmu?” Dengan sedikit membuang muka ia terus mengumpatku. “Semua laki-laki memnag sama, Tak berperasaan. Yang ada pada dirinya hamyalah keegoisan, kesombongan, keserakahan dan hatinya dibekukan oleh nafsu yang mengebu-ngebu”. Aku diam dan tenang tapi tetap menunjukkan sikap sebagai pendengar yang baik walau telingaku terasa panas seperti disiram arang api kusambi yang membara. Sekali lagi ia menatapku dan berkata “Mengapa engaku diam? Apaka engaku berpikir bahwa yang berbicra padamu hanyalah seorang perempuan dan boneka yang bisa dipermaikan kapan saja kamu mau?” Aku menarik nafas sejenak dan berusaha berbicara tanpa menamba luka yang ada di hatinya. “Hidup ini terasa singkat untuk memikirkan amarah, kebencian, kecewa dan dendam. Sebuah titik hitam tidak dapat mempengaruhi putihnya sebuah kertas. Dan bila orang membenci titik hitam itu dan berusaha menyangkalinya maka ia menyangkali kemanusiaannya sendiri. Aku hanya mau mengatakan kalau kamu jatuh pada generalisasi. Sejahat-jahatnya seseorang namun ia masih memiliki hati untuk mencinta sebab ia terlahir karena cinta dan setiap pribadi itu selalu unik dan berbeda”. Ia tunduk dan diam seakan tak punya kata-kata lagi sebab naluri perasaan kewanitaannya mengambil alih jalan pikirannya. Tak lama kemudia butiran bening meluncur dari kelopak matanya yang diiringi isak tangis yang membuat om sopir sesekali menoleh ke arah kami.
Aku menatapnya dan berusaha untuk tidak terbawa oleh perasaannya, kemudian melanjutkan lagi. “Setiap orang memiliki ziarah hidup. Memiliki pengalaman masa lalu yang pahit dan menyakitkan yang terbingkai dalam bentuk luka batin yang amat mendalam. Tetapi ketahuilah bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi termasuk suka batin itu sendiri. Semua itu akan berlalu asalkan kita membiarkan DIA yang adalah kekal dan Esa yakni Tuhan, untuk menjamah dan menyembuhkan kita dengan sikap penyerahan yang total pada penyelenggaraanNya dan dijadikanNya ziarah hidup kita sebagi Ziarah keselamatan”. Ia tetap tunduk kemudian membersihkan bola matanya dan mengangkat kepala serta mentapku denga tatapan mata yang berbinar-binar penuh ketenagan, kepuasan dan kedamaian. “Maaf yah? kalau aku harus melempiaskan kekecewaan dan sakit hatiku pada kamu. Aku sungguh merasa kepedihan yang amat dalam karena dikecewakan oleh orang yang sudah kurasa dekat dan amat mengerti aku dan kehidupanku. Dia adalah Willy, kekasih yang paling kucintai. Tatapi entah kenapa ia memutuskan hubungan yang terjalin selam lima tahun secara sepihak tanpa meberi alasan yang jelas padaku. Namun kini aku sadar, kalau aku telah membuat hidup ini menjadi sulit dan menyakitkan. Terima kasih yah....karena engaku telah menyadarkan aku”. ujarnya penuh keterbukaan.
Kini untuk prtama kalinya ia mempersembahkan padaku sebuah senyuman indah dan menakjubkan. “Oh yah.....namaku Echik. Mahasisiwi semester VI di Stikes Wirahusada, Yogyakarta. Untuk sementara aku kembali ke rumah oleh bencana yang mengguncang Yogya sebeminggu yang lalu”. Aku menyambut uluran tangannya dengan penuh persahabatan. “Aku Anis, sang pemburu berita”.
Ia kembali tersenyum dan makin akrab denganku sambil mensheringkan pengalaman-pengalaman terindah yang pernah kami alami. Ia semakin tenang dan rileks. Sebuah pojok di jantung kota Karang Kupang seakan menghadang mobil yang berukuran dua kali lima meter itu. Ia berdiri dan meraup tasnya sambil menatapku. Begitu dalam dan penuh arti. Ia menyodorkan sebuah kartu nama dan alamatnya padaku. “Aku bahagia bila selalu berada di sampingmu”. katanya lembut. Kemudian ia turun dan menyelusup masuk ke halaman rumah yang berlantai dua itu. Mobil mini itupun kembali meluncur setelah aku sempat membalas lambaian tangannya.
Share:

Wednesday 20 July 2016

Tentang Mama ...


