Berbicara tentang bekal, imajinasi kita sudah tertuju pada sebuah perjalanan jauh yang melelahkan. Bekal dalam konteks segala zaman memiliki nama, simbol dan arti sendiri. bekal untuk seorang masyarakat tradisional berbeda dengan seorang yang hidup pada zaman modern demikian halnya konsep bekal untuk seorang pengusaha berbeda dengan konsep bekal seorang akademisi. Mungkin untuk masyarakat radisional bekal adalah bahan makanan yang dijunjung dan dipikul. Sementara untuk masyarakat modern mungkin berupa sepotong kartu kredit atau ATM. Sementara itu bekal untuk seorang pengusaha diidentikkan dengan uang dan barang material sementara untuk seorang akademisi bekal adalah ketajaman intelektual dalam beranalisa dan berpikir kritis dan komprehensif. Lalu bagaimanakah konsep bekal untuk seorang yang beriman? Apakah bekal itu terletak pada kemahiran dalam menghafal ayat-ayat Kitab Suci, aktif dalam kehidupan mengereja atau terletak pada status dan pakaian tertentu seperti pemimpin gereja/jemaat dan jubah? Jawabannya tentu berdasarkan kadar dan kualitas iman pribadi. Pada kesempatan ini saya mengajak kita untuk bercermin pada konsep bekal dalam kehidupan iman keagamaan versi Yesus. Diceritakan oleh penginjil matius bahwa suatu ketika Yesus mengutus para murid untuk sebuah perjalan misi. Yesus berpesan “Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di situ seorang yang layak dan tinggallah padanya sampai kamu berangkat. Apabila kamu masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke atasnya, jika tidak, salammu itu kembali kepadamu.
Mungkin kita mengamini bersama kalau bekal satu-satunya untuk perjalanan dan perjuangan misi kerajaan Allah yakni iman. Dalam tugas yang dipercayakan kepada para murid, Yesus mengingatkan mereka untuk tidak memikirkan soal perbekalan mereka. Tentunya dalam hal ini bekal yang bersifat lahiriah dan fana. Mereka tidak perlu mengkhawatirkan semua itu. Suatu hal yang menarik bahwa sebagai utusan para murid percaya penuh pada Yesus yang mengutus mereka. Dan sebaliknya, Tuhan juga menaruh perhatian besar pada para utusan-Nya. Tuhan akan memperhatikan kebutuhan mereka dan Tuhan juga akan melindungi mereka. Yang terutama adalah bahwa mereka menjadi utusan yang sungguh-sungguh sehingga sebanyak mungkin orang mendengar warta keselamatan itu.
Yesus mengingatkan bahwa akan ada yang menerima mereka tetapi akan ada pula yang menolak mereka. Para utusan Yesus harus siap mengalami kenyataan seperti ini. Tetapi pada “hari penghakiman” Tuhan akan mengadakan perhitungan: yang menolak tawaran itu akan menanggung hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang dijatuhkan Tuhan atas Sodom dan Gomora. Perjuangan kita dalam usaha untuk mapan dalam segala hal baik ekonomi, politik sosial dan ilmu hendaknya jangan sampai mengganggu apalagi menghambat persiapan kita untuk menyiapkan bekal bagi kehidupan kita diakhirat. Bekal-bekal lain seperti harta, pangkat, kejeniusan dan sebagainya adalah factor pendukung bagi sebuah bekal untuk kehidupan abadi yakni iman kita yang utuh dan hidup pada Yesus Kristus. Ketahuilah iman itu bukan sesuatu yang lahiriah tetapi suatu yang bersifat batiniah. Kualitas iman akan senantiasa terpancar dalam sikap hidup yang penuh kedamaian, kesederhanaan, solidaritas dan penuh kekeluargaan.
0 comments:
Post a Comment