Monday 9 July 2012

Soal Hidup Keagamaan

Negara Indonesia adalah negara beragama bukan negara agama. Beragama artinya memiliki banyak agama dan hal itu diakui dalam butir pertama pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Namun siapa yang pernah menduga kalau agama-agama di Indonesia telah ditunggangi oleh berbagai kelompok kepentingan. banyak oknum yang berjuang untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan politik mengatasnamai agama. Isu-isu keagamaan biasanya sangat santer menjelang pesta demokrasi / pemilihan umum. Bahkan ada tega dan berani mengunakan kesempatan beribadah dan berdiri di atas mimbar Sabda, berbicara tentang hal yang berkaitan dengan politik. Tidak bisa dipungkiri bahwa berbicara tentang iman tidak terlepas dari diskusi soal ekonomi dan politik, tetapi perlu diingat, iman adalah perkara batiniah yang bersifat sangat pribadi, bukan sesuatu yang mesti diperagakan secara bombastis ala orang Farisi pada zaman Yesus. Dalam konteks Indonesia, pemandangan yang menggelikan terjadi. Orang tidak segam-segan mengunakan pakaian keagamaan untuk mengejar dan menuding yang lain kafir. Dalam khotbah di bukit Yesus berkata“Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kalian tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Kalian telah mendengar apa yang disabdakan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya, harus dihukum! Barangsiapa berkata kepada saudaranya: ‘Kafir!’ harus dihadapkan ke mahkamah agama, dan siapa yang berkata: ‘Jahil!’ harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Sebab itu jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah, dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dia di tengah jalan, supaya lawanmu jangan menyerahkan engkau kepada hakim, dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya, dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar utangmu sampai lunas.” Kita sering menganggap sikap terhadap sesama sebagai perkara yang sepele, remeh, tidak perlu dikaitkan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, misalnya ketika sedang berdoa dan semacamnya. Atau sebaliknya ada orang yang mengira doa dan persembahan dapat membereskan konflik dengan sesama di mata Tuhan. Tentu saja perkiraan dan pandangan ini tidak benar; maka Tuhan meluruskannya dengan memberikan pengajaran-Nya. Memang mempersembahkan korban itu sangat mulia dan luhur karena memperlihatkan sembah sujud dan bakti kita kepada Tuhan. Tetapi, semua itu tak ada artinya bila orang juga melakukan kejahatan terhadap sesamanya, seperti kekerasan fisik: membunuh, dan bahkan kekerasan non fisik: menghina, mengcacii-maki. Walaupun ia rajin membawa korban persembahan, orang seperti ini tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Bagi Tuhan hubungan manusia dengan sesamanya itu sangat menentukan dan mewarnai hubungan manusia dengan diri-Nya. Oleh karena itu, korban persembahan dan doa bukan hanya sekadar upacara ritual yang lahiriah atau dilakukan dalam kemunafikan seperti halnya orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Ketahuilah saudara dan saudariku, hati yang bersih menjadi syarat mutlak bagi seseorang yang hendak mempersembahkan korban dan amal kepada Tuhan dan sesama. Maka Tuhan menuntut agar orang terlebih dahulu membersihkan hatinya dengan cara memperbaiki kembali relasi yang retak dengan sesama, atau berdamai lebih dahulu dengan sesamanya, sebelum menghadap Tuhan.
Share:

0 comments:

Post a Comment