Penghormatan kepada Hati Yesus Yang Mahakudus sudah mulai berkembang sejak abad VII dan semakin tersebar luas setelah penglihatan-penglihatan Santa Margareta Maria Alacoque (1647-1690). Pada tahun 1856, Paus Pius IX memasukkan Pesta Hati Kudus Yesus dalam penanggalan liturgi. Melalui perayaan ini, kita diajak untuk menghormati dan mensyukuri cinta serta belas kasih Allah yang memancar dari Hati Yesus yang Mahakudus seraya memohon agar kita dapat mengambil bagian dalam kekudusan hati-Nya sehingga kita pun mempunyai kasih yang berkobar kepada Tuhan dan sesama.
Bacaan-bacaan pada Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus ini menegaskan bahwa cinta dan belaskasih Allah kepada kita itu kekal dan tanpa batas. Meskipun kita adalah manusia berulang kali jatuh ke dalam dosa, membangkang dan meninggalkan Allah, tetapi Ia tetap setia dan hati-Nya penuh belas kasih. Cinta dan belas kasih Allah itu mencapai puncak dan kepenuhannya dalam diri Yesus Kristus yang mengorbankan diri-Nya di kayu salib demi keselamatan kita. “Di dalam Dia, kita beroleh keberanian dan jalan menghadap kepada tahta Allah” (Ef 3:12). Pengorbanan diri Yesus yang didasari oleh cinta dan belas kasih-Nya membuka jalan keselamatan bagi kita. Maka, kita diajak untuk “memahami betapa lebar dan panjangnya, dan betapa tinggi dan dalamnya kasih Kristus; juga supaya dapat mengenal kasih Kristus itu, sekalipun melampaui segala pengetahuan” (Ef 3:18-19). Pada saat Yesus mengorbankan diri-Nya di kayu salib, ketika lambungnya ditikam dengan tombak, mengalirlah darah dan air (Yoh 19:34). Peristiwa ini begitu penting dan ditekankan oleh Yohanes sampai ia mengatakan, “Orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya" (19:35). Peristiwa ini menjadi lambang yang menyatakan arti wafat Yesus di kayu salib, yang dapat dimengerti dengan baik kalau kita dapat menangkap lambang-lambang yang dipakai.
Dalam perayaan Ekaristi, saat persiapan persembahan, Imam mencampurkan air ke dalam anggur yang akan dikosekrir menjadi Darah Kristus. Pada saat pencampuran itu, Imam berdoa, “Sebagaimana dilambangkan oleh pencampuran air dan anggur ini, semoga kami boleh mengambil bagian dalam keallahan Kristus yang telah menjadi manusia seperti kami”. Melalui tindakan simbolis ini, kita diajak menghayati penjelmaan Kristus, Sang Putera Allah, yang menjadi awal karya penyelamatan-Nya. Dengan penjelmaan-Nya itu, Ia tinggal di tengah-tengah kita sampai akhirnya Ia wafat bagi kita. Wafat-Nya itulah yang menjadikan kita dapat mengambil bagian dalam keallahan-Nya sehingga kita “dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (Ef 3:19). Artinya, dengan wafat-Nya, Kristus menebus kita dan menganugerahi kita kehidupan kekal, yaitu kehidupan abadi bersama Allah sepenuhnya dan selama-lamanya.
Perayaan Hati Kudus Yesus mengajak kita untuk merenungkan pengalaman hidup kita yang sungguh diper-hati-kan oleh Allah dengan kasih-Nya yang tanpa batas. Ia rela mengorbankan diri demi kesalamatan kita. Semoga, dengan iman akan kasih Tuhan yang tanpa batas itu, kita berani mengarungi samudera kehidupan yang penuh liku dan perjuangan ini. Kasih itu juga mendorong dan menggerakkan hati kita untuk selalu siap membagikan kasih kepada sesama kita. Yesus yang lembut dan murah hati, jadikanlah hati kami seperti hati-Mu!
0 comments:
Post a Comment