Saturday 4 December 2010

LEMBAH KEGELAPAN

Kuingin menumpahkan segala rasa yang setiap saat menikam sudut hatiku yang paling dalam. Satu demi satu rasa itu merengkuh relung jiwa dan merampas semua bagian di dalamnya. Biarlah semuanya tahu, kalau aku hanyalah laki-laki yang hanya ingin mengerti apa arti cinta yang sebenarnya sebab alunan waktu yang menyertaiku telah menghadirkan cinta yang sulit kumengerti. Yah....seandainya saja aku diberi sedikit kekuatan, aku pasti sudah menantang dunia yang selalu menjeratku dengan semua angin cinta yang begitu membebaniku. Kutahu, mimpi tidak selalu harus menjadi kenyataan. Ada awal dan ada akhir yang mungkin tak dapat terurai semua. Ada kepedihan dan ada kebahagiaan yang tak akan pernah dapat terlupakan. Tetapi semua ini adalah kenyataan dan bukanlah sebuah mimpi yang boleh kupandang sebelah mata.
Di sini, di pondok bambu berukuran tujuh kali enam meter ini, aku ditemani seorang perempuan yang adalah mamaku sendiri. Aku dan mamaku resmi berpredikat yatim dan single parent setelah bapaku meninggalkan kami tujuh tahun silam. Hari-hari hidup kami dilalui bersama walau dalam suatu rutinitas yang berbeda yang tentunya memiliki nuansa rasa dan kenangan yang berbeda pula. Mamaku adalah guru Sekolah Dasar Impres. Sementara aku baru menyelesaikan Strata Satu di bidang Komunikasi dua tahun yang lalu dari pulau Dewata-Bali. Kini aku kembali dan menemani mamaku yang berfungsi sebagai bapa dan mama sekaligus. Aku sangat menyayanginya karena dia senantiasa menyanyikan simponi merdu dalam batinku. Setiap kali aku menanyakan soal bapa, mama lebih memilih untuk diam sebelum menggugurkan air mata. Aku tidak ingin melihat mama sedih apalagi batinnya sampai terluka, karena aku lebih memendamkan semua rasa penasaranku tentang bapa. Namun, kehadiran Tamara di rumah kami memberi warna lain dalam keluarga kami. Dia adalah seorang mahasiswi di bidang kesehatan yang menjalani praktek kuliah kerja nyata di lingkungan kami. Suatu ketika, Tamara dengan spontan menanyakan keberadaan bapa. Mama seakan tidak mampu lagi menyimpan rahasia kehidupan yang selama ini menylimuti hatinya. Mama menceritakan semuanya di hadapan Tamara dan di hadapanku dengan isak tangis kesedihan yang amat dalam. Luka di hati mama seakan terobati dengan kehadiran Tamara dan memperlakukannya seperti putri kandung sendiri. Perlahan namun pasti aku merasa ada sesuatu yang terjadi pada diriku. Suatu perasaan aneh yang terus bergejolak dihatiku dan sulit untuk kulawan. Tatapan mata yang teduh dari Tamara membuat aku merasa, ada secercah harapan yang ia titipkan untukku. Sekeping cinta yang bisa aku singgahi dan segenggam mimpi yang bisa aku simpan untuknya.
Sudah hampir empat belas hari, Tamara berada di pondok bambu ini dan aku selalu berusaha membentengi hatiku agar kehadirannya hanya sekedar singgah dan bayangannya menguap bersama embun pagi. Tapi...kesepian dalam hatiku membuat aku merasa rapuh tak berdaya diterpa gelombang rasa yang ada, bahwa aku mencintai Tamara. Tetapi entah kenapa lidah ini terasa kaku untuk mengucapkan sepenggal kalimat sayang pada Tamara. Bahkan aku berusaha melawan kegalauan dalam hatiku dengan menunjukkan sikap kurang simpatik pada Tamara bahkan suatu ketika aku mengatakan pada Tamara bahwa kamu bukanlah siapa-siapaku. Teman pun tidak. Mamaku beberapa kali menegurku, karena aku menunjukkan sikap yang tidak bersahabat dengan Tamara. Tetapi bukanlah seorang Tamara, kalau ia tersinggung apalagi membenciku. Ia selalu menunjukkan sikap yang ramah, sopan dan tenang dan membuat aku merasa dicintai dan diperhatikan.
Sudah hampir sepuluh hari Tamara meninggalkan rumah kami tetapi aneka kenangan tak mau berlalu dari ingatanku dan selalu bersembunyi dalam benakku. Andaikan ada satu kesempatan lagi datang padaku, tak kan kulepas dan kubiarkan Tamara pergi. Andaikan sayapku bisa mengepak tinggi, akan kubawa dia terbang jauh dari segala mimpi. Saat ini aku hanya ingin memiliki keindahan bersama Tamara dan merindukanya. Saat ini aku hanya bisa menanti bintang jatuh dan datang menghampiriku…membawa seseorang lain yang bisa melanjutkan mimpi indahku.
Di pucuk malam pencarian ini saat hati merindukan kehadiaran Tamara, raga ini tidak dapat berdiri menyala rasa gundah dalam jiwa, ketika tangan tak dapat menggapai ‘tuk renggankan jemari kepada awan. Hati terasa dikoyak lantas dihempaskan pada gurun yang gersang. Merindukan Tamara adalah sebuah kesia-siaan. Demi malam yang ramah, aku berjanji akan menyerah kepada angin yang akan menyisir tepi hari. Di tepi lembah Koting ini, aku diam terbaring sebab hanya bulan di sela ranting yang hanya memperdalam hening oleh rasa kehilangan di hatiku.
Kemarin aku menjumpai Tamara di halaman Roxy Swalayan. Ia memperkenalkan Theo, seorang pria tampan lagi sopan yang berprofesi sebagai pegawai sebuah bank yang baru beberapa minggu membuka cabangnya di Maumere. Tiba-tiba aku teringat sebuah kalimat yang pernah diucapkan Tamara dua minggu silam “Kak Roky...hidup ini pasti indah dan bermakna bila mekar dalam kesucian sebuah cinta, bukan dalam kelimpahan harta yang kosong atau kenikmatan yang semu...tidak....aku yakin cinta adalah sintesis dari sifat yang transenden.
Tamara...aku hanyalah laki-laki yang kadang lembut atau kasar menyatu dan berteriak kala kau hadir menjadi canduku. Bagaikan badai seperti tornado dengan skala fujita lima, sungguh...dahsyat rasa yang kau beri, membuatku gila dan menghancurkan pondasi pertahanan diri, meruntuhkan dinding-dinding ketegaran hatiku selama ini.
Tamara.... engkau hadir seperti angin berhembus, pada gesek ilalang dan dedaun yang bergoyang dalam iringan khidmat. Datang dari timur, titipkan pesan semerbak bunga yang mekar di musim semi. Tapi Tamara....angin datang tak tentu. Kadang pelan menghanyutkan, kadang kencang menghempas, sesekali diam tak beranjak. Tamara....tidakkah kau sadar kalau kamu hadir dalam kehidupanku seperti semilir angin, hinggap dan menerpa jiwaku dengan sebuah cinta? Maafkan aku Tamara….aku hanya bisa memperhatikanmu dalam diam....bersama hembusan angin malam yang mulai menggigit tulang-tulangku, ijinkan aku untuk mengucapkan sepengal kalimat bahwa “aku sangat mencintaimu....................”.
Share:

0 comments:

Post a Comment