Terdengar kabar dari kampung. Kakak iparku mengirim pesan. Singkat saja. "Mama sakit". Begitulah mereka di kampung di sekitar bulan Februari. Kadang untuk membeli pulsa seharga 7000 rupiah saja, sulitnya minta ampun. Bukan karena malas untuk membeli tapi memang karena tidak ada uang. Sudahlah. Kalau mau bahas tentang kampungku mungkin butuh kertas ribuan lembar. Kembali tentang mama. Setelah mendapat pesan itu, tiba_tiba hariku terasa gelap. Pikiranku berantakan. Jatungku berdebar. Wajah tulus mama melintas. Wanita hebat yang pernah kukenal. Usianya memang sudah uzur. 74 tahun. HP_ku berdering dan saya semakin ketakutan. Kakak sulungku menelphon. "Mama baik_baik saja", katanya tenang. Kakak memang begitu. Dia tidak mau mencerita kesulitan atau persoalan di kampung kepada kami adik_adiknya di rantauan. Menurut kakak, lima hari terakhir ini mama selalu mengeluh kesakitan pada lambungnya. Terasa perih dan menikam. Sulit tidur dan nafsu makan berkurang. Tapi sekarang sudah agak membaik. Beberapa ramuan tradisional dari Ema Hanes terlihat mujarab. Mendengar kabar itu, mendung hatiku cerah kembali. 
Bagiku, mama adalah segalanya. Saya selalu siap melakukan apa saja untuk kebahagiaan dan kebaikan mama. Untuk nama seorang mama Margareta Naul, terasa tidak bisa diwakili ratusan bait puisi. Mama adalah matahariku. Bicara soal mama bukan berarti mengesampingkan apalagi menomorduakan bapa. Namun, untuk kali ini saya ingin fokus tentang mama. Dalam satu kesempatan, mama bercerita tentang dua buah mimpi miliknya dan sulit dilupakan. Yah...semacam mimpi terindah dan paling berkesan dalam hidupnya. Mimpi itu tentang saya dan kakak saya nomor 4. Tentang saya, mama bermimpi melewati sebuah kali. Katanya, perjalanan itu hendak ke rumah nenek. Tapi belum sampai tujuan, gelombang banjir badang mendekat. Mama histeris dan berjuang menyelamatkan diri. Pada rusuk tebing berlicin, ia berjuang sekuat tenaga menghindar. Sebuah suara tiba_tiba muncul dari puncak tebing itu. Suara orangtua yang tdk dikenalinya. "Ulurkan tanganmu". Mama terselamatkan. Kepada orang tua itu mama bertanya, "Apakah bapa melihat  Ory? Ia anak bungsuku". Ory adalah nama pertamaku. Nama kesayangan keluarga. "Kamu jalan saja. Ia ada di sana"', jawab orangtua itu. Tak lama berselang, mama mendapatiku di atas pohon yang besar. Mama tersadar kembali dari mimpinya saat saya turun mendapati mama. Mimpi ini akhirnya membuat mama selalu optimis jika suatu saat, saya bakal menjadi orang hebat walau tak harus menjadi seorang penjabat. Tanpa disadari, mimpi mama adalah hidup saya. Ketergantunganku secara psikologis pada mama sangat tinggi. Mama adalah bentuk lain dari diriku. Mama adalah "roh" yang membuatku ada dan berarti. 
Saya menghabiskan masa kecil dan Sekolah Dasar (SD) di Regho. Sebuah kampung kecil di Kabupaten Manggarai Barat_Flores. Kampung tua tempat dulu bertahta seorang Dalu (Mungkin untuk saat ini jabatan Dalu setara dengan Gubernur. Wakil pemerintah pusat di daerah)  yang membawahi beberapa wilayah kekuasaan). Di sini juga terdapat dua buah obyek wisata kebanggan Manggarai Barat. Watu Timbang Raung dan gua Nisi Ketek. Nanti saya akan ceritakan pada kalian tentang kedua obyek wisata ini. Walaupun tidak setenar Komodo tetapi kedua obyek wisata ini memiliki cerita mistik yang sarat makna. Tujuh tahun saya di bangku SD. Tahan kelas di kelas 2 SD, membuat saya trauma. Kata wali kelasku, saya belum lancar bicara dan membaca. Mama sangat meneteskan air mata saat mendengar saya tahan kelas. Hatiku teriris. Mulai saat itu, saya menjadi seorang yang sangat ambisius dan sangat mandiri. Di bangku kelas IV dan V, saya selalu mewakili sekolah untuk mengikuti perlombaan khususnya soal publik speaking (berpidato dan berpuisi) dan mengarang.  Masa SMP adalah masa tersulit dalam hidup. Sekolah sambil bekerja sebagai pemberi makanan babi di biara susteran ditambah dengan waktu liburan yang hanya sekali dalam setahun membuat saya semakin mengerti tentang kesederhanaan, kesetiaan, kemandirian dan hidup hemat. Hingga saat ini, kepada semua keponakan, mama bercerita tentang saya jika bicara mengenai beberapa hal di atas. Itulah mama. Sekali ia percaya, susah untuk dilupakan. Daya ingatnya sangat hebat. Dia mengenal baik, tentang kami dan segala macam pengalaman pribadi kami dengannya. Dia tidak mudah ditipu tetapi selalu memaafkan orang yang menipunya. 

Cerita ini tidak bisa mewakili semua hal tentang mama. Bagai matahari yang hanya tahu memberi, itulah mama untuk kami anak-anaknya. Lima bersaudara kami hadir bersama dan seorang diantara kami pergi mendahului kami ke Surga. Kepada kami, beliau menghadiahkan dua orang anak (putra dan putri). Mama baik-baik saja. Itu yang ingin saya dengar dan rasakan. Mama baik-baik saja. Tahu kenapa? Karena saat ini, saya baik-baik saja. Terima kasih mama.


Share:

Cakrawala NTT datang, Meniupkan Awan dan Menurunkan Hujan


            Labuan bajo berubah mendung. Rintik hujan datang begitu saja. Panas yang terus menikam beberapa bulan terakhir di Kota Komodo ini terhapus sudah. Para sopir taksi/bemo tersenyum  melihat banyaknya penumpang yang datang berganti. Beberapa tukang ojek berjuang merebut rezeki, tetapi sepertinya sia-sia saja. Kabut tebal kehitaman itu kini datang dalam badai hujan yang besar. Begitulah bahasa alam. Kadang sulit ditebak dalam kata musim.
Tim formator Media Pendidikan Cakrawala NTT datang, seakan membawa angin dan meniupkan awan kehitaman dari cakrawala NTT menuju Kota Komodo. Kesejukanpun terjadi. Memberi warna dan aroma ilmiah di beberapa sekolah yang menjadi binaannya.  
“Selamat datang di Labuan Bajo-Manggarai Barat kepada Pemimpin Umum Media Pendidikan Cakrawala NTT bersama para tim formator Cakrawala. Saya selaku kepala dinas PPO Manggarai Barat merasa bangga dan terhormat bisa hadir dan membuka kegiatan bermartabat ini. Pemerintah khususnya Dinas PPO Manggarai Barat selalu membuka hati bagi semua pihak yang mau memnyumbangkan potensi dan talentanya demi meningkatkan mutu pendidikan di daerah ini. Kamipun berharap, kegiatan ini dilanjutkan bukan hanya untuk beberapa sekolah dalam Kota Labuan Bajo tetapi juga untuk sekolah-sekolah lain di beberapa kecamatan dalam wilayah Manggarai Barat ini”, tandas Drs. Marten Magol, selaku Kepala Dinas PPO Manggarai Barat saat membuka kegiatan pelatihan jurnalistik dan karya ilmiah di SMPN 2 Komodo.
Tepukan tangan semakin membahana saat Pemimpin Umum Media Pendidikan Cakrawala NTT, Gusty Rikarno, S.Fil berdiri dan memberikan sambutan. Menurut Gusty, proses dari sebuah pendidikan harus selalu bemuara pada sebuah peningkatan Sumber daya Manusia (SDM) dan profesionalitas.  Karenanya input, proses dan output dari sebuah lembaga pendidikan harus dibuat dalam sebuah perencanaan yang matang, berkelanjutan dan profesional.  Media Pendidikan Cakrawala NTT hadir untuk mendukung proses pendidikan itu. Para guru harus meningkatkan profesionalismenya dalam hal menulis karya ilmiah dan para siswa dipersiapkan secara baik agar terampil dalam hal menulis.
“Budaya tutur dalam masyarakat kita sangat kuat. Tidak terkecuali dalam lingkungan sekolah. Tidak heran budaya literasi (baca-tulis) semakin pudar dan menjadi asing di kalangan guru dan siswa-siswi. Media Pendidikan Cakrawala NTT dalam rangkaian kerjasama dengan pemerintah ingin mengerakkan kembali budaya literasi tersebut. Mimpi kami besar yakni menyambut generasi emas NTT 2050 dengan membangun budaya literasi. Berharap di tahun 2050 nanti, kita hadir dalam sebuah masyarakat melek literasi. Ingat, dalam waktu 2 hari jangan berharap untuk langsung bisa menulis. Sebagaimana budaya pada umumnya membutuhkan waktu dan berproses demikian halnya budaya literasi. Karena itu, kami selalu sebuat sekolah binaan/dampingan Media Pendidikan Cakrawala NTT. Artinya, pihak Cakrawala ber-MoU dengan pihak sekolah selama tiga tahun. Setiap semester tim Cakrawala selalu datang dan mendampingi para guru dan siswa-siswi menulis”, tegas alumni Ledalero ini.
Delapan hari berada di Kota Komodo ternyata memiliki beragam cerita yang tidak pernah habis untuk dibahas. Para guru dan siswa dari empat sekolah binaan cakrawala yakni SMPN 2 Komodo, SMPN 1 Komodo, SMPN 3 Komodo dan SMPK St. Arnoldus Labuan Bajo, sangat antusias dan berharap banyak dari kegiatan ini. Cakrawala NTT ternyata bukan hanya meniupkan angin dan membawa awan berkabut hitam tetapi juga menurunkan hujan. Hujan harapan, optimisme dan pembuka cakrawala berpikir.
“Saya bersama para guru dan siswa-siswi “disentakkan” oleh terobosan produktif Media Pendidikan Cakrawala NTT. Seakan bangun dari sebuah tidur panjang tentang pentingnya meningkatkan profesionalisme dan ketrampilan dalam hal menulis. Benar yang disampaikan Pak Gusty bahwa menulis itu tidak sebatas pada pengetahuan soal menulis tetapi harus bermuara pada ketrampilan menulis. Artinya, kita berkomunikasi dalam bentuk tulisan dan tulisan itu menjadi konsumsi publik (dipublikasikan). SMPK St. Arnoldus Labuan Bajo menyatakan siap menjadi salah satu dari sekolah binaan Media Pendidikan Cakrawala NTT”, tegas Pater Cletus Nenda, selaku kepala sekolah SMPK St. Arnoldus Labuan Bajo.
Hal yang sama disampaikan kepala sekolah SMPN 2 Komodo, Ferdinandus Jelahun, S.Pd. Menurut Ferdi, kegiatan ini bukan hanya berdampak sekarang tetapi juga puluhan tahun ke depan. SMPN 2 Komodo siap menjadi salah satu sekolah binaan Media Pendidikan Cakrawala NTT karena konsep media ini sangat cerdas, realistis dan luar biasa. Bayangkan, dampak langsung dari kegiatan ini yakni kami para guru PNS bisa naik pangkat. Sementara untuk siswa-siswi dipersiapkan sejak dini agar trampil menulis. Lebih lanjut, kepala SMPN 1 Komodo, Donatus Jahan, S.Pd memberi apreasiasi tulus kepada Media Pendidikan Cakrawala NTT. Menurutnya, kegiatan semacam inilah yang mereka selalu harapkan. Kegiatan yang memberi dampak langsung kepada para guru dan siswa-siswi. Selaku kepala sekolah dan mewakili staf guru serta komite, ia menyatakan siap menjadi sekolah binaan Media Pendidikan Cakrawala NTT.
Sementara itu, Drs. Mateus Jemalu selaku kepala sekolah SMPN 3 Komodo sekaligus formator Media Pendidikan Cakrawala NTT wilayah Manggarai Barat, terus memotivasi para guru agar giat membaca dan menulis. Mateus bisa dijadikan saksi hidup tentang betapa besar peranan media ini untuk meningkatkan profesionalisme guru.
“Saya naik pangkat dari golongan VI/A ke golongan VI/B, salah satunya karena menulis di Media Pendidikan Cakrawala NTT. Karena itu sejak tahun lalu SMPN 3 Komodo sudah menjadi sekolah binaan Media Pendidikan Cakrawala NTT. Sebagai formator dari media ini di wilayah Manggarai Barat, saya juga siap mengoreksi tulisan bapa/ibu guru supaya bisa diteruskan ke redaksi. Harapan saya, bukan hanya saya yang naik ke golongan VI/B tetapi juga sekian banyak guru di Kabupaten Manggarai Barat”, tandas Mateus.  
Labuan Bajo masih mendung dan ber-hujan saat Pimpinan Umum Media Pendidikan Cakrawala NTT, take off dari bandara Komodo. Dunia pendidikan Manggarai Barat terinspirasi. Membawa cerita tentang cakrawala yang selalu datang meniup angin membawa awan dan hujan. Memberi harapan, rasa optimis dan pembuka cakrawala berpikir. Cakrawala NTT, teruslah terbang dan semakin tinggi. Go Fly, Go High.


Share:

Dari Meja, Samping Dapur


Tidak perlu menunggu punya jabatan baru melakukan sebuah perubahan. Buatlah gerakan-gerakan kecil tetapi dengan cinta yang besar. Ketahuilah, Tuhan yang kita sembah itu kaya. Dahulukanlah kepentingan dan kebaikan bersama dan kamu akan terlebur di dalamnya. Akh...tidak perlu menjadi seorang Yeremia yang melihat tanah Kanaan dari jauh. Kebenaran itu akan terkristal saat kamu mengambil bagian di dalamnya. Mengapa kamu resah saat selesai diwisuda belum mendapat kerja? Mengapa kamu ragu diusia 28 belum mendapatkan jodoh? Mengapa harus malu berada di kampung dan menanam satu-dua pohon mahoni dan kopi?
Bangkit. Kamu adalah carikan kertas berharga. Dunia menunggu gerakanmu. Tidak perlu malu berdiskusi, berbagi cerita dan saling memberi inspirasi. Tersenyumlah. Untuk apa harus murung jika di dompet hanya punya 50 ribu. Menarilah untuk tuan pesta. Minum dan makanlah. Setelah pulang ke rumah, kamu akan tersenyum sendiri saat membayangkan bagaimana tuan pesta terpingkal-pingkal bahagia melihat gerakmu.
Jika kamu ke supermarket atau mall, tersenyum untuk para pelayan di sana. Mereka tidak butuh, apakah kamu membeli atau tidak. Toh...mereka bukan pemiliknya. Tersenyum saja, itu sudah cukup membuat mereka dihargai. Jika kamu berkendaraan, tidak perlu harus cepat-cepat. Santai saja. Ingat, saat itu orang akan menilai kamu sebagai seorang yang memiliki rencana atas hidup. Jika ada yang menawarkan sapu lidi, terima saja dan katakan siapa yang membuatnya. Belilah satu-dua buah sebagai bentuk penghargaanmu atas karyanya. Berbuat baik itu, punya pahalanya lho.
Jika ada keluargamu dari kampung meminta bantuanmu, katakan padanya apa yang dia butuh dan totalnya berapa. Setelah itu, kembali ke rumah dan berdoa semoga dia dikuatkan dan ada orang yang membantunya. Kamu kan tidak bisa memberi dari apa yang tidak kamu miliki. Dunia ini memang butuh uang tetapi ingat, uang hanyalah sarana bukan tujuan. Lalu, apa yang menjadi tujuanmu? Kebahagiaan sesama dan kemuliaaan Tuhan adalah jawabannya.
Kalau kamu suka menjelekkan nama orang, apa gunanya untuk kamu. Apakah kamu akan dapat untung seperti para pembawa acara gosip di TV? Kamu akan tetap begitu dan makin hari kamu akan makin sendiri dan mungkin pingsan sendiri. Pujilah orang dengan tulus dan katakan padanya kamu hebat. Kamu akan disegarkan oleh matanya yang binar dan senyumnya yang merekah.
Aku mencintai kalian semua.
Share: