Thursday, 2 August 2012

SOAL MEMILIH


Dalam setiap pengalaman harian, kita selalu punya kesempatan dan kemampuan untuk memilih dan dipilih.Kita memilih karena kita punya wewenang atau tanggungg jawab untuk menentukan dan mungkin juga berhak untuk memutuskan. Kita memilih seorang karyawan karena kita butuh tenaga, pengalaman dan keahliannya. Sebaliknya kita dapat saja dipilih karena kemampuan yang kita miliki. Singkatnya aktifitas memilih dan dipilih sebenarnya mengarisbawahi kebutuhan dasariah manusia sebagai mahluk biasa yang harus saling melengkapi. Manusia bukanlah segalanya sehingga tidak membutuhkan kehadiaran yang lain. Selain itu kecenderungan kita untuk memilih yang terbaik, yang paling bermutu dan tahan lama adalah hal yang wajar dan logis dari segi ekonomi. Dalam hal ini kita harus membenarkan pribahasa ”Habis manis sepah dibuang”. Kita tidak mungkin terus mengunakan tenaga seseorang yang tidak produktif atau barang-barang tua yang sudah karat. Oleh karena semua orang harus tetap menunjukkan diri sebagai yang terbaik dan terhormat yang ditunjukkan dalam sikap kreatifitas yang produktif, proaktif dan memiliki daya juang tinggi. Changge or be change (berubahlah sebelum anda dirubah). Penginjil Matius hari ini menampilkan cerita Yesus, soal bagaimana aktifitas memilih dan dipilih juga berlaku dalam kehidupan surga. Sekali peristiwa Yesus bersabda kepada orang banyak, "Hal Kerajaan Surga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut, lalu mengumpulkan pelbagai jenis ikan. Setelah penuh, pukat itu ditarik orang ke pantai. Lalu mereka duduk dan dipilihlah ikan-ikan itu, ikan yang baik dikumpulkan ke dalam pasu, yang buruk dibuang. Demikianlah juga pada akhir zaman. Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar. Yang jahat lalu mereka campakkan ke dalam dapur api. Di sana akan ada ratapan dan kertak gigi. Mengertikah kalian akan segala hal ini?" Orang-orang menjawab,"Ya, kami mengerti." Maka bersabdalah Yesus kepada mereka, "Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran hal Kerajaan Allah seumpama seorang tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya." Setelah selesai menyampaikan perumpamaan itu Yesus pergi dari sana. Pemilihan Tuhan berlangsung, kalau Ia memilih para rasul menurut yang dikehendaki-Nya. Pemilihan Tuhan berlangsung, kalau Ia membagi-bagi talenta yang tidak sama. Pemilihan Tuhan terjadi lagi, kalau Ia memanggil pekerja pada waktu yang berbeda-beda dan kemudian memberikan upah yang sama, berdasarkan kebaikan-Nya. Tuhan juga membiarkan "seleksi" terjadi lewat perjalanan kodrat dan perlombaan alami: ada yang dilahirkan sehat, ada yang cacat, ada yang jadi kaya, ada yang jatuh miskin, ada yang untung, ada yang malang. Permainan alam kodrat, yang dibiarkan oleh Tuhan: pilihan - penyelenggaraan - atau nasib? Pukat yang mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan, setelah penuh, dipilih di hadapan Tuhan: "malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dan orang benar." Kejahatan atau kebenaran itu bukan nasib, bukan Tuhan yang menghendaki, ini terjadi karena pilihan manusia sendiri. Memang panggilan bakat dan rahmat, berbeda-beda. Tuhan yang memberikan menurut kerelaan-Nya. Pemilihan atau penolakan manusia terhadap kebaikan Tuhan akan menentukan tempatnya pada akhir zaman. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Tuesday, 31 July 2012

SOAL PENJELASAN


Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak hal yang membuat kita bingung dan ragu. Kita binggung dan ragu karena banyak hal atau pristiwa yang tidak jelas. Jangan tanyakan lagi kenapa tidak jelas karena hal itu sangat pribadi dan situsional. Satu hal yang bisa dibuat yakni untuk sesuatu yang membingungkan atau tidak jelas harus diberi penjelasan. Disisi lain khususnya dalam konteks filsafat, kebingungan adalah awal yang baik. Kebijaksanaan selalu berawal dari ketidakjelasan dan keaadan binggung. Hal ini mau menggarisbawahi bahwa orang tidak selalu atau selamanya dalam keadaan bingung. Jika itu yang terjadi maka rumah sakit jiwa adalah tempatnya. Kebingungan seharusnya memaksa orang untuk proaktif mencari solusi, penjelasan dan alternative. Cara tepat yang mesti ditempuh yakni dengan bertanya. Bertanya dan terus bertanya adalah cirikhas seorang yang cerdas dan bukan tanda seorang yang otak lemah. Seseorang akan bertanya dan terus bertanya, mungkin hingga sang maut menjemputnya. Orang bertanya karena hidup itu sendiri adalah sebuah pertanyaan abadi. Bukankah tidak ada yang tetap dan mutlak benar di bawah matahari? Penginjil Matius hari ini menampilkan kebingungan para muris yang Nampak dalam pertanyaan mereka kepada Yesus. Mereka bingung dan meminta penjelasan lanjut dari sang Guru soal perumpamaan ilalang di antara gandum. Mereka bingung karena bagaimana mungkin seorang petani harus membiarkan gandum dan ilalang tumbuh bersama. Apakah petani itu memang terlampau bodoh sehingga ia tidak membutuhkan hasil dari kerjanya. Ketika orang banyak pulang, para murid bertanya kepada Yesus ”Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu.” Yesus menjawab, kata-Nya: ”Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia; ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang anak-anak si jahat. Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat. Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malai¬kat-Nya dan mereka akan mengumpulkan se¬ga¬la sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya. Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratap¬an dan kertakan gigi. Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti mata¬hari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa ber¬telinga, hendaklah ia mendengar!” Yesus rupanya sangat menghargai permintaan tulus para murid. Ia menjawab pertanyaan para murid dengan penjelasan yang sangat jelas dan konkrit. Menurut Yesus petani yang menabur benih itu tidak sebodoh yang dibayangkan. Ilalang yang ada tumbuh di antara gandum tersebut adalah tindakan si jahat. Si petani atau Anak Manusia sengaja membiarkan anak-anak cahaya dan antek-antek setan berada bersama dalam sebuah ladang dunia. Mereka ada bersama bukan untuk saling mengisi dan melengkapi tetapi saling berkompotisi untuk mempertahankan jati dirinya masing-masing. Dalam kebersaman, gandum tidak mungkin berubah menjadi Ilalang ataupun sebaliknya tetapi sangat mungkin gandum bermental ilalang. Tidak heran bila pada akhirnya Malaikat Tuhan masih bisa membedakan gandum atau ilalang. Di sini celah pertobatan masih ada. Anak-anak cahaya atau kerajaan dikumpulkan dalam surge dan antek-antek setan dijerumuskan dalam neraka untuk dibakar. Apakah kita mampu menangkap penjelasan ini? Seorang pemuda nekad mencuri di sebuah perumahan mewah lantaran desakan ekonomi. Namun, nasib sial menimpanya. Ia tertangkap tangan, lalu dihakimi oleh warga sekitar yang geram karena ulah nekat pemuda itu. Untung saja petugas kepolisian berhasil mencegah tindakan anarkis massa yang main hakim sendiri ini. Nyawa pemuda itu dapat diselamatkan. Pemuda itu tidak menaburkan benih baik, tetapi benih jahat. Maka, hasil yang dia terima bukanlah pujian atau sanjungan melainkan cercaan dan hujatan. Siapa pun yang menabur kebaikan akan mendapat hal yang baik. Begitu pun sebaliknya. Upah amal kasih dan perbuatan baik adalah surga; upah dosa adalah maut! Orang-orang berdosa hidup di bawah bimbingan Iblis dan kuasa kegelapan dunia ini, sementara orang yang baik hidup di bawah bimbingan Roh Allah sendiri. Orang berdosa akan dikumpulkan, lalu dicampakkan ke dalam neraka jahanam; di sana akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. Orang yang baik menikmati sukacita abadi bersama Allah di surga. Yesus dalam Injil hari ini dengan sangat jelas melukiskan semuanya ini, tetang apa yang akan terjadi dengan hidup kita kelak. Apakah kita dicampakkan ke dalam neraka ataukah beroleh hidup bahagia di surga, semua tergantung pada kita yang menjalaninya. Karena hidup digerakkan oleh tujuan, maka pilihan akhirat kita menentukan sikap dan perilaku kita saat ini. Oleh karena itu saudara/iku, jangan pernah membingungkan diri sendiri oleh berbagai sikap acuh tak acuh, angkuh, gila harta dan pangkat. Tetapi sekiranya situasi hidup menghadapkan kalian pada sebuah kebingungan, bertanyalah pada Yesus dalam doa maka kamu akan memperoleh jawaban dan penjelasan yang sangat lengkap sehingga dapat membedakan yang baik dan jahat, yang benar dan salah. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Monday, 30 July 2012

SOAL MENANAM

Mananam adalah kata yang biasa dan sering dipraktekkan. Kita menanam dengan sebuah tujuan dan harapan agara apa yang ditanam tersebut dapat tumbuh dan menghasilkan sesuatu. Petani mananam tanaman entah tanaman jangka pendek ataupun jangka panjang, pengusaha mengadakan survey pada sebuah perusahan untuk ikut menanam modal atau saham di dalamnya, Pemimpin dan pengurus partai politik sibuk menebar pesona untuk bisa menanam kepecayaan masyarakat. Singkatnya kita menanam agar dapat memanen. Bukan hanya satu kali lipat tetapi berlipat-lipat ganda. Namun demikian berbicara tentang menanam tidak terlepas dari peranan orang yang menanam, benih yang ditanam dan tempat serta waktu kapan benih itu ditanam. Tanaman pohon cendana misalnya, memiliki peluang untuk tumbuh jika ditanam oleh seorang petani yang berpengalaman diatas lahan yang subur pada saat menjelang musim hujan. Sebaliknya menanam tanaman cendana dalam lahan yang kritis dan musim yang salah oleh seorang kontraktor yang nota bene “awan” soal pertanian sudah pasti tidak berhasil. Selain itu jenis dan kualitas benih, harus mendapat perhatian lebih dalam hal menanam. Benih yang baik selalu berpeluang besar untuk tumbuh dan menghasilkan buah. Sebaliknya jenis benih yang kriput dan kerdil biasanya tidak bertahan dalam sebuah iklim yang garang. Singkatnya, menanam mengandaikan adanya peranan dari yang menanam, jenis tanaman, tempat atau lahan serta iklim yang mendukung. Penginjil Matius hari ini menampilkan cerita soal bagaimana Yesus membentangkan suatu per-um¬pamaan kepada para pendengar-Nya. Yesus berkata: ”Hal Kerajaan Surga itu seum¬pama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya. Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar daripada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang ber¬sarang pada cabang-cabangnya.” Dan Ia men-ceritakan perumpamaan ini juga kepada mereka: ”Hal Kerajaan Surga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya.” Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatu pun tidak disampaikan-Nya kepada mereka, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: ”Aku mau membuka mulut-Ku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan.” Kegiatan menabur dan menanam memiliki maksud yang sama atas cara yang beda. Menabur selalu mendahului kegiatan menanam. Atau dengan kata lain kita dapat menanam dari apa yang sebelumnya kita taburkan. Dalam konteks cerita biblis hari ini, pada dasarnya Tuhan sudah menabur benih Sabda dalam hati nurani kita. Tugas kita yang tersisa yakni menanam benih Sabda tersebut secara kreatif dalam produktif dalam hati sesama di sekitar kita. Pertumbuhan pohon sesawi dipakai Yesus untuk menggambarkan pertumbuhan iman kita. Iman yang semakin bertumbuh dan berkembang, suatu saat akan menghasilkan buah yang melimpah. Jika buah melimpah panenan pasti banyak; jika panenan banyak, pasti banyak para pendatang. Bagaikan pohon sesawi yang didatangi banyak burung, untuk berteduh, sekadar singgah, membuat rumah bahkan mencari makan pada pohon itu juga. Ragi juga menjadi salah satu gambaran yang baik untuk melukiskan kharisma iman dalam hidup seseorang. Ragi itu tampak tidak berarti dan tidak kelihatan, namun ia menyusup masuk ke seluruh adonan dan memengaruhi dari dalam sehingga adonan itu berkembang besar dan enak. Iman yang ada dalam diri seseorang itu bagai ragi yang bekerja diam-diam, dari dalam, memengaruhi seluruh hidup seseorang. Namun, seperti ragi, harus diaduk dulu ke dalam tepung sampai merata semuanya supaya dapat bekerja efektif, demikianpun iman harus diolah dengan baik dan dirawat supaya bisa efektif memengaruhi hidup kita secara keseluruhan. Yesus telah menabur benih iman ke dalam diri kita. Betapa Ia sangat mengharapkan iman itu bertumbuh bagai biji sesawi, dan efektif memengaruhi seluruh hidup kita bagai ragi, sehingga menjadi semakin berkualitas dan bermanfaat. Maka, mari kita merawat iman kita dan mengolah kehidupan rohani kita agar senantiasa menghasilkan buah yang baik dan berlimpah. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Saturday, 28 July 2012

SOAL SELEKSI

Perubahan zaman yang begitu cepat membuat kita harus terus bergerak dan dengan sendirinya berada dalam pengalaman diseleksi dan menyeleksi. Kita diseleksi oleh alam, sesama dan Tuhan sendiri. Kita diseleksi oleh alam yang garang dan iklim yang tidak bersahabat. Yang tidak berhasil dalam seleksi alamiah ini maka hidupnya dihabiskan diatas tempat tidur, rumah sakit bahkan liang lahat. Kita juga diseleksi dari segi kompetensi dan kreatifitas. Seorang yang tidak meng-up date kemampuanya atau dia yang kehilangan kreatifitas dengan sendirinya ketinggalan kreta sekaligus segera menyandang profesi baru sebagai penggangur dan tuna wisma. Akhirnya kita diseleksi oleh diri kita sendiri. Segala sesuatu yang kita lakukan di dunia ini harus dipertanggungjawabkan saat maut menjemput. Yang tidak lolos atau gugur dalam proses seleksi surgawi ini maka ia harus berada di tempat penyucian kalau bukan di neraka. Selain itu kita punya hak dan kemampauan untuk menyeleksi. Kita harus menyeleksi sebelum kita diseleksi. Kita berhak menyeleksi tempat dimana kita harus tinggal dan hidup. Kita menyeleksi pekerjaan yang sesuai dengan minat, bakat dan kemapuan kita. Kita juga menyeleksi hal-hal apa yang harus dibuat untuk kehidupan di akhirat nanti. Singkatnya hidup ini adalah proses untuk menyeleksi dam diseleksi. Penginjil Matius hari ini menampilakan cerita Yesus soal perumpamaannya tentang seorang penabur, gandum dan ilalang. Diceritakan tentang kerajaan Allah itu seumpama orang yang menaburkan benih baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya, menaburkan benih lalang di antara gandum, lalu pergi. Ketika gandum tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. Maka datanglah hamba-hamba tuan ladang itu dan berkata kepadanya, 'Tuan, bukankah benih baik yang Tuan taburkan di ladang Tuan? Dari manaka lalang itu? Jawab tuan itu,'Seorang musuh yang melakukannya!' Lalu berkatalah para hamba itu, 'Maukah Tuan, supaya kami pergi mencabuti lalang itu?' Tetapi ia menjawab, 'Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kalian mencabut lalangnya. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai tiba. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai, 'Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandumnya ke dalam lumbungku. Tentunya kita bisa bedakan fungsi gandum dan ilalang. Gandum adalah jenis makanan khas masyarakat Yahudi yang mungkin bisa disamakan dengan fungsi padi untuk konteks kita. Sementara ilalang hampir tidak ada manfaat lebih selain hanyak berfungsi menghijaukan padang yang tandus. Dimana ilalang bertumbuh maka disaat ada riwayat kematian bagi tumbuhan lain termasuk gandum. Dengan demikian bila gandum dan ilalang hidup bersama maka yang selalu berada pihak yang kalah dan menderita adalah gandum. Yesus mengumpamakan orang yang baik adalah gandum dan orang jahat pasti ilalang. Dengan demikian orang baik tidak pernah bahagia jika berada di antara orang jahat. Namun Yesus justru membiarkan hal itu terjadi walau saatnya Ia hadir untuk menyeleksi dan memisahakan gandum atau orang baik dengan ilalang atau orang jahat. Ilalang dibakar dan gandum dimasukkan ke dalam lumbung. Perumpamaan ini sangat jelas dan pasti. Hidup ini merupakan sebuah proses seleksi dan menyeleksi. Meskipun benih itu sudah masuk golongan baik, unggul, pilihan, namun ketika ditanam bukan berarti lepas dari ancaman. Ia bisa mati oleh karena rumput liar yang menghimpitnya. (Mt 13:25). Kejahatan dan kuasa jahat selalu mengancam pewartaan kebaikan dan cinta kasih. Setiap kejahatan tidak serta merta dapat diusir, dikalahkan, atau dihalau begitu saja. Sebab ilalang yang dicabut bisa jadi akan membuat gandum pun tercabut (ay 29). Dalam situasi begini, dibutuhkan kebijasanaan, kebajikan, sikap yang hati-hati penuh pertimbangan, tidak asal bertindak. Tindakan ceroboh dapat menghancurkan semunya. Mungkin senada ungkapan kita menyembuhkan tetapi tidak menyakiti. Bagaimana kita dapat mempunyai kebijaksanaan tersebut? Tidak lain dan tidak bukan adalah hidup bersatu dengan Allah, mendengarkan Allah. Kita berusaha fokus dan orientasi pada kebaikan yang hendak kita kembangkan agar menghasilkan sukacita. Allah akan mengganjar yang baik dan menghukum yang jahat. Sesuatu yang baik akan selalu hidup dan tahan zaman. Sementara yang jahat akan kelihatan dan dijauhi orang. Oleh karena itu, saudara/iku, kita sepantasnya terus menerus untuk memperbaharui diri, melakukan pertobatan baik dalam pikiran, sikap, maupun perbuatan. Yang dulu selalu punya pikiran negatif pada sesama, harus mengembangkan pemikiran positif atau kebaikan dalam diri sesama. Yang dulu sering bersikap merendahkan sesama kita harus berusaha menghormati dan mengaku keunggulan sesama. Yang dulu sering menindas sesama yang lemah, kini harus berani rendah hati dan melayani mereka. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Tuesday, 24 July 2012

SOAL SIKAP APATIS DAN SKEPTIS

Kata apatis diartikan sebagai sikap acuh tidak acuh; tidak peduli; masa bodoh. Lalu pertanyaannya apa bedanya dengan skeptis? Sepintas keduanya memiliki kesamaan arti dan maksud dimana skeptis berarti sikap curiga, tidak mudah percaya, dan bersikap hati-hati atas tindakan orang lain. Orang menjadi acuh tak acuh dan tidak peduli karena ia terlanjur tidak percaya. Kehati-hatian dan curiga akhirnya menjadi sikap dasar seseorang. Bagaimanakah sikap apatis dan skeptis dipadukan sehingga menajdi dan menghasilkan sebuah sikap yang kreatifa dan bersifat konstrukstif. Sikap apatis dan skeptis itu ada dan selalu mewarnai hidup manusia modern sekarang ini. Bahkan ada yang mengkampenyekannya secara terbuka dengan berbagai produk undang-undang tentang hak asasi manusia dan kebebasan. Orang seharusnya apatis dengan sesuatu yang bukan merupakan persoalan dan ruang tanggungjawabnya. Sebagai contoh aparat pemerintah negara seharusnya apatis dan tidak boleh mencampuri urusan pribadi seseorang seperti soal kehidupan iman dan moral. Atau seorang pemimpin agama tidak berhak untuk memasukkan ayat-ayat kitab sucinya dalam sebuah undang-undang atau peraturan daerah tertentu. Singkatnya orang harus apatis untuk sesuatu yang bukan merupakan wewenang dan tanggungjawabnya. Selain itu orang harus bersikap skeptis untuk berbagai hal. Segala sesuatu harus dipertanyakan, diminta klarifikasi dan penjelasan yang akurat. Dengan bersikap skeptis kita dapat menemukan titik terang, kepastian dan kebenaran. Walau demikian kita tidak bisa selamanya hidup dalam sikap apatis dan skeptis. Konteks kapan dan dimana kita berada hendaknya menjadi bahan pertimbangan. Penginjil Matius hari ini menampilkan sikap apastis yang ditunjukkan Yesus. Ia bersikap acuh tak acuh, tidak peduli bahkan tidak sopan terhadap keluargaNya sendiri. Sikap apatis yang dibarengi sikap tidak sopan adalah sikap seorang yang tidak tahu diri dan tidak tersentuh pendidikan moral dan tata kerama. Diceritakan bahwa ketika seseorang memberitahu kehadiran ibu dan keluarga-Nya, Yesus terkesan menyangkal dan menghindar. Ia berkata dalam nada skeptis ”Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?” Kemudian Ia menunjuk ke arah murid-murid-Nya: ”Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.” Sikap apatis dan skeptis yang ditunjukkan Yesus ini membuat kita merasa geli penuh kebingungan? Bagaimana mungkin dalam waktu yang terbilang singkat tiba-tiba Yesus menjadi amnesia dengan kelurganya sendiri. Kalau orang lain boleh dilupakan tetapi apakah kita pantas menyangkal dan menolak kehadiran seorang ibu? Sungguh-sungguh membingungkan. Sikap yang seharusnya tidak boleh dipertontonkan oleh seorang Yesus. Tetapi itu yang terjadi dan benar adanya. Yesus bersikap tidak peduli dan mempertanyakan kehadiran dan keberadaan keluarga-Nya sendiri termasuk ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya. Lalu apa yang mau disampaikan Yesus kepada kita dari cerita suci hari ini? Sebagai seorang anak yang baik, Yesus tentu sangat mengenal Maria sebagai ibu-Nya, demikianpun sebaliknya, Maria sangat mengenal siapa Yesus itu. Mereka berdua sama-sama mengerti perannya masing-masing dalam karya keselamatan Allah. Mendengar Yesus mempertanyakan: Siapa ibu dan saudara-saudara-Nya, tidak membuat Maria terkejut. Justru dalam hatinya Maria bangga karena Yesus sedang memuji dirinya. Betapa tidak, kriteria saudara-saudara dan Ibu Yesus sepenuhnya dimiliki Maria: Ia telah melakukan kehendak Bapa di surga, bahkan telah dirahmati Allah sejak dari dalam kandungan. Dengan mengatakan hal ini, Yesus hendak membuka relasi yang lebih luas lagi bagi kita dan mengajak kita untuk menjadi ibu dan saudara-saudara-Nya, dengan satu syarat: Hanya melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Jika kita melakukan kehendak Bapa, kita adalah saudara-saudari Yesus. Kita mendapatkan keistimewaan untuk tinggal bersama Yesus dalam satu keluarga besar Allah. Sebagaimana Yesus telah memperluas relasi-Nya dengan kita, kita pun hendaknya juga demikian, membiarkan semakin banyak orang mengenal Allah dan mau melaksanakan apa yang Allah kehendaki. Kita membuka diri untuk juga menjadi saudara dan ibu bagi orang lain. Bapa, ajari aku untuk selalu melakukan kehendak-Mu sehingga aku boleh menikmati janji-janji-Mu. Saudara/iku, bersikaplah apatis dan skeptis untuk sesuatu yang merugikan sesama dan yang bertentangan dengan kehendak Allah. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Saturday, 21 July 2012

SOAL JEMBATAN

Berbicara tentang jembatan bukanlah hal yang baru. Jembatan bisa dipakai untuk berbagai konteks atau juga dalam bentuk kiasan digunakan dalam beragam arti. Dalam arti aslinya jembatan dimengerti sebagai sarana ideal yang didesain untuk menghubungkan medan yang sulit atau curam. Jembatan bisa juga dilekatkan pada seorang jurubicara, diplomat atau pengacara. Peranan sebuah jembatan atau orang yang bertindak sebagai jembatan sangat ideal tetapi sekaligus menantang. Jembatan yang baik biasanya memberi kemudahan dalam hal transportasi dan efesiensi dalam hal waktu, biaya dan tenaga. Demikian halnya seorang yang bertindak sebagai jembatan, ia bisa menjadi orang kepercayaan dari dua belah pihak yang mebutuhkan jasanya. Bandingkan saja tugas seorang duta besar atau diplomat. Walau demikian tugas seorang “jembatan atau juga sering disebut juru bicara memiliki tantangan tersendiri. Keputusan dan kesepakatan yang saling menguntungkan antara dua belas pihak sangat bergantung pada sepak terjangnya. Semakin cerdas, trampil dan bijaksana seorang juru bicara maka semakin besar terjadinya sebuah keputusan dan kerjasama yang akrab dan penuh persaudaraan. Lalu bagaimanakah bila sebuah jembatan atau seorang yang bertugas sebagai jembatan menyalahgunakan fungsinya sebagai penghubung atau penyalur informasi yang baik? Tentunya yang ada adalah kesalahpahaman, saling curiga dan berakhir pada konflik atau perselisihan. Penginjil Matius hari ini, menampilkan cerita biblis tentang eksistensi Yesus sebagai jembatan sebagaimana yangditegaskan nabi Yesaya, "Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan, Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap”. Kata-kata yang disampaikan Nabi Yesaya ini adalah penegasan Allah sendiri akan diri Yesus sebagai Sabda Allah yang telah menajdi manusia. Yesus adalah penghubung atara yang Ilahi dan manusiawi, antara yang fana dengan yang abadi, antara dunia dan surga. Itu berarti kehadiran Yesus sudah diramalkan jauh sbelum Yesus hadir. Kehadiran Yesus bukan sesuatu yang tiba-tiba atau mendadak tetapi direncanakan Allah semenjak dunia diciptakan. Dengan demikian manusia sangat bernilai dan luhur di mata Allah. Panggilan hidup kita sebagai orang Kristen adalah panggilan untuk menjadi jembatan atau duta Allah untuk menjadi iman, nabi dan raja. Kehadiran Allah sangat terasa bagi sesama kita sejauh mereka mampu melihat keindahan dan kekhasan diri kita sebagai duta kasih Allah dalam hal cinta, persaudaraan, maaf dan kesetiaan. Upaya kita untuk menyalurkan kasih Allah dalam kata dan perbuatan merupakan sebuah perjuangan yang tak pernah berakhir. Dari setiap detik hidup yang kita lalui, selalu saja ada hal tersulit dan terpahit yang bakal kita alami untuk menguji kekuatan dan ketegaran hati kita. Setiap musim kita digilas oleh banyak kesulitan dan tantangan hidup dan pada saat yang sama iman dan harapan kita sebagai utusan Allah dimurnikan. Jangan pernah takut karena pada saat itu kita bisa bersaksi bahwa kita hanyalah alat di tangan Tuhan. Tuhan adalah Dia yang setia dalam segala situasi hidup kita. Jadilah jembatan kebaikan sebelum setan memakaimu sebagai jembatan kejahatan dan kemunafikan. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Friday, 20 July 2012

SOAL PRIORITAS

Bagi seorang yang memegang prinsip, hidup butuh kepastian maka sudah hampir pasti ia memiliki target atau rencana. Karena itu selalu ada hal yang menjadi prioritas dalam hidup dan karya. Seorang yang baru menamatkan bangku kulian tentunya memiliki prioritas untuk segera mendapat pekerjaan sementara seorang yang sudah bekerja tentunya memiliki prioritas untuk segera mendapat pasangan hidup. Singkatnya prioritas adalah hal yang utama atau yang menjadi pusat perhatian untuk dapat diwujudkan. Seorang yang tidak memiliki prioritas dalam hidup adalah dia yang tidak memiliki target atau rencana hidup. Bila itu yang terjadi maka hidup tidak lebih dari sebuah biduk yang tanpa nahkoda. Tidak memiliki arah atau cita-cita untuk diraih. Oleh karena itu hidup harus memiliki prioritas atau hal yang diutamakan. Kebanyakan diantara kita menjadikan prioritas hidup untuk berjuang agar selalu unggul dalam banyak hal seperti kelimpahan ekonomi, status atau pangkat, ketenaran dan nama besar. Hal itu adalah wajar-wajar saja sejauh tidak menghambat pikiran dan hati kita untuk selalu terarah pada sebuah prioritas hidup yang paling esensial yakni kehidupan eskatologis. Sebuah kehidupan baru setelah perziarahan kita di dunia ini. Tuhan adalah prioritas akhir dari sekian banyak prioritas hidup yang kita rencanakan. Penginjil Matius hari ini menampilkan cerita Yesus, soal prioritas dalam hidup keagamaan. Yesus menekankan agar selalu memprioritaskan Allah dan manusia dalam setiap bentuk dan ragam hidup beriman. Atau dengan kata lain Allah dan manusia harus menjadi target atau sasaran utama bukan memprioritaskan beragama jenis dogma keagamaan atau tradisi nenek moyang yang justru menghambat seseorang dalam mewujudkan jati diri yang sesungguhnya. Diceritakan, ketika para murid Yesus memetik gandum pada hari sabat, orang Farisi tiba-tiba merasa risih hingga spontan mengkleim kepada Yesus. “Lihatlah para murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat”. Yesus menegaskan anak manusia adalah Tuhan pada hari sabat. Dengan demikian Yesus hendak menegaskan kalau diri-Nya menjadi prioritas bukan tunduk pada berbagai macam jenis dogma atau aturan yang dibuat manusia. Dalam keseharian hidup kita ada banyak hal yang kita perjuangkan. Dengan demikian banyak juga yang menjadi prioritas kita ke depan. Namun dari semua prioritas itu apakah kita masih menomorduakan Tuhan dari yang lain? Apakah kita lebih mengutamakan kerja kita ketimbang menyisihkan waktu untuk bertemu Tuhan dalam doa, ibadah dan perayaan ekaristi? Apakah kita lebih senang menghabiskan banyak uang di meja judi atau tempat hiburan lainnya ketimbang menyumbangkan sedikit yang kita miliki bagi saudara-saudara kita yang menderita kelaparan? Semua jawabannya, ada dalam hati dan pikiran kita sendiri. kita yang memutuskan apa yang menjadi prioritas dalam hidup kita? apakah uang? harta benda? pangkat? nama besar? Atau Tuhan dan sesama? Ketahuilah saudara/i-ku, kita masih diberi waktu untuk menentukan sikap kita apakah memprioritaskan Allah dan sesama atau diri sendiri dan ambisi pribadi kita. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Thursday, 19 July 2012

SOAL CURHAT

Hampir tidak ada cara yang lebih bijaksana untuk meringankan beban pikiran dan rasa selain ber-curhat. Curhat adalah bukti nyata keberadaan manusia sebagai homo socius atau mahluk sosial. Manusia mampu dan seharusnya berelasi dengan orang lain dalam beragam cara termasuk ber-curhat. Dengan demikian curhat adalah hal yang wajar dan pantas dibuat oleh semua orang baik laki-laki maupun perempuan. Selain itu mencurahkan isi hati kepada orang lain tentunya berkaitan erat soal kepercayaan, kedekatan dan keakraban. Semakin kita merasa dekat, akrab dan yakin bahwa seseorang mampu menjaga rahasia persoalan kita maka semakin besar keinginan kita untuk berbagi cerita dengan orang tersebut. Biasanya orang berbagi isi hati menyangkut persoalan luar biasa dalam hidup termasuk beban hidup pribadi atau keluarga. Di negara-negara maju seperti Jepang kasus bunuh diri sangat tinggi. Hal ini terjadi karena relasi yang dibangun adalah relasi kepentingan bukan relasi personal. Orang sibuk dengan pekerjaan dan dirinya sendiri. Maka ketika terjadi persoalan orang merasa ditinggalkan sendiri. Tidak ada orang yang mau atau diyakini dapat mencurahkan isi hati. Persoalan yang sekian berat akan mengakibatkan depresi, stress dan berakhir pada tindakan bunuh diri. Sikap seorang yang tertutup atau introvert sangat berbahaya jika tidak bisa mengekpresikan perasaannya secara kreatif. Jauh dari semuanya itu saya hanya mau mengatakan bahwa mencurakan isi hati adalah cara bijaksana, pantas dan wajar untuk meringankan beban pikiran dan perasaan. Persoaln baru muncul ketika orang yang kita yakin mampu menjaga rahasia hati kita bersikap plin-plan dan membocorkan semuanya itu kepada orang lain. Jika itu terjadi kepada siapakah kita harus percaya??? Penginjil Matius hari ini menampilkan cerita Yesus soal keterbukaan hatinya untuk menerima dan member solusi bagi semua orang yang mengalami persoalan dan beban dalam hidup. Yesus berkata “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-ku pun ringan." Dengan demikain Yesus mengajak kita untuk menjadikan-Nya sebagai temapat kita mencurahkan segal isi hati dan beban hidup kita. Kita tidak perlu takut untuk dikhinati atau masalah kita diketahui banyak orang. Yesus adalah Tuhan yang senantiasa mendengar keluh kesah dan rintihan hati kita. Dalam dan melalui Yesus kita dapat belajar soal kesabaran, kekuatan untuk bertahan dalam berbagai situasi hidup dan kepasrahan yang total pada kehendak Allah. Hari ini kita semua diundang Yesus untuk datang dan belajar kepada-Nya, Yesus ingin mengajarkan kita kembali tentang pentingnya kebijaksaan dan kerendahan hati dalam menyikapi berbagai persoalan dalam hidup ini. Ia ingin kita mengikuti-Nya dan belajar dari pada-Nya bagaimana menyelesaikan masalah tanpa mempergunakan cara-cara kekerasan yang hanya akan berbuah ketidakbahagiaan dan ketidaktenangan. Yang kedua adalah Yesus ingin kita kembali dan datang kepada-Nya. Kita seringkali terhimpit beban berat khususnya dalam masalah ekonomi dimana berbagai kebutuhan hidup terus melambung tinggi dan kadang sulit terjangkau oleh orang-orang "kecil'. Demikian halnya yang bermasalah dengan dosa-dosa berat yang menghimpit hati dan pikiran sehingga selalu menjadi bayang-bayang dalam keseharian kita. Saudara/iku, melalui gereja Yesus telah memberikan kuasa untuk mengampuni dosa-dosa kita melalui Sakramen pengakuan dosa dan ini meruapakn sebuah karunia tak terhingga bagi kita dari Yesus yang Maharahim untuk memberikan kita pengampunan dan kelegaan pada segenap hati dan pikiran. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Wednesday, 18 July 2012

SOAL BERSYUKUR

Dalam hidup ini kita selalu mempunyai seribu satu alasan untuk bersyukur. Kita pantas dan wajib bersyukur karena hidup ini anugerah semata. Sebagai sebuah anugerah, kita tidak mempunyai wewenang untuk menentukan keberadaan hidup kita termasuk soal kelahiran dan kematian. Kapan dan bagaimana seseorang lahir atau meninggal, semuanya berada dalam sebuah misteri abadi. Sebagai seorang beriman kita yakin dan percaya, Tuhan adalah penyelenggara kehidupan Manusia. Tuhan adalah alva dan omega, sumber sekaligus tujuan akhir perziarahan hidup manusia. Tanpa kehadiran dan campur tangan Tuhan, kita hanyalah bayang-bayang yang tanpa makna dan tujuan. Oleh karena itu, ungkapan syukur kita dalam doa, amal dan puasa bukanlah sebuah rutunitas belaka sebagai seorang beragama tetapi sebagai kewajiban dan keharusan yang dijalani penuh kesadaran. Sebuah fakta yang mencemaskan akhir-akhir ini yakni banyak orang yang mempolitisi agama. Kosekuensinya jelas, iman dijadikan sebagai sebuah kesenian semata yang penuh permainan dan sandiwara. Syukur bukan lagi menjadi kata kehidupan yang mengalir dari hati tetapi hanyalah sebuah pertunjukan batiniah yang sarat kepentingan. Padahal bersyukur kepada Tuhan harus nampak dalam sebuah sikap hidup yang tulus karena respek yang tinggi kepada yang Ilahi. Penginjil Matius hari ini menampilkan cerita Yesus soal suka cita-Nya dalam sebuah nada syukur. Yesus bersyukur kepada bapa-Nya di surga yang telah menyatakan kebesaran-Nya dalam pribadi-pribadi yang sederhana yang kelihatan kecil di mata dunia. Yesus berdoa dengan menyapa Allah sebagai Bapa: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.” Yesus bersyukur karena Allah menyembunyikan semuanya bagi orang bijak-pandai dan menyingkapkan bagi orang kecil. Orang bijak artinya terpelajar/berilmu; orang pandai artinya pintar/inteligen; orang kecil artinya belum berilmu. Orang bijak-pandai mengklaim berpengetahuan mendalam tentang Allah; orang kecil merasa tidak tahu banyak tentang Allah, tetapi mengakui kehadiran Allah dalam diri Yesus. Karena itu bagi orang-orang kecil dinyatakan “semuanya itu”. Semuanya itu berkenaan dengan Bapa yang mempercayakan segala sesuatunya kepada Yesus, yaitu kuasa sebagaimana dimiliki-Nya sendiri. Karena misteri Allah yang tak mungkin dimiliki siapapun itu ada pada Yesus, maka hanya Yesus dapat mengenal sepenuhnya Bapa dan hanya Bapa dapat mengenal sepenuhnya Dia. Mengenal bukan saja berarti mengetahui, tetapi suatu intimitas yang menciptakan relasi khusus antar dua pribadi. Karena itu pula hanya Yesus dapat menyingkapkan sepenuhnya diri Bapa dan hanya orang yang kepadanya Ia berkenan menyatakannya dapat mengenal Bapa. Dalam hidup kita setiap hari, terkadang kita mengetahui diri sebagai seorang beragama tetapi sedikit sekali yang mengenal diri sebagai orang beriman. Kosekuensinya kita hanya bersyukur atas semua pristiwa hidup yang menyenangkan dan membahagiakan. Sedikit sekali bahkan tidak pernah kita menerima semua pengalaman pahit atau menyakitkan dengan sedikit rasa syukur. Kita kerapkali mengutuki diri dan mempertanyakan kekuasaan dan penyelenggaraan Tuhan dalam hidup kita. Kita diajak untuk semakin mengenal diri dan kuasa Tuhan atas hidup kita dan senantisa bersyukur dalam segala situasi hidup yang kita alami baik yang mengembirakan maupun yang menyakitkan. Yesus mengajarkan kita untuk selalu bersyukur dalam Roh sebab kita memang terlahir untuk bersyukur. Ketahuilah, sebuah hati yang tidak tahu bersyukur adalah hati yang tidak mengenal diri dan sudah pasti tidak mengenal Allah. Bersyukurlah selalu sebelum anda dihakimi oleh diri anda sendiri sebagai pribadi yang tidak tahu diri karena tidak mengenal diri. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Tuesday, 17 July 2012

SOAL KEKUATAN KATA

Kata bukan hanya apa yang tertulis dan yang terucap tetapi apa yang dihidupi. Semakin ada kesesuaian antara apa yang ditulis atau yang diucapakan dengan apa yang dihidupi maka kata akan lebih bermkna dan memiliki kekuatan dalam dirinya sendiri. Dengan ini mau menegaskan bahwa kata berbeda dengan bicara. Atau dengan kata lain berbicara banyak belum tentuk mengatakan sesuatu. Saya, anda dan kita sekalian seringkali mengunakan kata, baik lisan maupun tulisan untuk menyampaikan pesan, kata hati atau pikiran kita kepada orang lain. Semakin sederhana dan jelas kata kata yang digunakan maka semakin mudah pesan tersebut dipahami dan dimengerti orang lain. Sebaliknya semakin luas, rumit dan berbelit-belit kata yang dipakai maka sangat besar peluang adanya interpretasi beragam, multi tafsir dan bukan tidak mungkin berujung pada kesalahapahaman dan konflik. Akhir-akhir ini, dalam arena politik kata-kata kehilangan kekuatannya. Kata-kata bukan lagi membantu orang untuk menyatukan perbedaan pendapat, mengeratkan relasi dan membangun rasa persaudaraan dan solidaritas tetapi dijadikan sebagai sarana untuk membalikkan banyak fakta dan kebenaran. Lebih parah lagi ketika banyak calon pemimpin atau pemimpin yang mudah memilih kata-kata biblis untuk membenarkan dan mendukung banyak tindakan korup dan manipulatif. Melihat semua kenyataan ini apakah kita masih mempersalahkan keberadaan sebuah lidah yang tidak bertulang? Penginjil Matius menampilkan kecaman Yesus atas beberapa kota yang tidak mau bertobat sekalipun di situ Yesus melakukan banyak mukjizat. Yesus mengunakan kata “celakalah” untuk mewakili rasa kecewa mendalam atas keangkuhan dan kepongahan manusia yang makin lupa diri dan bahkan tidak tahu diri. Kata “celaka” adalah kata kutukan yang dalam arti lebih ringan berarti tidak mendapat berkat, selalu mendapat nasib malang, tidak pernah sukses dalam tugas dan karya serta tidak mendapat tempat dalam kerajaan Allah. Selain itu celaka berarti mendapat kemalangan atau mengalami nasib sial serta kematian tragis. Mungkin kita bertanya, bukankah Yesus seorang utusan Allah yang berkelimpahan dalam hal pengampunan dan kesabaran. Mengapa IA justru mengutuk manusia yang seharusnya diselamatkan karena sudah merupakan tujuan tunggal kehadiran-Nya. Atas pertanyaan ini tentunya kita harus kembali pada konteks yang lebih konkrit dan manusiawi. Kota Korazim dan Betsaida bisa saja gambaran sebuah hati yang terlanjur kaku dan keras sehingga sulit untuk dilunakkan lagi. Tidak ada cara yang paling tampan selain menggetarkannya dalam satu bentuk seperti nasib sial dan malang. Dengan demikian setiap pengalaman pahit dalam hidup bukan tanda ketidakhadiran Allah atau sisi lain dari kebaikan Allah tetapi bentuk penyadaran agar kita mengenal kata tobat. Kata celaka, tobat dan berbahagia sebenarnya satu garis lurus yang saling bersinggungan. Tidak terhitung, berapa banyak dan jenis kata yang tertulis dan terucap dari bibir kita setiap hari. Terkadang kita berbicara banyak tetapi hampir tidak mengatkan sesuatu. Artinya kata-kata yang kita lontarkan tidak memiliki dampak lebih bagi orang lain. Kata-kata kita bisa saja menjadi suara hambar yang tak bermakna, bisa juga menjadi melodi penuh arti atau bisa berupa pedang yang siap menusuk kalbu. Kata-kata kita menjadi tawar ketika apa yang kita ucapkan tidak sepadan dengan apa yang kita lakukan. Orang yang plin-plan, cari muka dan munafik akan masuk dalam kategori ini. Selain itu kata-kata bisa berubah dalam bentuk sebuah pedang yang menusuk dan mengoyakkan nurani dan akal sehat. Orang yang mendengar kata-kata kita terluka, kecewa dan bisa saja menjadi beringas dan sadis. Tetapi kata-kata akan menjadi sebuah melodi indah saat kita tahu memuji, meneguhkan, memberi rasa aman dan tenang. Banyak yang mengatakan”Mulutmu adalah harimaumu” tetapi mulut tetap merupakan salah satu bagian tubuh yang lugu dan biasa selama tetap diam dan tidak mengatakan apa-apa. Yang membuat mulut itu menjadi harimau adalah kata-kata yang kita ucapkan. Ketahuilah kata-kata adalah manifestasi dari sebuah suasana jiwa, nurani dan akal budi. Semakin terampil dalam menulis dan peka dalam menyampikan sesuatu maka semakin jernih dan jelas isi hati dan pikiran seseorang. Gunakanlah kata-kata seperlunya sesuai kebutuhan, situasi dan konteks sosial masyarakat agar kat-akata tetap memiliki kekuatan yang mampu merangkul, memberdaya dan memberi isnpirasi kepada orang lain tentang perdamaian, persaudaraan dan solidaritas. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Saturday, 14 July 2012

SOAL MENJADI GURU

Jika kita pernah mendengar atau melihat sendiri pengalaman seorang guru yang mengajar di sebuah sekolah, maka dalam waktu 10 tahun kemudian guru itu dapat melihat murid-muridnya yang berhasil memiliki berbagai macam profesi pekerjaan, pangkat dan status pendidikan. Ada yang menjadi dokter, insinyur, designer, programer dan macam-macam lainnya. Tentunya guru tadi masih setia mengajar murid-murid dengan keadaannya yang demikian itu. Mungkin alasan itulah gelar pahlawan tanpa tanda jasa disematkan pada seorang guru. Profesi sebagai guru sebenarnya tidak pantas diukur dengan sejumlah gaji, tunjangan dan dana pensiunan. Guru lebih tepat bila dihubungan dengan soal keteladanan, keuletan, ketabahan dan pengorbanan. Perikop hari ini menampilkan cerita Yesus soal status seorang guru dan murid. Yesus mengajarkan bahwa “Seorang murid tidak melebihi gurunya, dan seorang hamba tidak melebihi tuannya”. Apakah dengan ini Yesus mau mempertahankan status quo, gengsi dan wibawa seorang guru? Atas dasar apa dan dari segi mana seorang murid tidak dapat melebihi gurunya? Yesus mengutus para murid-Nya untuk memberitakan datangnya Kerajaan Sorga (10:7). Dalam melaksanakan tugas mewartakan Kerajaan Sorga itu, mereka akan mengalami penolakan (10:14). Tugas yang mereka terima itu bukanlah tugas yang mudah dan ringan karena mereka akan “seperti domba di tengah serigala” (10:16). Inti nasihat Yesus kepada para murid-Nya ini adalah supaya mereka tidak takut kepada siapa pun yang menolak dan menentang mereka dan Kerajaan Sorga yang mereka wartakan. Karena, Tuhan akan memperhatikan dan memelihara mereka. Nasihat Yesus ini senada dengan keyakinan Yeremia: Tuhan yang mengutus dan yang diabdinya akan menjaga dan memelihara para utusan-Nya. Yesus mengetahui bahwa para murid-Nya akan menghadapi semua itu. Karena itu, Yesus menasihati mereka untuk tidak takut kepada semua yang menolak dan menentang mereka, bahkan yang dapat membunuh mereka. Karena, mereka hanya dapat membunuh tubuh, tetapi tidak akan dapat membinasakan jiwa. Tuhan, untuk siapa mereka bekerja, jauh lebih berkuasa daripada semua itu karena Ia dapat membinasakan tubuh dan sekaligus jiwa. Tuhan tidak akan membiarkan mereka terlantar dan menderita. Burung pipit pun berharga di hadapan Allah dan diperhatikan-Nya, apalagi mereka yang bekerja untuk-Nya. Selain itu Yesus ingin menandaskan bahwa aneka macam kesusahan, penderitaan, tantangan, cobaan yang akan kita alami jika kita bandingkan dengan penderitaan Yesus sendiri, maka sebenarnya apa yang kita alami itu masih belum ada apa-apanya. Artinya ialah, apa pun yang kita lakukan jika kita percaya dalam nama Yesus, maka kita akan mendapat perlindungan-Nya senantiasa. Kita tidak perlu merasa takut atau bahkan merasa tidak berdaya jika menghadapi sebuah tantangan atau cobaan hidup yang berat. Karena hidup kita sebenarnya sudah mendapat jaminan di dalam nama Yesus. Maka sikap terbaik yang perlu kita bangun ialah kita mau menyerahkan diri kita sepenuhnya terhadap karya Allah yang turut bekerja di dalam hidup kita, membiarkan diri kita dibimbing oleh-Nya dalam setiap rentetan peristiwa kehidupan kita. Marilah kita dari hari ke hari semakin peka terhadap karya Allah yang senantiasa menuntun hidup kita dalam menghadapi setiap tantangan dan perjuangan dalam hidup kita untuk memperoleh kebahagiaan. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Friday, 13 July 2012

SOAL PENDERITAAN

Berbicara soal penderitaan sebenarnya tidak terlepas dari cerita soal kebahagiaan. Penderitaan dan kebahagiaan laksana dua bua buah mata uang yang sulit untuk dilepaskan dari satu dengan yang lain. Bandingkan filsafat Cina soal Yin dan Yang yang menegaskan bahwa dalam dunia ini ada dua hal yang bersifat kontradiksi dan tidak bisa dilepaspisahkan seperti adanya siang dan malam, terang dan gelap, panas dan dingin, hidup dan mati, air mata dan tawaria dan sebagainya. Sebagaimana kita berhak menerima kebahagiaan maka kita seharus terbuka juga untuk menerima penderitaan dalam beragam bentuk. Dalam dunia modern yang serba kompleks, banyak orang menjadi alergi dengan berbagai masalah dan penderitaan hidup. Berbagai kasus bunuh diri dan banyaknya penghuni rumah sakit jiwa menegaskan kenyataan ini. Namun di lain pihak tidak sedikit orang melihat penderitaan sebagai sebuah garis tangan atau takdir yang harus ditanggung. Allah seakan-akan sudah menentukan semua itu dari semula. Padahal banyal soal atau penderitaan menuntut perjuangan kita untuk mencari solusi yang tepat dan benar. Penginjil Matius menampilkan cerita Yesus soal awasannya akan penganiayaan yang akan datang oleh karena pengakuan dan iman kita akan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan penyelamat. Kepada para murid-Nya Yesus memberi pesan : Lihat aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala yang selalu siap untuk mengejar, menerkam dan menyesah tetapi jangan takut Roh Kudus tetap menyertai kamu. Dia akan membelamu dihadapan segala lawanmu”. Dengan demikian memilih untuk menjadi murid Yesus butuh pertanggungjawaban dan pengorbanan. Iman harus dipertanggungjawabkan dalam satu cara termasuk dalam berbagai jenis penderitaan. Sebagaimana Yesus rela terentang antara langit dan dibumi di atas palang salib demikian halnya para murid dan semua yang menyebut diri Kristiani. Tetapi ingat, siapa yang bertahan dalam penderitaan ia kan selamat. Allah memiliki suatu tujuan dibalik berbagai persoalan dan masalah. Dia mengunakan keadaan-keadaan sulit untuk mengembangkan karakter dan iman kita. Yesus sudah memperingatkan bahwa kita akan menghadapi berbagai penderitaan hidup dan tidak ada seorangpun yang kebal terhadap penderitaan. Kehidupan ini adalah serangkaian masalah dan penderitaan. Setiap kali kita berusaha memecahkan satu masalah, masalah lain sudah menanti untuk muncul. Memang tidak semua masalah itu besar tetapi sangat penting untuk kita renungkan dan maknai demi kematangan iman dan karakter kita. Rupa-rupanya Allah memakai masalah-masalah untuk menarik kita dekat kepada-Nya. Kitab Suci menulis bahwa Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati dan menyelamatkan orang-orang yang remuk redam hatinya. Ketahuilah saudara/saudariku beragam persoalan dan penderitaan mendorong kita untuk memandang Allah dan bergantung pada-nya dan bukan diri kita sendiri. Anda tidak akan pernah mengetahui bahwa Allah itu satu-satunya yang anda butuhkan sebelum Allah menjadi satu-satunya yang anda miliki. Apapun penyebabnya, tidak ada satupun maslah atau penderitaan yang terjadi tanpa seizin Allah. Cara bijaksana dari sebuah kualitas iman yang mendalam adalah dengan menyerahkan dan menyatukan penderitaan kita dengan penderitaan Kristus. Teguhkan hatimu dan angkatlah matamu sebab di sana ada cinta yang siap merangkul dan merangkai hatimu yang luka. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin.
Share:

Thursday, 12 July 2012

SOAL MEMBERI SALAM

Dalam setiap bangsa dan budaya, salam merupakan kata sentral dalam sebuah relasi. Orang bisa dan lazim memberI salam dan menerima salam. Apapun cara dan gaya dalam hal memberi salam atau menerima salam semuanya bermuara pada sebuah pengertian tunggal bahwa kita adalah pribadi yang pantas untuk dihargai. Dengan demikian kita tiba pada sebuah kesadaran bahwa menghargai orang lain sama halnya menghargai diri sendiri. Memberi salam kepada orang lain adalah bentuk yang kelihatannya biasa dan sederhana. Mungkin karena hal itu bersifat sederhana dan biasa banyak orang justru melupakan atau mengabaikannya. Anggota keluarga dalam rumah misalnya, enggan untuk memberi salam atau menerima salam satu sama lain hanya karena selalu bertemu dan selalu ada bersama. Padahal salam adalah tanda atau simbol yang nampak jelas dari sebuah relasi yang hidup dan harmonis. Tentunya salam dalam hal ini bukan soal kepentingan atau prosedur yang mesti dibuat seperti salam seorang ajudan untuk seorang Bupati atau Gubernur, atau salam seorang perwira untuk pimpinannya ataupun salam seorang penjaga supermarket untuk para calon pembeli dan sebagainya. Salam dalam konteks ini adalah sebuah sikap bebas yang tulus dan spontan sebagai bukti eratnya rasa persaudaraan. Penginjil Matius menampilkan cerita Yesus soal sikap yang mesti ditunjukkan pada murid saat pertama kali berkunjung pada sebuah rumah yakni memberi salam. Salam menjadikan kata awal yang terbilang kramat untuk sebuah relasi. Atau dengan bentuk lain, relasi dapat dibangun sejauh apakah salam itu diterima atau tidak. Yesus berpesan, apabila kamu masuk sebuah rumah berilah salam kepada seisi rumah itu, jika mereka layak menerimanya maka salammu itu turun ke atas mereka dan jika tidak salam itu akan kembali kepadamu. Apakah arti pernyataan ini? Terlihat jelas bahwa salam bukan sekadar kata hampa belaka. Salam adalah sebuah kalimat kramat yang berdaya guna dan bersifat mengikat. Lebih lanjut salam dilihat sebagai benih yang siap untuk ditaburkan. Lahan dan tanah yang adalah hati nurani tempat yang sepantasnya menerima benih atau salam tersebut. Semakin terbuka dan rendahnya sebuah hati maka salam itu akan ditaburkan dan berbuah dalam bentuk relasi yang hidup, rasa persaudaraan dan solidaritas. Namun jika salam itu tidak mendapat tempat atau ditolak maka yang ada hanyalah kekosongan, kecemasan abadi dan ketiadaan harapan serta kehilangan inspirasi. Kepada para muridnya Yesus berpesan agar jangan pernah berharap apalagi memaksa agar salam itu diterima. Salam itu hendaknya menjadi sebuah aliran air yang pantas mengalir pada sebuah huma yang rendah dan terbuka untuk diairi. Setiap hari kita mendengar, memberi dan menerima salam tetapi sejauhmana kita memahami dan mekanai arti sepenggal kata salam. Apakah salam hanya dilihat sebagai sebuah kebiasaan yang semakin hambar dalam sebuah rutinitas harian yang sama dan monoton? Seberapa banyak kita memberi salam kepada semua orang tanpa harus melihat latar belakang kehidupannya. Apakah kita hanya memberi salam kepada orang yang sama status dengan kita atau memberi salam kepada orang yang berpengaruh baik dalam hal jabatan politis, keagamaan, kemakmuran ekonomi dan sebagainya ketimbang orang-orang biasa yang serba kekurangan dalam banyak hal? Dalam perayaan ekaristi kita selalu meberi salam damai kepada sesama di sekitar kita tetapi sejauhmana itu diaplikasikan dalam keseharian kita sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja atau di tempat lain? Sesederhana apapun sepenggal kata salam sangat berarti bagi yang membutuhkannya. Berilah salam sebelum anda menerima salam. Ketahuilah, salammu adalah doamu dan juga dukunganmu. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi akrunia lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman dan semoga hati Yesus hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

Wednesday, 11 July 2012

SOAL NAMA

Semua orang mempunyai nama dan seharusnya mempunyai nama. Nama adalah tanda (nomen is omen). Sebagai sebuah tanda, nama adalah gambaran diri seseorang. Nama juga berhubungan erat dengan sistem kekerabatan. Kita bisa mengenal asal-usul seseorang, entah soal suku, agama maupun tempat asal dari nama yang disandangnya. Dengan demikian, apapun nama yang dimiliki seseorang adalah baik dalam dirinya sendiri khususnya bagi yang bersangkutan. Implikasi lanjutnya yakni kita tidak berhak untuk mengantikan nama seseorang atau bergonta-ganti nama. Dalam arus zaman yang serba anonim, kecenderungan untuk bergonta-ganti nama sangat tinggi dan dilihat sebagai sebuah trend baru yang sangat digandrungi. Seseorang bisa memiliki beberapa nama sekaligus. Di satu tempat misalnya dipanggil Peter dan ditempat lain dipanggil Mahmud, atau di satu kota dipanggil mas Joko dan di kota lain dipanggil bung Nadus. Singkatnya nama bukan lagi tanda tetapi gaya. Di lain pihak banyak orang yang sibuk mencari nama. Nama akhirnya bukan hanya tanda atau gaya tetapi juga soal popularitas, harga diri dan kehormatan. Tidak heran ada yang berani mempertaruhkan segala yang dimilikinya hanya untuk sebuah nama agar dikenal oleh sebanyak mungkin orang. Penginjil Matius hari ini menampilkan cerita Yesus tentang bagaimana Yesus memanggil orang-orang pilihannya seturut nama yang dimilikinya. Petrus, Andreas, Yokobus anak Zebedeus, Yohanes, Filipus, Bertolomeus, Thomas, Matius, Tadeus, Simon, Yokobus anak Alfeus dan Yudas Iskariot. Kedua nama ini adalah figure-figur pilihan yang kemudian disebut kedua belas rasul. Mereka dipanggil dalam sebuah nama yang bersifat unik, khas dan asli. Kepada mereka Yesus menitipkan pesan agar jangan menyimpang ke jalan bangsa lain melainkan pergi untuk mendapatkan domba-domba yang hilang dari umat Israel. “Pergilah dan beritakanlah, kerajaan Surga sudah dekat”. Mungkin pertanyaan lanjut yakni mengapa hanya dua belas orang untuk sebuah tugas yang sangat besar yakni memberitakan kerajaan Allah ke seluruh dunia? Mengapa harus memilih Yudas Iskariot yang kemudian terbukti mengkhianati gurunya sendiri? Mengapa dipilih nama-nama dari kalangan bawah yang minim dan terbatas dalam hal akademis dan management? Pertanyaan-pertanyaan ini dinilai wajar dan lumrah. Dua belas nama yang dipilih Yesus dapat mewakili dua belas suku Israel dan pengkhianatan Yudas iskariot dapat dilihat sebagai simbol kerapuhan dan ketidaksetiaan manusia pada rencana dan kehendak Allah. Yesus memilih nama-nama dari kalangan bawah mau menujukkan bahwa dihadapan Allah semua orang sama. Keunggulan dalam bidang akademis dan kelimpahan harta kekayaan bukanlah jaminan untuk terlaksananya tugas yang diberikan Yesus untuk mewartakan kasih dan cinta Tuhan. Hanya dalam hati yang rendah dan mau berkorban, Tuhan hadir dan meraja sehingga yang kecil dan hina dimata manusia menjadi indah dan luhur di mata Allah. Intisari dari cerita Yesus hari ini yakni bagaimana nama hendaknya mampu mewakili sebuah pribadi. Dengan demikian pribadi itulah yang justru mendapat penekanan dan bukan nama yang hanyalah sebuah tanda. Dengan demikian pribadi manusia harus mendapat tempat yang pantas dan wajar dari sebuah nama yang berwujud status, pangkat, kekayaan, ketenaran dan sebagainya. Nama yang indah dan menawan seyogianya mampu mewakili kepribadian yang menarik, penuh rasa persaudaraan dan rela berkorban untuk kebahagiaan orang lain. Persoalan selalu muncul ketika orang lebih menekankan nama yang dirangkai dalam bergama bentuk seperti pangkat, kekayaan, kecerdasan dan popularitas ketimbang pribadi yang sabar, bijaksana dan murah hati. Yesus memanggil kita seturut nama kita masing-masing untuk berkarya dan berusaha menjadikan Tuhan dan sesama sebagai tujuan pengabdian kita. Ketahuilah nama yang kita miliki tidak diberikan untuk kita gagal tetapi kita sendiri yang justru gagal merancang sebuah nama agar tetap harum dan dikenang semua orang.
Share:

Tuesday, 10 July 2012

SOAL BERJALAN

Kita semua mempunyai hasrat, kemampuan dan keharusan untuk berjalan. Berjalan berarti bergerak atau berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan sebuah tujuan tertentu. Kita berjalan karena kita harus berjalan. Ketidakmampuan untuk berjalan dapat dinilai sebagai sebuah kekurangan tetapi bukan kemalangan. Seorang yang cacat atau lumpuh, secara badaniah memang tidak bisa berjalan tetapi ia tetap memiliki keinginan dan kerinduan untuk berjalan. Lalu mengapa orang harus berjalan? Hemat saya berjalan bukan karena kita harus mempergunakan karya Allah dalam sepasang kaki tetapi karena kita harus berusaha dan berkarya. Kita harus mampu menemukan cara dan bentuk baru dalam memaknai dan mempergunakan segala talenta dan buah karya Tuhan di dunia. Namun persoalan selalu muncul ketika orang selalu senang untuk berjalan dan berjalan. Lebih sedih lagi ketika perjalanan itu tanpa sebuah rencana, maksud dan orientasi yang jelas. Padahal hidup ini butuh kepastian, butuh masa depan dan butuh komitmen. Hidup ini memang sementara dan fana tetapi tetap memiliki nilai dalam satu bentuk tertentu. Kita harus bergerak atau berjalan maju karena di dunia ini tidak ada yang bersifat statis dan abadi. Waktu bergerak dan kitapun dituntut untuk berubah di dalamnya. Penginjil Matius menampilkan cerita Yesus soal kebiasaan dan aktifitas utama Yesus dalam hidupnya yakni berjalan untuk mengajar, menyembuhkan dan memberitakan injil kerajaan surga dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu kota ke kota lain. Yesus berjalan karena ia harus merebut peluang agar dapat menyelamatkan sekian banyak jiwa yang melarat dan terlantar. Diceritakan bahwa ketika dalam perjalanan Yesus melihat banyak orang yang mendambakan uluran kasih-Nya, Ia tergerak oleh belaskasihan kepada mereka karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tak bergembala. Dengan demikian Yesus berjalan karena didorong oleh sebuah motifasi mulia yang bersifat tunggal yakni merangkul dan membawa semua orang pada jalan keselamatan yang telah disediakan Allah. Ia berjalan bukan bermaksud untuk mempromosikan diri atau sekadar bertamasya sambil mencari kehormatan dan ketenaran. Yesus harus berjalan, mendapatkan dan merangkul banyak orang karena tidak sedikit yang berusaha menghindar dan menjauh dari-Nya. Diakhir ceritanya, penginjil Matius menegaskan kembali motifasi Yesus berjalan dalam sebuah kalimat afirmatif yang menantang yakni, “Tuaian banyak tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian supaya ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu”. Tanpa kita sadari setiap hari kita berjalan seturut status dan peran kita. Kita berjalan bukan karena kita mampu berjalan tetapi karena tuntunan hidup. Namun motifasi dan orientasi kita untuk berjalan tentunya beragam. Ada yang berjalan karena tuntutan pekerjaan dan apnggilan hidup tetapi ada yang sekadar jalan-jalan. Tentunya kita menginginkan untuk berjalan sambil berbuat baik dan bukan sebaliknya berjalan untuk mencari kelemahan orang sembari mengambil keuntungan secara tidak halal darinya seperti mencuri atau berbagai sikap manipulatif lainnya. Dalam konteks iman perjalanan kita lazim disebut ziarah. Kita adalah kaum peziarah. Akhirnya disadari jika hidup ini dilihat sebagai sebuah perziarahan menuju keabadian. Kita bergerak dari kelemahan dan kerapuhan manusiawi kita menuju Dia yang adalah tujuan perjalanan kita yakni Tuhan sendiri. Yesus berkata “Akulah jalan, kebenaran dan kehidupan. Barangsiapa datang kepada-Ku akan mendapat keselamatan kekal”. Lalu untuk apalagi kita harus berdiam diri? untuk apalagi kita harus tetap terbelenggu pada rasa bersalah, psimis dan kehilangan motifasi untuk berjuang? Bangun dan berjalanlah sebab banyak orang menunggu kehadiran dan kreatifitas kita. Ketahuilah setiap orang yang sukses adalah pemimpi-pemimpi besar. Mereka berimajinasi tentang masa depan, berbuat sebaik mungkin, berjalan dan bekerja menuju visi ke depan yang menjadi tujuan mereka.
Share:

Monday, 9 July 2012

Soal Bekal

Berbicara tentang bekal, imajinasi kita sudah tertuju pada sebuah perjalanan jauh yang melelahkan. Bekal dalam konteks segala zaman memiliki nama, simbol dan arti sendiri. bekal untuk seorang masyarakat tradisional berbeda dengan seorang yang hidup pada zaman modern demikian halnya konsep bekal untuk seorang pengusaha berbeda dengan konsep bekal seorang akademisi. Mungkin untuk masyarakat radisional bekal adalah bahan makanan yang dijunjung dan dipikul. Sementara untuk masyarakat modern mungkin berupa sepotong kartu kredit atau ATM. Sementara itu bekal untuk seorang pengusaha diidentikkan dengan uang dan barang material sementara untuk seorang akademisi bekal adalah ketajaman intelektual dalam beranalisa dan berpikir kritis dan komprehensif. Lalu bagaimanakah konsep bekal untuk seorang yang beriman? Apakah bekal itu terletak pada kemahiran dalam menghafal ayat-ayat Kitab Suci, aktif dalam kehidupan mengereja atau terletak pada status dan pakaian tertentu seperti pemimpin gereja/jemaat dan jubah? Jawabannya tentu berdasarkan kadar dan kualitas iman pribadi. Pada kesempatan ini saya mengajak kita untuk bercermin pada konsep bekal dalam kehidupan iman keagamaan versi Yesus. Diceritakan oleh penginjil matius bahwa suatu ketika Yesus mengutus para murid untuk sebuah perjalan misi. Yesus berpesan “Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di situ seorang yang layak dan tinggallah padanya sampai kamu berangkat. Apabila kamu masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke atasnya, jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Mungkin kita mengamini bersama kalau bekal satu-satunya untuk perjalanan dan perjuangan misi kerajaan Allah yakni iman. Dalam tugas yang dipercayakan kepada para murid, Yesus mengingatkan mereka untuk tidak memikirkan soal perbekalan mereka. Tentunya dalam hal ini bekal yang bersifat lahiriah dan fana. Mereka tidak perlu mengkhawatirkan semua itu. Suatu hal yang menarik bahwa sebagai utusan para murid percaya penuh pada Yesus yang mengutus mereka. Dan sebaliknya, Tuhan juga menaruh perhatian besar pada para utusan-Nya. Tuhan akan memperhatikan kebutuhan mereka dan Tuhan juga akan melindungi mereka. Yang terutama adalah bahwa mereka menjadi utusan yang sungguh-sungguh sehingga sebanyak mungkin orang mendengar warta keselamatan itu. Yesus mengingatkan bahwa akan ada yang menerima mereka tetapi akan ada pula yang menolak mereka. Para utusan Yesus harus siap mengalami kenyataan seperti ini. Tetapi pada “hari penghakiman” Tuhan akan mengadakan perhitungan: yang menolak tawaran itu akan menanggung hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang dijatuhkan Tuhan atas Sodom dan Gomora. Perjuangan kita dalam usaha untuk mapan dalam segala hal baik ekonomi, politik sosial dan ilmu hendaknya jangan sampai mengganggu apalagi menghambat persiapan kita untuk menyiapkan bekal bagi kehidupan kita diakhirat. Bekal-bekal lain seperti harta, pangkat, kejeniusan dan sebagainya adalah factor pendukung bagi sebuah bekal untuk kehidupan abadi yakni iman kita yang utuh dan hidup pada Yesus Kristus. Ketahuilah iman itu bukan sesuatu yang lahiriah tetapi suatu yang bersifat batiniah. Kualitas iman akan senantiasa terpancar dalam sikap hidup yang penuh kedamaian, kesederhanaan, solidaritas dan penuh kekeluargaan.
Share:

SOAL PERANAN

Setiap orang bisa, mampu dan seharusnya menjalani suatu peran tertentu. Tanpa sebuah peran, hidup itu seperti bayang-bayang, tanpa orientasi dan sasaran. Anda, saya dan semua orang tentunya memahami dan mengerti apa itu peran. Peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama. Peran lebih enak didekatkan dengan kata peranan yang berarti sebuah prihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini meruapakan rangkaian peraturan-peratuatran yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. Dengan demikian peranan lebih dekat dengan kata status dimana terdapat hak, kewajiaban atau tanggung jawab tertentu. Dalam kotbah di atas bukit, Yesus bersabda: “Kalian ini garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah dapat diasinkan? Tiada gunanya lagi selain dibuang dan diinjak-injak orang. Kalian ini cahaya dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya cahayamu bersinar di depan orang, agar mereka melihat perbuatanmu yang baik, dan memuliakan Bapamu di surga.” Tahukah kita sekalian tentang fungsi sebuah garam? Fungsi garam bukan hanya untuk menyedapkan rasa pada makanan, tetapi juga untuk mengawetkan daging atau ikan. Semntara lampu adalah sarana ampuh untuk menumpas kegelapan dan kedinginan. Lalu bagaimanakah hubungannya dengan peranan kita sebagai murid-murid Kristus. Hemat saya, panggilan kemuridan, dengan kesaksian hidupnya yang bermutu, mengawetkan dunia dari kehancuran karena dosa. Dan lagi, pola hidup mereka yang baik, menyinari orang-orang yang hidup dalam kegelapan. Ketahuilah saudara/iku, seekor burung dapat disebut burung jika ia terbang, sekuntum mawar disebut mawar jika ia mekar dan seorang manusia yang memiliki jati diri dan sunggu disebut manusia jika ia mencinta. Apa yang terjadi jika burung itu tidak bisa terbang, mawar tak mampui mekar dan manusia tidak lagi saling mencinta maka identitas mereka sebagai burung, mawar dan manusia serentak dipertanyakan.
Share:

SOAL HATI

Penghormatan kepada Hati Yesus Yang Mahakudus sudah mulai berkembang sejak abad VII dan semakin tersebar luas setelah penglihatan-penglihatan Santa Margareta Maria Alacoque (1647-1690). Pada tahun 1856, Paus Pius IX memasukkan Pesta Hati Kudus Yesus dalam penanggalan liturgi. Melalui perayaan ini, kita diajak untuk menghormati dan mensyukuri cinta serta belas kasih Allah yang memancar dari Hati Yesus yang Mahakudus seraya memohon agar kita dapat mengambil bagian dalam kekudusan hati-Nya sehingga kita pun mempunyai kasih yang berkobar kepada Tuhan dan sesama. Bacaan-bacaan pada Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus ini menegaskan bahwa cinta dan belaskasih Allah kepada kita itu kekal dan tanpa batas. Meskipun kita adalah manusia berulang kali jatuh ke dalam dosa, membangkang dan meninggalkan Allah, tetapi Ia tetap setia dan hati-Nya penuh belas kasih. Cinta dan belas kasih Allah itu mencapai puncak dan kepenuhannya dalam diri Yesus Kristus yang mengorbankan diri-Nya di kayu salib demi keselamatan kita. “Di dalam Dia, kita beroleh keberanian dan jalan menghadap kepada tahta Allah” (Ef 3:12). Pengorbanan diri Yesus yang didasari oleh cinta dan belas kasih-Nya membuka jalan keselamatan bagi kita. Maka, kita diajak untuk “memahami betapa lebar dan panjangnya, dan betapa tinggi dan dalamnya kasih Kristus; juga supaya dapat mengenal kasih Kristus itu, sekalipun melampaui segala pengetahuan” (Ef 3:18-19). Pada saat Yesus mengorbankan diri-Nya di kayu salib, ketika lambungnya ditikam dengan tombak, mengalirlah darah dan air (Yoh 19:34). Peristiwa ini begitu penting dan ditekankan oleh Yohanes sampai ia mengatakan, “Orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya" (19:35). Peristiwa ini menjadi lambang yang menyatakan arti wafat Yesus di kayu salib, yang dapat dimengerti dengan baik kalau kita dapat menangkap lambang-lambang yang dipakai. Dalam perayaan Ekaristi, saat persiapan persembahan, Imam mencampurkan air ke dalam anggur yang akan dikosekrir menjadi Darah Kristus. Pada saat pencampuran itu, Imam berdoa, “Sebagaimana dilambangkan oleh pencampuran air dan anggur ini, semoga kami boleh mengambil bagian dalam keallahan Kristus yang telah menjadi manusia seperti kami”. Melalui tindakan simbolis ini, kita diajak menghayati penjelmaan Kristus, Sang Putera Allah, yang menjadi awal karya penyelamatan-Nya. Dengan penjelmaan-Nya itu, Ia tinggal di tengah-tengah kita sampai akhirnya Ia wafat bagi kita. Wafat-Nya itulah yang menjadikan kita dapat mengambil bagian dalam keallahan-Nya sehingga kita “dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (Ef 3:19). Artinya, dengan wafat-Nya, Kristus menebus kita dan menganugerahi kita kehidupan kekal, yaitu kehidupan abadi bersama Allah sepenuhnya dan selama-lamanya. Perayaan Hati Kudus Yesus mengajak kita untuk merenungkan pengalaman hidup kita yang sungguh diper-hati-kan oleh Allah dengan kasih-Nya yang tanpa batas. Ia rela mengorbankan diri demi kesalamatan kita. Semoga, dengan iman akan kasih Tuhan yang tanpa batas itu, kita berani mengarungi samudera kehidupan yang penuh liku dan perjuangan ini. Kasih itu juga mendorong dan menggerakkan hati kita untuk selalu siap membagikan kasih kepada sesama kita. Yesus yang lembut dan murah hati, jadikanlah hati kami seperti hati-Mu!
Share:

SOAL PROSES

Proses adalah sebuah alur untuk menggapai dan meraih sesuatu. Melangkahi proses adalah sikap tidak santun yang berujung pada kegagalan dan kegalauan. Kecenderungan yang mencemaskan dalam masyarakat modern sekarang ini adalah gaya hidup yang doyan melangkahi proses. Orang ingin cepat-cepat kaya, ingin besar dan sukses secara tiba-tiba atau ingin dikenal tanpa harus memperkenalkan diri dalam satu cara. Dalam lingkungan anak muda, ada kecenderungan berpikir, mengikuti proses adalah cara lama yang sudah out of date/ketinggalan zaman. Apa yang terjadi, banyak perhatian dan energi yang terkuras percuma untuk mengejar ketinggalan dan cepat-cepat ingin meraih cita-cita dan merebut prestasi. Waktu kuliah yang seyogianya delapan semester, dibuat hanya lima semester walau harus mengorbankan kesehatan, relasi yang berantakan dan menjadi pribadi super sibuk. Rupanya menjadi manusia sibuk atau super sibuk dianggap sebagai gaya hidup bergensi. Bandingkan saja gaya hidup seorang pengusaha atau seorang artis. Manusia bukan lagi mengejar waktu tetapi dikejar waktu. Dengan kata lain melangkahi proses membuat manusia teralienasi dan terasing dari dirinya sendiri, sesama dan Tuhan. Penginjil Markus hari ini menampilkan cerita Yesus soal sikap seorang anak muda yang ingin melangkahi proses. Anak muda yang mau mengikuti Yesus rupanya telah menyedot banyak energy hanya karena perhatiannya yang terlampau besar pada kekayaan dan prestasi namun tanpa dilandasi oleh sebuah fondasi iman yang kokoh dan matang. Ia menganggap diri mampu untuk melakukan semua perintah Allah seperti perintah jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri dll. Hal ini menyata dalam jawabannya terhadap pertanyaan Yesus soal butur-butir perintah Allah. Ia menjawab “Semua itu sudah kuturuti sejak masa mudaku”. Tersirat sebuah harapan untuk mendapat pujian dari Yesus. Namun apa yang terjadi, Yesus justru menantang agar ia harus menjual semua yang dimilikinya seperti harta kekayaan, kebebasan dan keinginan pribadi untuk dapat mengikuti Yesus. Anak muda itu akhirnya memilih untuk pergi karena takut kehilangan harta kekayaan dan popularitas pribadi. Mimpi terbesar yang dimiliki hampir sebagai besar anak muda dewasa ini yakni menjadi pegawai negeri sipil. Status PNS menjadi hal yang membanggakan walau tanpa disadari bahwa birokrasi dan struktur yang kaku dan berbelit-belit dalam tubuh pemerintahan telah membunuh semangat kreatifitas dan daya juang seseorang. Apa yang terjadi bila lowongan PNS sangat sedikit di tengah meluapnya para pencari kerja? Pengangguran terdidik semakin menjamur di tengah banyaknya peluang usaha dalam bangsa yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Bercermin dari kenyataan ini, maka sebenarnya generasi bangsa sekarang adalah generasi bermental intan, cari gampang dan tak punya nyali dalam berwirausaha. Hal ini juga menyata dalam kehidupan beriman. Banyak yang menjual bendera agama dan iman untuk memiliki kemudahan dalam hal ekonomi dan politik. Tuhan dijadikan modal promosi untuk kenyamanan dan popilaritas pribadi. Hari ini Yesus menyadarkan kita sekalian bahwa menjadi murid Yesus bukanlah soal like dislike tetapi soal keyakinan dan komitment yang kuat untuk memperjuangkan kebenaran dan kesejahteraan umat manusia seluruhnya. Ketahuilah, hal terbaik yang anda lakukan kepada orang lain bukan memberi kekayaan yang anda miliki tetapi memberi sesuatu sehingga ia memperoleh kekayaannya sendiri.
Share:

SOAL UPAH

Upah dan kerja adalah dua hal yang berbeda tetapi memiliki hubungan yang sangat erat. Upah dan kerja berkaitan erat soal hak dan kewajiban. Dengan demikian kita tidak mempunyai sedikitpun alasan untuk memintah upah selagi kita mengabaikan kewajiban kita dalam kerja. Akhir-akhir ini pembicaraan tentang upah dan kerja telah menjadi hal yang selalu actual untuk dibicarakan. Banyak orang mengeluh karena upah yang diterimanya tidak sebanding dengan banyaknya waktu dan beban kerja yang dijalaninya. Tetapi tidak sedikit orang yang mengeluh karena upah yang diberikan terasa tidak sepadan dengan kualitas kerja dan hasil yang diterima. Dari sini dapat dilihat bahwa perang dingin antara pekerja dan pemilik modal terus berlanjut dan tidak akan pernah berakhir. Bandingkan saja cerita tentang revolusi industry di Inggris beberapa abad lalu. Lantas? Bagaimanakah upah kita sebagai seorang murid Kristus. Apakah upah yang bakal diterima oleh seseorang yang mendermakan diri untuk kerajaan Allah? Penginjil Markus menceritakan bagaimana Petrus mengungkapkan keprihatinannya, betapa tidak gampang untuk memperoleh kehidupan kekal. Setelah Yesus berkata betapa sukarnya orang kaya masuk Kerajaan Allah, berkatalah Petrus kepada Yesus, “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau.” Maka Yesus menjawab, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, barangsiapa meninggalkan rumah, saudara-saudari, ibu atau bapa, anak-anak atau ladangnya, pada masa ini juga ia akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak-anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan; dan di masa datang ia akan menerima hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir,dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.” Petrus menyatakan bahwa bersama dengan teman-temannya yang lain, ia telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus. Mereka telah menjadikan Yesus satu-satunya kekayaan mereka. Yesus lalu memberi kepastian bahwa mereka yang dengan sukarela meninggalkan segala-galanya akan mendapatkan kembali seratus kali lipat, dan pada masa yang akan datang mereka akan mendapatkan jaminan hidup kekal. Yesus adalah segala-galanya bagi kita. Keberanian dan komitmen kita adalah hal yang mesti dimiliki ketika kita menyatakan “ya” atas tawaran kasih Yesus. Menjadi pelayan Tuhan tidak bisa disamakan dengan lapangan kerja yang berkaitan dengan upah. Mengutip pernyataan Paulus yakni upah kita adalah tanpa upah. Bila kita menyamakan karya pelayan dengan lapangan kerja maka yang terjadi adalah sebuah kekosongan yang mengerikan. Kita kehilangan orientasi dan arah dalam karya-karya pelayanan kita. Sekali lagi jubah bukanlah simbol status sosial yang dihubungkan dengan prestasi dan ekonomi tapi sebaliknya jubah adalah simbol kesederhanaan dan pelayanan tampa pambrih kepada semua orang. Iman dan kepercayaan kita adalah hiburan terbesar dalam menempuh ziarah pangggilan kita sebagai murid-murid Kristus.
Share:

SOAL KEHADIRAN

Arus transportasi dan komunikasi zaman ini telah membawa kemudahan bagi manusia dalam usaha dan karya. Dunia terasa begitu kecil bagai sebuah dusun mungil yang mudah dijangkau dan ditapaki. Kita semua pasti sangat berbangga dan puas walau ditaburi banyak kecemasan dan ketakutan. Arus transportasi dan komunikasi yang begitu pesat ternyata bukan hanya memberi banyak kemungkinan bagi manusia dalam berekspresi tetapi juga bisa menjauhkan yang dekat. Aktus kehadiran telah menjadi pristiwa langka dan sulit dibuat. Kehadiran diri personal dapat saja diwakili oleh selembar amplop berisi uang atau sebungkus kado hadiah. Bandingkan saja pengalaman berbagai kelompok arisan dalam masyarakat. Banyak anggota yang merasa tidak wajib hadir asalkan saja kewajibannya menyetor uang arisan dipenuhi atau yang sedikit lebih santu biasanya mengutus seseorang yang dapat mewakili. Atau juga soal keharan kita dalam ibadat atau misa kudus. Orang merasa tidak wajib hadir dengan sebuah alasan klasik dan murahan, toh Tuhan ada di mana-mana. Padahal kehadiran kita adalah tanda sekaligus merupakan berkat dsan kegembiraan bagi orang lain. Kehadiran tidak bisa diidentikkan dengan kado dan uang tetapi soal nilai sopan santu dan penghargaan. Kita diminta atau diharapkan hadir karena kita begitu berharga di mata sesama kita. Di hari pesta Maria mengunjungi Elisabet ini saya ingin mengajak kita untuk bercermin pada spiritualitas kehadiran seorang Bunda Maria. Apa dan bagaimanakah nilai kehadiran yang sejati? Penginjil Lukas hari ini menampilkan cerita cinta tentang bagaimana Maria mengunjungi Elisabet saudaranya. Dua orang bersaudara ini sebenarnya dalam keadaan cerita hidup sama-sama unik dan menarik. Maria mengandung dari Roh Kudus sementara Elisabet mengandung seorang anak diusianya yang sudah usur. Secara ilmiah dan manusiawi status kandungan dari dua bersaudara ini sulit diterima. Bagaimana seorang perempuan mengandung tanpa kehadiran seorang laki-laki yang dapat disebut suami atau bagaimana mungkin bisa mengandung dalam usia yang sudah lanjut. Semuanya membingungkan tetapi sangat nyata dan real. Kunjungan Maria kepada saudaranya Elisabet merupakan cerita biasa dan lumrah. Sesama saudara biasa dan harus saling mengunjungi. Mungkin yang perlu didalami secara lebih mendalam yakni soal inisiatif dan esensi dari sebuah kunjungan. Tentunya yang menjadi penginisiatif dari cerita ini yakni Maria dan esensi dari kunjungan itu yakni soal kehadiran semata. Maria mengunjungi Elisabet dan bukan sebaliknya Elisabet mengunjungi Maria. Lebih dari itu salam kehadiran Maria menggetarkan jiwa Elisabet dan anak dalam kandungannyapun melonjak penuh kegirangan. Ada apa ini? Apakah sebuah kebetulan atau ada hal lain dari nilai sebuah kehadiran? Mungkin kehadiran kita kita tidak seheboh seperti kehadiran seorang Maria sebagaimana yang dialami Elisabet, tetapi kita patut bertanya diri sejauhmana kita telah berinisiatif untuk mengunjungi orang lain dan bagaimanakah dampak lanjut dari kunjungan kita. Tentunya kunjungan kita tidak disambut meriah seperti lazimnya kunjungan kerja para pejabat pemerintah atau kunjungan kerja seorang pejabat gereja seperti Paus, Kardinal atau Uskup. Inti dari spiritualitas kehadiran Maria yakni kerelaan kita untuk mau mengnjungi dan memberi rasa aman, tenang dan gembira bagi orang yang kita kunjungi. Jangan sampai kehadiran kita membebankan orang lain atau bahkan membuat orang merasa tersakiti. Ketahuilah kunjungan tidak selalu diidentikkan dengan buah tangan atau oleh-oleh tetapi duduk mendengar keluh kesah dan rintihan hati sesama sudah merupakan bentuk dari sebuah spiritualitas kehadiran Maria. Hari ini kita menutup bulan Maria tetapi bukalah hatimu sebab Bunda Maria senantiasa datang dan merangkul jiwamu menuju hati terkudus Yesus.
Share:

Soal Hidup Keagamaan

Negara Indonesia adalah negara beragama bukan negara agama. Beragama artinya memiliki banyak agama dan hal itu diakui dalam butir pertama pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Namun siapa yang pernah menduga kalau agama-agama di Indonesia telah ditunggangi oleh berbagai kelompok kepentingan. banyak oknum yang berjuang untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan politik mengatasnamai agama. Isu-isu keagamaan biasanya sangat santer menjelang pesta demokrasi / pemilihan umum. Bahkan ada tega dan berani mengunakan kesempatan beribadah dan berdiri di atas mimbar Sabda, berbicara tentang hal yang berkaitan dengan politik. Tidak bisa dipungkiri bahwa berbicara tentang iman tidak terlepas dari diskusi soal ekonomi dan politik, tetapi perlu diingat, iman adalah perkara batiniah yang bersifat sangat pribadi, bukan sesuatu yang mesti diperagakan secara bombastis ala orang Farisi pada zaman Yesus. Dalam konteks Indonesia, pemandangan yang menggelikan terjadi. Orang tidak segam-segan mengunakan pakaian keagamaan untuk mengejar dan menuding yang lain kafir. Dalam khotbah di bukit Yesus berkata“Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kalian tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Kalian telah mendengar apa yang disabdakan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya, harus dihukum! Barangsiapa berkata kepada saudaranya: ‘Kafir!’ harus dihadapkan ke mahkamah agama, dan siapa yang berkata: ‘Jahil!’ harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Sebab itu jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah, dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dia di tengah jalan, supaya lawanmu jangan menyerahkan engkau kepada hakim, dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya, dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar utangmu sampai lunas.” Kita sering menganggap sikap terhadap sesama sebagai perkara yang sepele, remeh, tidak perlu dikaitkan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, misalnya ketika sedang berdoa dan semacamnya. Atau sebaliknya ada orang yang mengira doa dan persembahan dapat membereskan konflik dengan sesama di mata Tuhan. Tentu saja perkiraan dan pandangan ini tidak benar; maka Tuhan meluruskannya dengan memberikan pengajaran-Nya. Memang mempersembahkan korban itu sangat mulia dan luhur karena memperlihatkan sembah sujud dan bakti kita kepada Tuhan. Tetapi, semua itu tak ada artinya bila orang juga melakukan kejahatan terhadap sesamanya, seperti kekerasan fisik: membunuh, dan bahkan kekerasan non fisik: menghina, mengcacii-maki. Walaupun ia rajin membawa korban persembahan, orang seperti ini tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Bagi Tuhan hubungan manusia dengan sesamanya itu sangat menentukan dan mewarnai hubungan manusia dengan diri-Nya. Oleh karena itu, korban persembahan dan doa bukan hanya sekadar upacara ritual yang lahiriah atau dilakukan dalam kemunafikan seperti halnya orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Ketahuilah saudara dan saudariku, hati yang bersih menjadi syarat mutlak bagi seseorang yang hendak mempersembahkan korban dan amal kepada Tuhan dan sesama. Maka Tuhan menuntut agar orang terlebih dahulu membersihkan hatinya dengan cara memperbaiki kembali relasi yang retak dengan sesama, atau berdamai lebih dahulu dengan sesamanya, sebelum menghadap Tuhan.
Share:

SOAL KEMAUAN

Kisah sukses kebanyakan orang selalu berawal dari sebuah kemauan. Hal ini ingin menegaskan sebuah pernyataan bahwa dimana ada kemauan pasti ada jalan. Dalam sebuah kemauan akan terbuka sebuah inisiatif, alternative, solusi dan kreatifitas. Lalu apa itu kemauan? Bagaimana kemauan itu bisa dilukiskan dalam berbagai alur kisah sukses? Mungkin perlu disadari bahwa kemauan sebenarnya keinginan teguh dalam diri yang didukung oleh sebuah komitmen dan daya juang. Tanpa sebuah komitmen dan daya juang maka kemauan tidak lebih dari sebuah angan semata yang bersifat fatamorgana. Kemauan berasal dari sebuah kata kehidupan yakni mau atau ingin. Itu berarti semua orang mempunyai hasrat atau mimpi yang mau atau ingin diraih. Namun sekali lagi kemauan atau keinginan dalam diri harus didukung oleh sebuah orientasi yang jelas dan tegas. Kita tidak bisa menginginkan kesuksesan dalam usaha dan karya atau dalam bidang akademis tanpa didukung oleh sebuah sikap dan gaya hidup disiplin, hemat dan memiliki berdaya juang. Kemauan untuk maju dan sukses dalam usaha dan karya serta gemilang dalam hal akademis hampir sama bentuknya dalam kisah kemauan seorang beriman untuk dekat dengan Tuhan penciptanya. Iman bukanlah sesautu yang terberi tanpa sebuah perjuangan untuk menjernihkannya dalam satu cara. Iman yang tidak dipugar atau dimurnikan akan berujung pada dua ekstrim yang menakutkan yakni radikalisme agama dan atheisme modern. Kemauan untuk selalu dekat dengan Tuhan harus dijabarkan dalam berbagai sikap hidup baik dalam doa maupun relasi yang dibangun dengan orang lain. Doa tanpa sebuah relasi yang baik dengan orang lain adalah bentuk kemunafikan yang mengkerdilkan diri sendiri. Penginjil Matius menampilkan cerita Yesus soal kemauan seorang perempuan yang menderita penyakit pendarahan untuk menjamah jumbai jubah Yesus. Kemauan untuk mendekati dan mejamah jubah Yesus bukanlah sebuah gerakan reflex yang tanpa maksud dan tujuan. Ia menjamah jubah Yesus karena didorong oleh sebuah keinginan untuk sembuh. Memang terasa sulit dimengerti, sebuah kesembuhan terjadi hanya dengan menjamah jumbai jubah tetapi justru pada saat itulah ia mempertontonkan sebuah kualitas iman yang kokoh kepada Yesus dan semua orang. Kepadanya, Yesus berpesan, teguhkanlah hatimu sebab imanmu telah menyelamatkan kamu. Lain halnya dengan kadar iman kebanyakan orang yang tertawa sinis ketika di rumah Yairus Yesus mengatakan “Anak ini tidak mati tetapi tidur”. Dengan ini mau menegaskan bahwa iman yang hidup akan terlukis dalam sebuah sikap penyerahan, kerendahan hati dan kepasrahan pada penyelanggaraan Allah. Iman atau kepercayaan itu mempunyai kekuatan yang dahsyat. Ia dapat menyembuhkan. Ia dapat menyelamatkan. Agar iman dapat tumbuh dan kokoh kita senantiasa berusaha mendekatkan diri dengan Allah. Kemauan untuk mendekatkan diri dengan Allah memampukan kita untuk bertahan dalam situasi sulit sekalipun. Iman dan kepasrahan kepada Allah selalu dituntut dari kita, walaupun tidak selalu sempurna. Kita dapat menyuburkan iman lewat doa-doa di rumah, misa atau ibadat di gereja, di lingkungan dan ikut aktif menggereja dan bermasyarakat. Rasul Paulus mengingatkan kita agar dalam kehidupan beriman kita juga memperhatikan kepentingan sesama, khususnya kaum miskin dan terpinggirkan. Solidaritas kepada kaum miskin itu bukan supaya mereka mendapat keringanan, tetapi terutama supaya ada keseimbangan. “Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis: “Orang yang mengumpulkan banyak tidak kelebihan, dan orang yang mengumpulkan sedikit tidak kekurangan”. Di sini ditekankan sikap mau berbagi dengan sesama dan kepedulian kita terhadap sesama, rasa senasib sepenanggunangan seperti yang diteladankan oleh Yesus. Kita telah dibaptis dalam nama Yesus Kristus. Kita telah dipersatukan dengan-Nya. Maka kita dapat membedakan kebenaran dan kejahatan. Segala sesuatu yang benar dan kekal berasal dari Allah, sedang segala kejahatan yang mengakibatkan kehancuran berasal dari setan. Oleh karena itu dalam segala keadaan kita mempergunakan iman sebagai perisai agar kita selamat.
Share:

Monday, 30 January 2012

SOAL BERADAPTASI

Pernahakah kita sadar bahwa perubahan dan keberagaman itu adalah dua hal yang saling mengadaikan. Kita tidak bisa berbicara bahkan memikirkan sebuah perubahan tanpa adanya keberagaman atau dengan bentuk lain, keberagaman adalah adalah motor pengerak adanya perubahan. Keberagaman dalam hal ini hadir dalam beragam bentuk seperti keberagaman dalam cara pandang dan gaya hidup. Tidak heran, untuk sebuah perubahan dan inovasi baru, benturan cara pandang dan gaya hidup antar generasi kerap terjadi. Kebanyakan generasi tua senang bernostalgia pada masa lalu dan berusaha mengformat generasi muda dalam cara pandang dan gaya hidup zaman dulu sementara generasi muda cenderung melihat nilai yang ditawarkan generasi tua sebagai bahan rongsokan yang pantas disampahkan karena ketinggalan zaman sembari mengikuti nilai yang ditawarkan zaman modern yang terkadang samar-samar. Lalu bagaimana sikap kita dalam upaya merangkai suasana damai dan persaudaraan dalam keberagaman untuk sebuah perubahan yang bersifat kontruktif dan produktif? Hampir sulit memikirkan hal lain kecuali beradaptasi. Beradaptasi bukan berarti ikut arus tanpa jati diri, komitmen dan tanggung jawab. Beradaptasi berarti terbuka terhadap arus zaman tetapi tetap berakar pada nilai luhur yang diwariskan seperti iman dan pengakuan kita akan penyelenggaraan Allah. Dihari keenam belas dalam bulan pertama ditahun 2012 ini, kita disuguhkan cerita Yesus tentang merangkai perbedaan dalam sebuah perubahan dengan beradaptasi. Penginjil Markus menceritakan bagaimana orang mempertanyakan perbedaan gaya hidup murid-murid Yesus dan murid-murid Yohanes dalam hal berpuasa. Ketika murid-murid Yohanes berpuasa, pada saat yang sama murid-murid Yesus bersantai ria atau berleha-leha tanpa beban. Menjawabi pertanyaan ini, Yesus mengangkat sebuah analogi secari kain baru pada kain yang lama serta anggur yang baru pada kantong yang tua. Kain yang baru janganlah ditambalkan pada kain yang lama karena akan mencabiknya demikian halnya kantong anggur yang baru jangan dituangkan pada kantong anggur yang lama supaya jangan sampai basi, terbuang atau tidak terpakai. Dalam hal ini, Yesus menegaskan bahwa Ia adalah muara akhir dari doa dan puasa yang dibuat manusia. Ia adalah Allah yang menjelma menjadi manusia. Logikanya cukup jelas yakni untuk apa berpuasa selagi Dia yang menjadi sasaran akhir dari puasa kita sudah ada. Dalam hal ini, murid-murid Yesus tidak perlu berpuasa karena Yesus ada diantara mereka. Ceritanya lain kalau Yesus tidak ada maka para murid pasti dan harus berpuasa. Hidup ini penuh warna sehingga kelihatan sangat indah. Tanpa sebuah perbedaan maka di sana tidak ada keindahan, dinamika dan perubahan. Dari perbedaan-perbedaan itu kita disatukan tetapi bukan untuk disamakan namun untuk disesuaikan. Untuk sebuah persaudaraan, toleransi dan tenggang rasa, hal pertama yang mesti diakui dan disadari yakni kita beda. Hanya dengan pengakuan dan kesadaraan akan adanya perbedaan maka kita dapat mencitai dan mengharagai perbedaan itu. Ketahuilah perbedaan atau keberagaman adalah motor pengerak sebuah perubahan. Dalam konteks bacaan suci hari ini, kita diajak agar menyadari diri kita sebagai sebuah komunitas umat manusia yang sedang berziarah menuju rumah Allah. Kita yakin dan percaya, apapun cara dan gaya kita dalam berdoa dan berpuasa semuanya tetap bermuara pada satu tujuan yakni membahagiakan sesama dan memuliakan Allah. Kadang-kadang kita mengatasi situasi sulit hanya dengan bersedia memahami orang lain. Sering yang paling dibutuhkan oleh seseorang adalah ada orang lain yang peduli dengan perasaan dan berusaha memahami posisi mereka. Semoga dihadapan terang Sabda Allah dan Roh pemberi karunia, lenyaplah kegelapan dosa dan kebutaan manusia tak beriman, dan semoga hati Yesus Hidup dalam hati semua orang. Amin
Share:

SOAL ATURAN

Ketika saya duduk di seminari menengah, seorang teman dekat saya memiliki kebiasaan untuk mengeluh. Dia mengeluh untuk banyak hal sehingga hampir tiada hari dilewatkan tanpa mengeluh. Bila diprosentasikan maka keluhan tentang aturan seminari mendapat porsi terbanyak. Ada banyak argumen yang diutarakannya termasuk aturan olahraga yang dibagi dalam kelompok. Menurutnya aturan semacam ini, bukan hanya membuat orang tertekan secara psikis tetapi juga mematikan kreatifitas dan inovasi seseorang. Akhirnya dalam bulan terakhir menjelang ujian akhir sekolah, ia memutuskan untuk menarik diri dari lembaga panti imam tersebut. Apakah di luar sana ada sebuah kebebasan mutlak tanpa control dalam bentuk aturan? Tidak. Di mana saja kita berada selalu dihadapkan dengan aneka aturan agar kebebasan kita tidak mengganggu apalagi membatasi kebebasan orang lain. Pada prinsipnya aturan atau hukum dibuat untuk sebuah tujuan yang baik tetapi persoalan selalu muncul ketika orang yang membentuk, menjaga dan yang menjalankan aturan tersebut memiliki persepsi atau cara pandang beragam atas aturan yang sama. Bandingkan saja situasi sosial di tanah air kita akhir-akhir ini. Hukum dengan mudah digadai dan diputarbalikkan sehingga yang kerap terjadi adalah yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan. Bandingkan proses hukum seorang koruptor yang mencuri uang rakyat bermilar-miliaran rupiah dengan seorang pencuri bunga dan sandal jepit. Penginjil Markus menampilkan cerita Yesus tentang esensi sebuah aturan atau hukum. Masyarakat Yahudi pada zaman Yesus memiliki sebuah aturan atau hukum pengsakralan hari sabat sebagai hari khusus bagi Tuhan. Hal ini bertolak dari kisah kejadian tentang bagaiman Allah menciptaka langit dan bumi selama enam hari dan pada hari ketujuh dia beristrahat setelah menyaksikan semuanya itu baik. Aturan hari sabat menerapkan prinsip tunggal yakni tidak ada aktifitas lain kecuali bersujud dan berdoa kepada Yahwe. Apapun kegaitan tersebut walaupun untuk sebuah tujuan mulia tetap dikatakan dosa karena melanggar hukum hari sabat dan terjadilah demikian. Untuk mengisi perut yang keroncongan, para murid Yesus memetik bulir gandum. Yesus dimintai keterangan atas sikap pembangkangan para murid. Namun Yesus tidak bergeming sedikitpun. Ia mengunakan sebuah hukum tertinggi yakni penghargaan terhadap martabat manusia. Segala bentuk aturan atau hukum mestinya bermuara pada penghargaan atas martabat manusia yang merupakan citra Allah sendiri. Menurut Yesus aturan diciptakan untuk manusia dan bukan sebaliknya manusia untuk aturan. Yesus menujukkan legitimasi kekuasaannya atas surga dan dunia dengan mengatakan bahwa dirinya adalah tuan atas hari sabat. Perjalanan panjang karya Yesus diwarnai dengan pesan-pesan pembaharuan dan tidak sedikit bersifat kontroversial dan revolusioner. Hukum itu mesti ditegakkan sejauh tidak membelenggu manusia sebagai pribadi yang bermartabat. Akhir-akhir ini dengan adanya sistem otonomi daerah, produksi undang-undang di daerah dan negara kita begitu banyak. Lebih parah lagi ketika tidak ada batasan yang jelas antara ruang privat, ruang publik dan doktrin agama. Semua orang binggung, baik masyarakat maupun lembaga pencetak undang-undang atau hukum itu sendiri. Kebingungan merambat pada pihak penegak hukum dan pengambil keputusan seperti hakim dan jaksa. Anda, saya dan kita semua berada dalam situasi binggung. Di tengah virus kebingungan ini apakah ada obat penawar yang menyajikan pencerahan dan solusi? Tidak ada cara lain selai kita harus kembali pada roh dari hukum itu sendiri yakni memberi kelegaan bagi mereka yang haus akan kebenaran dan keadilan sembari tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai citra Allah yang maha luhur. Perjuangan ini butuh kesabaran dan pengorbanan. Hal pertama yang mesti dibuatnya yakni memutuskan mata rantai gurita banalisasi kejahatan yang selalu datang menawarkan diri dalam beragam cara dan bentuk. Ketahuilah gurita kejahatan itu telah merasuki ranah kehidupan kelurga dan karya pelayanan gereja. Di sini pemikiran rasional, iman dan hati nurani hendaknya dipakai sebagai benteng agar kita tidak terseret pada virus kebinggungan yang berkepanjangan. Ingat, orang yang luar biasa itu selalu sederhana dalam ucapan tetapi hebat dalam tindakan.
Share:

SOAL PROSEDUR

Dalam berbagai urusan, banyak lembaga baik pemerintah, swasta maupun gereja sangat menekankan prosedur. Prosedur adalah tata cara yang mesti dilewati sehingga sebuah urusan mudah diakomodir, diteliti dan diifentarisasi. Dari satu sisi prosedur sangat penting dan bermanfaat karena berkaitan dengan kewenangan dan transparansi tetapi ada kecenderung dalam sebuah prosedur yang berbelit-belit, memberi peluang pada sikap kolusi dan nepotisme. Dalam kehidupan masyarakat prinsip “orang dalam” menjadi tren yang tidak bisa disangkal. Kemudahan dalam sebuah urusan tidak terletak pada prosedur yang rapi, jelas dan transparan tetapi terletak pada sejauhmana kita mengenal orang dan orang mengenal kita. Walaupun tidak selalu benar, biasanya sanak keluarga dari seorang pejabat publik atau tokoh agama selalu mendapat banyak kemudahan dalam urusan dalam masyarakat dan gereja dibandingkan masyarakat atau umat biasa yang tidak memiliki kerabat yang berpengaruh baik dalam hal ekonomi, politik maupun keagamaan. Penginjil Markus menampilkan cerita Yesus tentang kehidupan masyarakat Yahudi pada zaman Yesus yang menekankan prosedur. Tata cara yang menyimpang dari prosedur yang digariskan dalam aturan atau hukum adalah tindakan bodoh yang mesti dipertanggungjawabkan. Yesus diamat-amati Kaum Farisi, jangan-jangan ia menyembuhkan orang pada hari sabat. Di sini bukan soal hasil tetapi soal cara atau proses. Sejauh tindakan itu tidak mendapat legitimasi dalam sebuah hukum atau aturan maka tetaplah merupakan sebuah kesalahan walaupun tindakan itu bermanfaat atau dapat menyelamatkan sebuah nyawa. Itulah hukum hari sabat versi penganut Yahudi klasik. Yesus mengajukan sebuah pertanyaan kritis dengan dasar moral dan teologis yang jelas, manakah yang diperbolehkan pada hari sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang lain. Tidak ada jawaban apalagi diskusi dari kaum farisi atas pertanyaan tersebut. Akal dan hati nurani mereka kaku, gugup dan gagap sehingga yang tersisa adalah butir-butir kebencian untuk menghabisi nyawa Yesus. Yesus mengabaikan prosedur dalam sebuah hukum hari sabat yang kaku dan kehilangan orientasi demi kebahagiaan dan keselamatan umat manusia. Bukan tidak mungkin dalam tugas dan karya, kita terseret dalam dua ekstrim berbeda soal prosedur dalam sebuah aturan atau hukum. Pada satu sisi ada kecenderungan untuk menekankan prosedur. Kita berpikir dan merasa bahwa prosedur adalah segala-galanya dan selalu berusaha bersembunyi didalamnya. Ketika dimintai jawaban logis dari esensi aturan tersebut ,dengan enteng kita menjawab: Maaf, ini aturan atau regulasi yang sudah ditetapkan. Di sisi lain kita mengabaikan prosedur untuk meloloskan kepentingan diri, keluarga dan kerabat kenalan kita. Hak dan kebutuhan orang lain bukan menjadi tanggungjawab kita. Yang dimaksudkan Yesus dalam injil suci hari ini, bukan bermaksud agar kita bersembunyi dibalik sebuah aturan atau mengabaikan aturan untuk kepentingan diri tetapi hendaknya aturan atau hukum dijadikan sarana bagi kita untuk mengembangkan diri sembari mengakui dan menghargai hak dan martabat orang lain. Dalam kehidupan mengereja, tentu kita tidak bisa dilepaspisahkan dari yang namanya prosedur atau aturan. Untuk itu kita mempunyai tanggungjawab moral untuk mengkritisi semua aturan yang membelenggu umat dan mendukung aturan yang memberdayakan dan mendukung perkembangan iman umat. Ketahuilah mengakui kesalahan dan melakukan perubahan atas kesalahan adalah bentuk tertinggi dari penghormatan atas diri sendiri.
Share: